Setelah membayar lunas hutangnya pada Rigel, Shoera kembali ke rumah sakit menggunakan taksi online.
“Sesuai titik ya, pak.” ujarnya menempatkan diri pada jok penumpang.
“Baik, mbak.”
Shoera menengadah, menahan lelehan panas yang ingin meluap dari tempatnya. Merasa hina akan dirinya yang kembali tidur dengan Rigel. Tidak pernah terpikir olehnya akan menjalani kehidupan yang menyedihkan, gagal dalam segala hal.
“Aaah ….” Shoera memegangi dadanya yang sesak, ia tidak sanggup lagi menahan air matanya hingga merembes melewati pipinya. Shoera meniup nafas pelan serta menghapus basah di wajah. Membawa pandangannya pada jalanan sepi lewat jendela mobil, tiba-tiba saja sekelebat bayangan ibunya terlintas di kepala nya. Tersenyum, menghangatkan hatinya yang buruk.
‘Tolong jangan menyalahkan aku.’ benaknya, menengadahkan kepala untuk menahan air matanya yang terus menerus mendesak keluar.
Sementara di tempat lain, Rigel duduk di tepi ranjang tanpa sehelai pakaian. Diam dengan pikiran kacau. Setelah mendapatkan puncak kenikmatan dari Shoera. Wanita itu segera pergi, meninggalkannya tanpa mengatakan sepatah katapun. Rigel berdecak, apa perlakuannya terlalu kasar? Menindas wanita itu tanpa belas kasihan. Lagi-lagi ia berdecak kesal, bukan salahnya jika dia kejam, tapi salah Shoera yang sudah mencampakkannya saat begitu ia mencintai wanita itu. Pembalasannya belum sebanding dengan pengkhianatan Shoera.
Rigel beranjak menuju kamar mandi, masuk ke dalam bilik kaca lalu menekan shower, mengizinkan air membasuh tubuh kekarnya. Rigel mendongakkan wajahnya ke atas, wajah Shoera mulai mengusiknya terutama tatapan sendu wanita itu.
"Sial!" teriakannya bergema dalam kotak mandi itu.
***
Shoera meletakkan buket bunga di makan ibunya, ia datang menyapa untuk meluapkan rasa rindunya. Sudah lima tahun mereka berpisah karena kematian.
"Mama, apa kabar?" tanya Shoera, mengusap batu nisan, pada batu itu masih jelas tercetak nama, tanggal lahir dan tanggal kematian ibunya. "aku merindukanmu." katanya, di balik kacamata hitamnya kini matanya sudah mendung. "Maafkan aku setelah kau pergi kehidupanku begitu buruk. Aku gagal hidup bahagia seperti yang kau pesankan." ucapnya. Ia mengingat kembali kepergian Ibunya, lima tahun silam.
Shoera berlari di lorong rumah sakit dengan keadaan panik mencari letak UGD tempat ibunya berada. Langkah kakinya terhenti di depan pintu UGD, ia menarik nafas dalam-dalam dan memutuskan masuk mencari keberadaan Ibunya.
"Suster, pasien bernama Nyonya Haley ada dimana?" tanya Shoera pada perawat yang melintas.
"Disana."Shoera mengikuti arah tangan perawat menunjuk satu bangsal yang sedang dikelilingi petugas medis.
"Terima kasih," Shoera berlari menghampiri. "Mama." panggilnya setelah melihat keadaan Ibunya. "apa yang terjadi?" tanya Shoera, tim medis masih berusaha menghentikan pendarahan di kepala Haley.
"Anda ditunggu di ruang administrasi untuk mengisi data pasien."kata perawat.
"Tapi, ibu say __"
"Dokter akan melakukan yang terbaik, kami membutuhkan tanda tangan persetujuan keluarga untuk tindakan operasi pasien."
"Memangnya Mama kenapa suster? Dia hanya terjatuh kenapa harus ada tindakan operasi?"
"Dokter akan menjelaskan setelah anda mendaftarkan pasien terlebih dahulu."ucap perawat menjelaskan.
Shoera mengikuti perawat keluar ruang UGD untuk melengkapi prosedur rumah sakit.
Setelah menyelesaikan semua prosedur yang diminta perawat, Shoera kembali ke ruang UGD. Menunggu gelisah kabar ibunya dari dokter yang menangani ibunya. Ia merogoh ponsel dari dalam tas kemudian menghubungi Rigel. Tetapi, nomor pria itu berada di luar jangkauan. Berkali-kali Shoera mencoba menelpon hasilnya tetap sama. Tim medis mendorong pasien di atas brankar menuju ruang operasi untuk mendapatkan tindakan.
Shoera bergegas menghampiri memegang tangan Haley seraya mengikuti langkah para medis mendorong brankar tersebut. "Berikan aku waktu, tolong." kata Shoera tepat pintu ruang operasi terbuka lebar.
"Baiklah, lima menit." paramedis menjauh.
"Mama, aku tidak akan bertanya apa yang terjadi. Tapi, setelah keluar dari ruang operasi Mama harus cerita yang sebenarnya." ujar Shoera.
Haley tersenyum sekalipun ia merasa kesakitan di bagian kepalanya yang pecah.
"Putriku, apapun yang terjadi pada Mama tetaplah hidup bahagia. Harus, oke? Mama menyayangimu." ucap Haley dengan nada bergetar.
Shoera mengangguk cepat, menahan air matanya agar tidak terjatuh di lihat ibunya. "Aku tunggu disini, Mama. Aku menyayangimu." Shoera mencium pipi pucat Haley dan menyerahkan ibunya ke tangan para petugas medis.
Belum lama Haley masuk ke ruang operasi dokter keluar mendatangi Shoera.
"Dokter?"
"Maaf kami sudah berusaha tapi, beliau memilih pergi." ucap dokter, memeluk Shoera. Gadis itu kemudian histeris dengan kesedihannya.
"Ah yang benar saja, aku memoles wajah sebelum datang kesini supaya terlihat cantik olehmu. Tapi, lihatlah riasanku hancur karena air mata sialan ini. Ck, aku sangat cengeng hahaha." ucap Shoera tertawa, ia melepas kacamata kemudian menghapus air matanya. "Baiklah, aku akui kali ini datang dengan hati yang hancur. Mama pasti tahu bukan? Aku bertemu kembali dengan Rigel. Dia sangat marah padaku." Shoera terdiam sebentar. " Jangan marah, aku terpaksa tidur dengannya. Aku tidak punya pilihan. Maafkan aku." gumamnya dalam hati.
***
Pelayan menyeduh segelas teh hijau untuk Kalani, sepotong cake lembut juga tersaji sebagai sarapan wanita itu. "Silahkan nyonya," kata pelayan lalu menjauh dari tempat itu.
"Kau tidak sarapan?" tanya Kalani pada putranya.
Rigel mengabaikannya, kesal pada Kalani. Dia protes karena telah memberikan alamat apartemennya pada Elsa.
"Ah kau sangat pemarah. " Kalani mencicip teh lalu menikmati cake.
"Apa aku harus pindah juga?" tanya Rigel.
“Dia calon istrimu, dia berhak tahu kau tinggal dimana.” Kalani membela diri dengan amat tenang.
“Bahkan sekalipun dia sudah menjadi istriku, aku tetap butuh privasi.” Rigel.
“Darinya?”
“Darinya dan dari Mami juga.”
“Rigel! Kau?” Kalani mendesah panjang, mengambil tisu untuk membersihkan sudut mulutnya. Ia melihat putranya yang keras kepala. Di mata putranya hanya ada kemarahan untuknya. Dan itu sudah lama, sejak Kalani mengusir Shoera dari kehidupan putranya.
“Ini sudah sekian lama, dan kau masih saja marah pada Mami.”kata Kalani menyinggung masalah lama mereka yang tidak pernah ada akhirnya. Rigel menarik sudut bibirnya serta membawa wajahnya berpaling dari tatapan Kalani.
“Andai dia wanita baik-baik, dia tidak akan menerima uang yang Mami berikan.” Sambung Kalani.
“Dan Shoera tidak akan pergi, andai Mami tidak menawarkan uang itu.” Sahut Rigel ketus.
“Ck, kau masih saja buta. Jelas alasan wanita itu menempel karena uang. Begitu dia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia langsung menghilang.” ucap Kalani, ia menyesap teh hijau miliknya yang masih mengeluarkan uap panas.
“Apa masalah jika dia mencintai uangku?"
"Uang keluarga Seema Rigel. Jangan lupa kau hanya mahasiswa manja yang bisanya hanya pacaran saat itu."sahut Kalani.
"Seolah Mami lupa kalau dulu Mami juga bersama Papi karena uang.” Singgung Rigel.
Kalani tersenyum kecut,”Mami berasal dari keluarga kaya, Rigel. Berkat warisan yang Mami punya Seema semakin terkenal. Jadi jangan samakan aku dengan wanita itu. Mami membawa keberuntungan di keluarga Seema sementara wanita itu hanya mengandalkan tubuhnya. Itu sebabnya Mami mengusirnya dari kehidupanmu.” Tegas Kalani mengingatkan Rigel tentang asal usulnya.
Rigel mendengkus, beranjak dari duduknya. Bersiap untuk meninggalkan ibunya. Karena jika dia lebih lama duduk bersama Kalani. Percayalah, penghinaan akan semakin tajam pada wanita yang kini kembali berkeliaran di kepalanya.
“Pikirkan untuk kembali ke rumah ini. Kau sudah terlalu lama menyendiri disana.” ucap Kalani menghentikan langkah Rigel.
“Aku akan pulang ke tempat yang membuatku nyaman.” ucapnya meninggalkan rumah besar Kalani.
Sopir membuka pintu mobil untuknya kemudian menutup kembali setelah Rigel duduk dengan nyaman di bangku penumpang. Pria berpakaian safari itu masuk ke dalam mobil dan bersiap menyetir mobil sang tuan.
“Kantor.” kata Rigel dari tempat duduknya.
“Baik tuan,” Mobil melaju pada tujuan sesuai permintaan Rigel. Rigel tampak sibuk mengamati layar pergerakan perdagangan saham di layar ponselnya. Sang sopir menginjak rem pelan saat tiba di lampu merah, menarik perhatian Rigel dari layar ponselnya. Ia melihat keluar lewat jendela mobil dan tidak sengaja melihat Shoera berdiri mematung dengan pandangan kosong di depan lampu merah.
“Tuan, bukankah itu Nona Shoera?” tanya sang sopir melirik majikan dari kaca spion.
“Saat Bapak melihatnya berpura-puralah tidak mengenalnya.” kata Rigel membawa matanya kembali pada layar ponsel. Namun, itu tidak berlangsung lama karena detik kemudian pemuda itu sudah mengangkat kepala dan mencuri pandang wanita di luar mobil.
Lampu merah berganti hijau. Mobil mereka pun melewati Shoera yang masih berdiam diri disana. Rigel terus mengawasi lewat kaca spion, hingga wanita itu menghilang dari pandangannya.
***
Shoera tidak sengaja lewat kontrakan tempat tinggalnya dulu, ia membaca tulisan dikontrakkan pada daun pintu bekas kontrakannya. Shoera mengingat ucapan pemilik kontrakan, bahwa seluruh kontrakan itu akan diratakan oleh pemilik barunya.
'Mungkin tidak jadi diratakan,'
Shoera menghampiri pemilik rumah yang bertempat tinggal di lokasi itu juga. Ia ingin menempati kembali bekas kontrakannya jika pemilik rumah mengijinkannya. Shoera mengetuk pintu pemilik kontrakan.
“Sebentar,” sahutnya dari dalam, tidak lama kemudian pintu dibuka dari dalam.
“Nyonya,” sapa Shoera ramah. Pemilik rumah sedikit terkejut melihat wanita itu di depan rumahnya.
“Aku sudah mengembalikan uang sewamu,” ujar pemilik kontrakan.
“Oh, iya aku sudah menerimanya. Terima kasih banyak, nyonya."
“Lalu ada keperluan apa kesini?”
“Aku tidak sengaja lewat dan melihat tulisan pada daun pintu bekas kontrakanku. Aku belum menemukan tempat yang cocok untuk ditinggali Nyonya.”
Wanita itu paham maksud ucapan Shoera, ia menarik nafas berat. “itu tidak dikontrakkan.” katanya.
“Nyonya apa maksudnya, jelas-jelas tertulis disana dikontrakkan. Anda sepertinya sangat membenciku, ada apa?” tanya Shoera tidak terima.
“Baiklah, rumah itu memang dikontrakkan untuk semua orang yang berminat tinggal disana kecuali kamu.”
“Tetapi kenapa? Aku tidak mengerti.”
Pemilik rumah menarik nafas lelah, “kau melukai perasaan seseorang, jadi dia memintaku mengusirmu.” kata wanita itu, berterus terang.
Shoera mengernyit bingung,”S-siapa, Nyonya? Aku tidak pernah menyinggung perasaan tetangga disini.” tanya Shoera.
“Bukan tetangga disini,"
"Lalu?"
"Dia seorang pria, kalau tidak salah, namanya ..." Pemilik rumah mencoba mengingat. "Seema. Iya, benar. Namanya tuan, Seema."
"Rigel Seema?"
"Ah entahlah, saya tidak tahu nama depannya. Jika kau mengenalnya pergi dan tanyakan kenapa dia memintaku mengusirmu.”
"Anda mengusirku karena pria itu?”
“Dia memberikan tiga puluh juta untuk mengosongkan tempat tinggalmu.” jelasnya.
Shoera termangu dan tersadar kemudian dari diamnya setelah pemilik rumah menutup pintu rumahnya. Shoera meninggalkan tempat itu. Memesan ojek online untuk membawanya kembali ke rumah sakit.
***
Ketukan di pintu menghentikan Rigel mendesain ring perhiasan pada layar tabnya. Aro masuk menghampiri membawa berkas.
“Ini informasi mengenai pria itu.” Aro meletakkan berkas di depan Rigel.
Pertemuannya di rumah sakit dengan pria yang bernama Elang membuat Rigel penasaran akan pria itu.
“Untuk apa mencari tahu tentang pria itu? Kau bilang Shoera hanya masa lalu untukmu.” Lanjut Aro duduk berhadapan dengan Rigel.
“Gantikan aku meeting dengan klien.” Rigel memberikan berkas bahan meeting untuk Aro, mengabaikan pertanyaan asistennya itu.
Aro berdecak malas mengambil berkas itu dari tangan Rigel “lakukan dengan benar, jangan sampai ada kesalahan.” tuntut Rigel.
“Aku tidak pernah gagal menyelesaikan pekerjaanku. Menyebalkan, pekerjaanmu hampir semua beres di tanganku.” Aro menyombongkan dirinya.
“Itu sebabnya aku membayarmu tinggi bekerja di tempat ini.” Balas Rigel dengan santai.
Aro mendengkus, membawa berkas meeting keluar dari ruangan itu.
Rigel mulai memeriksa data Aro tentang Elang, tanpa satu kata yang terlewatkan, dan pada halaman berikutnya, ia mengernyit bingung membaca satu pernyataan dalam berkas. Mengenai pernikahan Elang dengan Shoera.
“Tidak mungkin.”