"Untuk apa aku melakukan itu? Kau pikir aku orang bodoh? Orang yang paling ingin aku hindari dalam hidupku adalah kamu!" Balas Shoera mengeraskan suaranya.
Rahang Rigel mengetat. Kemarahan tercetak jelas di wajahnya, dengan cepat tangannya meraih dagu Shoera."Menghindar katamu? Baiklah, kita lihat apa bisa kau menghindariku setelah ini." Ucap Rigel melotot. "Perbaiki mobil itu hingga kembali seperti awal atau ku tuntut kau!" Tambahnya penuh penekanan.
"Itu hanya lecet kecil."
Rigel melepas kasar dagu Shoera. "Lecet kecil? Pram," panggil Rigel.
"Iya Tuan?"
"Bawa motor wanita ini ke bengkel, akan kutunjukkan harga dari kesalahan yang wanita ini lakukan." ucap Rigel menatap sinis Shoera.
"Baik, Tuan." Rigel memberikan kunci motor pada Pram sang sopir, kemudian menarik kasar tangan Shoera menuju mobilnya.
"Apa-apaan. Hei, kau mau apa?" Shoera berusaha melepas tangan Rigel dari pergelangannya.
"Naik!"
"Nggak!"
Rigel mendorong Shoera masuk ke dalam mobil lalu menutupnya.
"Gila!" Shoera mengusap bekas cekalan Rigel pada pergelangan tangannya. "Astaga dia benar-benar kasar." gerutunya, melihat Rigel yang sudah duduk di bangku kemudi.
***
Setibanya di bengkel besar langganαn Rigel. Shoera keluar dari mobil, mengikuti langkah Rigel menemui pemilik bengkel.
"Pak Rigel. Apa ada masalah dengan mobil anda?" tanya pria berkulit hitam manis khas india, datang menyambut.
"Ada lecet di bagian belakang mobilnya. Tolong diperiksa katakan berapa estimasi biaya perbaikannya." kata Rigel.
"Baik pak, kalau begitu anda silahkan duduk menunggu di kantorku." Kata pemilik bengkel.
"Tidak perlu, mari saya tunjukkan mobilnya." Rigel melangkah menuju mobilnya.
Pemilik bengkel, Shoera dan, montir mengikutinya dari belakang. Rigel menunjuk baretan yang di sebabkan motor Shoera.
"Coba periksa." ucap pemilik bengkel pada montirnya.
"Tidak ada penyok." kata Montir setelah memeriksanya. Shoera lega mendengarnya, ia mengusap dadanya.
"Bagian lecet kita bisa perbaiki dengan mengecatnya."
"Biayanya?" tanya Rigel.
"Pak Rigel mau cat asli buatan pabrik mobilnya atau __"
"Tentu saja. Cat asli berkualitas baik dan pastikan jangan sampai mengecewakan." balas Rigel melirik sinis Shoera.
"Baik pak. Mobil bisa di bawa balik sampai kami mendapatkan catnya."
"Biayanya?"
"Ummm, sekitar delapan sampai sepuluh juta." kata pemilik bengkel.
"Kau dengar itu?" tanya Rigel menarik sudut bibirnya, melihat wajah tercengang Shoera.
"A-anda tidak salah? Sepuluh juta? Hanya lecet kecil dan tidak membutuhkan banyak cat." ucap Shoera.
"Memang hanya kecil Nona, tapi cat ini asli dari pabrik mobilnya."
"Pak, kenapa harus menggunakan cat asli. Anda bisa menutupi bagian lecet itu dengan cat biasa. Cat kiloan yang harganya sembilan ribuan."
"Mobilku bukan rongsokan seperti kamu." tukas Rigel.
"Yak. Kau benar-benar kasar." Teriak Shoera.
Rigel memberi kode dengan jarinya supaya montir dan pemilik bengkel meninggalkan mereka.
"Jadi bagaimana kau membayarnya?" tanya Rigel.
"Kau mencoba memerasku?"
"Apa telingamu bermasalah? Kau jelas mendengar apa kata pemilik bengkel."
"Aku tidak punya uang sebesar itu, Rigel. Terserah jika kau mau menuntutku ."
Rigel mengambil dagu Shoera, memindai wajah kecil Shoera, wajah yang selalu ia kecup dimasa lalu mereka.
"Aku tidak akan menuntutmu tapi, kau bisa menjalin kesepakatan denganku."
"K-kesepakatan apa?"
"Bayar sepuluh juta atau kau bisa berbaring di ranjangku malam ini. Bagaimana?" bisik Rigel di wajah Shoera.
Jantung Shoera berdebar merasakan nafas hangat Rigel menyentuh wajahnya, wanita itu menepis tangan Rigel dari dagunya. "Apa katamu?” tanyanya gugup.
Rigel tersenyum miring, mengeluarkan kartu nama dari dompet, ia mengambil tangan Shoera lalu meletakkan benda tipis bertinta emas itu di telapak tangan Shoera.
"Pikirkan baik-baik tawaranku. Uang atau tubuhmu." katanya setengah berbisik, lalu menyelipkan anak rambut Shoera ke belakang telinga. "Aku berharap yang kedua." Rigel mengerlingkan sebelah matanya.
"kau punya waktu memikirkannya, Shoera. Hubungi aku dan jangan membuatku kecewa." ucapnya lalu beranjak pergi setelah menggoda Shoera dengan sengaja meniupkan nafasnya di wajah wanita itu.
Shoera mengepalkan tangannya kuat-kuat, menatap punggung Rigel berjalan menuju mobilnya.
***
"Aku tidak habis pikir, kenapa hidupku tiba-tiba bermasalah dengannya." ujar Shoera menceritakan apa yang terjadi dengannya.
"Dia menuntut kamu?" tanya Azura, heran.
"Dan aku tidak punya uang sebanyak itu. Sepuluh juta Azura. Cat macam apa itu? Apa cat itu terbuat dari lelehan emas. "Shoera menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.
"Apa dia sama sekali tidak prihatin dengan kehidupanmu?" tanya Azura.
"Prihatin?" Shoera terkekeh."Dia mencariku untuk balas dendam. Membuatku menderita. Dia mengatakan itu langsung padaku, Zura."
"Astaga pria ibl!s. Kenapa dulu kau pacaran dengannya?"
"Entahlah."
"Dasar pria pendendam."
"Sekarang aku sangat membencinya, Azura." Shoera mengembuskan nafas kasar. Ia menyedot es teh miliknya lewat sedotan.
"Kau sudah makan?" tanya Azura memperhatikan temannya itu.
"Umm, seduh mie cup."
Azura memperhatikan arloji di pergelangan tangannya, kemudian merogoh isi dompetnya.
"Belikan cake untukmu. Mie cup tidak cukup. Kau harus sehat untuk Sky." katanya memberikan uang untuk Shoera.
"Zura …,terima kasih banyak. Kau teman yang sangat baik, entah bagaimana hidupku tanpamu." Shoera menggigit bibir, matanya sudah berkaca-kaca.
"Jangan berlebihan, kau tetap hidup tanpaku. Lagipula aku hanya membalas sedikit kebaikanmu di masa lalu."
"Tetap saja kau sangat baik bagiku." Air mata Shoera akhirnya terjatuh juga.
Azura berdecih mengulurkan tangan menyeka cairan bening di sudut mata sahabatnya itu. "Masalah mobil pria itu. Mungkin aku bisa membantumu setelah gajian." katanya.
"Tidak perlu, Zura. Kau harus mengirim biaya kuliah adikmu. Aku akan bicara dengan Rigel dan memohon supaya dia memberikan aku waktu." Ujar Shoera.
"Biaya kuliah bisa ditunda."
"Tidak, tidak. Kau harus mengutamakan adikmu. Terima kasih Zura, kau berada disisiku saja itu sudah sangat membantuku. Aku mohon jangan membuatku merasa tidak nyaman."
"Ih kau ini. Dulu kau membantuku. Apa yang aku lakukan sekarang tidak sebanding dengan kebaikan yang aku dapat darimu."
"Tapi saat ini ada yang lebih utama." Shoera mengusap punggung tangan Azura.
"Baiklah, aku berharap kau berhasil membujuknya."ujar Azura dan diangguki Shoera.
Azura tersenyum kecil "Tapi kau masih ada hutang penjelasan, Shoera." ucapnya.
"Penjelasan apa?"
"Lima puluh juta."
"Astaga Zura."
"Cepat katakan kau dapat dari mana?"desak Azura.
Shoera menunduk menyembunyikan wajahnya yang pias. "Aku janji akan cerita tapi, nanti setelah aku benar-benar siap." kata Shoera dengan kepala tertunduk.
"Ah, baiklah. Jangan ceritakan kalau itu sangat privasi. Aku tidak akan penasaran lagi." Azura merasa bersalah.
"Tidak apa-apa, aku janji."
Azura mengangguk, "oke, aku tinggal ya, jangan lupa isi perutmu." pesan Azura. Ia beranjak dari tempat duduknya lalu meninggalkan Shoera di kantin rumah sakit.
Shoera melihat dua lembar uang pecahan seratus ribu rupiah yang diberikan Azura padanya. Ia merasa malu pada dirinya sendiri karena sering membuat Azura kerepotan akan dirinya.
***
"Kau semakin sukses, Rigel. Mami senang melihatnya." puji Kalani menatap Rigel di hadapannya. Rigel tampak sibuk dengan ponselnya.
"Kita bicara ke intinya saja," ucap Rigel tanpa melihat lawan bicaranya.
Kalani tersenyum simpul, mengambil gelas teh miliknya dan menyeruput isinya. Kalani masih sangat anggun di usianya yang sudah tidak muda lagi. Kalani meletakkan gelasnya di atas meja tanpa suara.
"Ini mengenai hubunganmu dengan Elsa. Sudah saatnya hubungan kalian diperjelas."
"Elsa ambasador di perusahaan Seema . Tidak ada hubungan yang spesial selain rekan kerja." balas Rigel dengan santai.
"Tapi, Mami menginginkan lebih dari rekan kerja, Rigel. Usiamu sudah cukup untuk menikah." Kalani mengingatkan putranya yang tidak lagi muda.
"Mami inginkan Elsa menjadi bagian keluarga kita. Menikalah dengannya." ucap Kalani terus terang.
Rigel menarik sudut bibirnya."Apa Elsa memenuhi kriteria sebagai menantu untuk, Mami?
"Tentu. Semua yang diinginkan pria ada pada diri Elsa. Cantik, berpendidikan tinggi dan lulusan universitas ternama di London. Dan dia juga dari keluarga terhormat, bisnis ayahnya sedang menyebar luas di setiap kota besar di negara ini." ujar Kalani bersemangat.
Rigel terkekeh garing. Status atau level, itulah alasan ibunya memilih Elsa. Bukan karena cinta. Bagi keluarga Seema tahta lebih penting dibandingkan cinta. Itu sebabnya Kalani memisahkan Shoera darinya. Dan sialnya wanita bodoh itu setuju. Menghilang dalam waktu yang sangat panjang.
"Aku tidak menyukai Elsa. Kau sudah bertanya tentang perasaan Elsa padaku?"
Kalani tersenyum, "Elsa sangat menyukaimu."
"Sampaikan pada Elsa bahwa aku tidak tertarik secara emosional padanya. Jangan menyesal hidup tanpa cinta dariku."
"Jangan cemas Rigel. Cinta bisa saja tumbuh saat kalian bersama nanti."
"Terserah." ucap Rigel menyerahkan semua keputusan di tangan Kalani.
Di tempat lain. Shoera tampak sumringah menatap layar laptopnya. Dari sekian banyak lamaran kerja yang ia kirimkan, akhirnya satu perusahaan memanggilnya untuk interview. Shoera tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Bekerja menghasilkan uang untuk biaya pengobatan Sky.
Shoera melihat Sky di bangsal, ia mengambil tangan anak itu dan menggenggamnya erat.
"Jangan takut, semua akan membaik. Kau akan sehat kembali. Bertahanlah sayang." gumamnya.
"Shoera." Panggil Azura dari pintu.
"Zura aku ada kabar baik." sahut Shoera.
Azura menghampiri dengan raut penasaran. Kabar apa yang membuat wajah temannya itu berbinar cerah.
"Apa?"
"Aku dapat panggilan interview di perusahaan Magasta."
"Oh iya, bagus itu. Kapan?" Azura turut bahagia.
"Hari ini jam sepuluh. Aku baru dapat surelnya."
"Kau pasti berhasil. Apa aku bilang, Tuhan pasti memberikan jalan keluar dari masalahmu." peluk Azura.
"Makasih, Zura.” balas Shoera memeluk sahabatnya itu. “Tapi …,”
Azura melepas pelukannya, “tapi apa?Kau tidak ingin kesana?” tanya Azura.
“Mana mungkin. Aku sangat menginginkan pekerjaan ini.” gumam Shoera.
“Lantas kenapa ada kata tapi? Pergi pulang dan bersiap. Perhatikan penampilanmu biar memberi kesan yang baik.”
“Zura, menurutmu apa mereka akan mengungkit masalah kasus rumah sakit?" tanya Shoera, cemas.
"Jangan pikirkan itu, aku yakin kali ini kamu akan berhasil bekerja disana."
Shoera mengangguk, "baiklah. Aku titip Sky,"
"Oke, pergilah."
Shoera memasukkan laptopnya ke dalam tas, lalu mencium lembut kening Sky yang sedang tidur.
"Aku pergi, ya." Pamit Shoera pada Azura dan sahabatnya itu mengangguk.
***
Shoera duduk diantara kandidat pelamar kerja. Menunggu giliran dipanggil. Ia tampak tegang melihat sekitarnya.
"Atas nama Shoera," panggil seorang wanita dari depan pintu HRD.
"Iya, saya bu." sahut Shoera.
"Silahkan masuk." ucap Asisten HRD membuka pintu ruangan untuk Shoera.
"Terima kasih." Shoera memasuki ruangan HRD.
"Selamat siang, silahkan duduk." HRD mempersilahkan shoera duduk.
"Siang pak, terima kasih." Shoera duduk dan meletakkan berkas miliknya di atas meja.
"Perkenalkan diri anda," ujar pria itu tanpa melihat Shoera.
"Nama saya Shoera, usia dua puluh enam tahun. Pendidikan terakhir saya sarjana kedokteran ___"
"Sarjana kedokteran?" Hrd menyela perkenalan Shoera, kening pria itu berkerut.
"Iya, pak."
"Anda mengirim lamaran kerja pada perusahaan jasa. Dan maaf kami lalai memanggil anda."
"Tidak apa-apa pak, saya membutuhkan pekerjaan ini." ujar Shoera.
Hrd memeriksa resume Shoera, perusahaan mereka bergerak di bidang Ekspedisi. Dan wanita ini seorang dokter.
"Kenapa tidak melamar sesuai profesi anda?"
"Terkadang kita tidak bisa hidup sesuai dengan keinginan kita, pak."
HRD mengangguk, "boleh di jelaskan kenapa anda keluar dari tempat kerja anda sebelumnya?"
Shoera menelan ludahnya," s-saya berhenti karena sesuatu." lirihnya.
"Nama Rumah sakit tempat anda bekerja sebelumnya?"
Shoera berdebar."Rumah sakit K.H." ucapnya pelan.
Sebentar pria itu memeriksa rumah sakit tempat Shoera bekerja lewat layar laptopnya. Mencocokkan data pada berkas Shoera. Rona wajah HRD berubah pias membaca hasil pencariannya.
"Anda cukup terkenal disana. Kasus Malpraktek menyebabkan kematian terhadap pasien." Sambungnya.
Shoera tersenyum kecut. "apa di CV aku tertulis begitu pak?" tanya Shoera. Dia kesal, pria itu mencari tahu tentang dirinya.
"Bukan disini tapi__"
"Artinya?" Shoera menyela.
"Maaf, dengan hormat saya menolak anda bekerja di perusahaan ini."
"Pak,"
"Silahkan keluar," ujar HRD mengembalikan berkas lamaran Shoera.
Shoera beranjak dari tempat duduknya, membawa langkahnya keluar ruangan itu.
"Menyebalkan." gumamnya, menatap kesal pintu bertuliskan ruang HRD.
Shoera kembali ke rumah sakit dengan perasaan sedih, mendorong pelan pintu ruang rawat Sky. Pria kecil disana masih terlelap di bangsalnya.
Shoera duduk setelah meletakkan tas diatas nakas. Ia menghela nafas lelah, dan pelan menyentuh tangan Sky yang terbebas dari jarum suntik. Mengelusnya lembut dengan ibu jarinya.
Apa yang harus aku lakukan Sky? Mereka menolak dengan alasan yang sama, ck.
Shoera menghela lelah, ia menoleh ke arah pintu. Disana Azura berdiri memperhatikannya.
"Seharusnya aku tidak pergi kesana Azura."
Azura menipiskan bibirnya, tanpa penjelasan ia sudah mengerti apa yang sedang dialami sahabatnya itu.
"Setidaknya kau sudah mencoba Shoera." Azura menghampiri, meletakkan tangan di bahu Shoera. "Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja."Hiburnya.
Shoera tersenyum tipis, menatap wajah pucat Sky di bangsal.
***
Sore hari Shoera menyempatkan pulang ke kontrakan untuk mandi dan berganti pakaian. Namun, sesampainya disana. Ia tercengang melihat pemilik kontrakan mengeluarkan semua barang-barangnya. Shoera bergegas mendekat.
"Nyonya apa yang anda lakukan? Aku sudah membayar biaya sewa untuk bulan ini. Kenapa mengusirku?" Tanya Shoera meminta penjelasan pemilik rumah.
"Maaf, Nona. Rumah ini sudah dijual. Aku akan mengembalikan biaya sewa Nona yang sempat aku terima."
"T-ta-api, ini tidak adil. Anda tidak boleh mengusir barang-barangku tanpa izin."
"Pemilik rumah benar-benar tidak sabar untuk merubuhkan semua kontrakan ini dan membangun menjadi gedung. Aku tidak bisa menahannya."
"Nyonya menerima uangku dan tidak membahas ini sebelumnya. Anda keterlaluan, lalu aku harus kemana?"
"Aih, aku sudah minta maaf. Nanti aku kembalikan uang sewamu via transfer. Silahkan bawa barang-barangmu dan tinggalkan tempat ini, pemilik rumah akan datang untuk memeriksa tempat ini." ujar pemilik rumah tanpa rasa bersalah. Wanita tua itu meninggalkan Shoera dalam keadaan bingung, memperhatikan barang-barangnya di luar rumah.
Sudut bibir Shoera berkedut, matanya basah, ia menggigit bibir menahan tangis. Ia duduk di depan kopernya lalu memeriksa isinya untuk dibawa pergi.