SG - 07

1720 Kata
Jika di Mahardika, sekolah high school yang dulu menjadi tempat belajar masa putih abu-abu, Jason santai saja jika telat. Ia hanya tinggal berurusan dengan Pak Koko sang guru BP, lari sepuluh kali dilapangan basket lalu beres. Tapi jika sekarang, tentu saja berbeda. Ia sudah menjadi Mahasiswa, apalagi ini di Petrida. Dan Jason telat masuk kelas Dosen---yang sejauh ini ia anggap galak dan tak berperasaan. Ia sudah kuliah hampir dua bulan dan Dosen galaknya itu mempunyai tabiat sebelas-dua belas dengan mantan guru BP Jason. Doyannya marah-marah sambil memamerkan perut mancungnya alias buncit. Bahkan, Jason pernah diusir dari kelas padahal menurutnya sepele. Ia hanya menonton kartun Mickey Mouse, mendengarkan musik EDM, dan terakhir adalah tidur sepanjang jam mengajar sang Dosen. Jason kena marah, dan ia paling tidak terima jika dilarang-larang. Akhirnya ia membentak balik sang Dosen. Besoknya, Ines sang Mama harus berurusan dengan pihak kampus karena belum apa-apa sudah mengacau. Entah kapan Jason akan berubah. "Jason Argadhika, kamu telat lagi dikelas saya. Jangan anggap sepele jurusan Hukum apalagi pelajaran saya." Itu suara Dosen yang Jason ajak musuhan. Namanya Pak Dola, dan Jason sering memplesetkannya menjadi Dora the explorer cihay-cihuy yang sedang mencari mangsa. "Saya kesiangan, Pak. Yang penting saya dateng dan ikut kelas Bapak," jawab Jason dengan santai. Bahkan saking cueknya, ia berjalan menuju tempat duduk melewati sang Dosen. Ampun sekali anak ini. "Jam mengajar saya tinggal sepuluh menit lagi. Lebih baik kamu keluar!" "Thank you, lho. Bapak ngertiin banget kalau saya lagi bosen kuliah. Dadah, Bapak. Makasih, Pak!" Jason langsung kembali berbalik untuk keluar kelas. Ia sempat melambaikan tangan pada teman-teman sekelasnya, sombong karena bisa terbebas dari kelas boring pak Dola. Ditempat berbeda, Ghea sedang berjalan dengan Alen dikoridor kampus. Alen yang sudah fix kuliah di Petrida ini mengambil jurusan Kedokteran dan Alen tak ingin terlalu berteman dekat dengan siapapun kecuali Ghea dan Adina. Ghea paham, mungkin Alen risih karena sekarang cowok itu menjadi idola nomor dua setelah Jason di Petrida. Banyak Kating yang blak-blakan meminta nomor Alen, dan cowok itu hanya menanggapinya santai. Jelas, karena Ghea tahu bahwa Alen itu cinta setengah hidup pada Abangnya sendiri. Miris. "Nggak papa nih lo rangkul gue, Len?" Ghea bertanya ketika sepertinya Alen tak ingin menjauhkan tangan cowok itu dari bahunya. Alen hanya menjawab, "Biar nggak ada yang mintain nomor gue lagi, Ghea. Tolongin, lah." "Oh, okey." Lalu tiba-tiba ada sebuah tangan yang memisahkan paksa tangan Alen dari bahu Ghea. Membuat gadis itu berbalik dan ingin melihat siapa orang yang tak sopan itu. "Gue cemburu, Alen!" Alen mendengus melihat Jason, pacar dari sahabatnya itu memasang wajah dramatis. "Dari SMA nggak berubah, tetep alay," sindir Alen. Jason tak menjawab, ia memilih menarik tangan Ghea agar ikut dengannya karena sejak pagi mereka belum bertemu. "i***t, ngapain lo tarik-tarik tangan gue?" Ghea merengek, dan Jason tak menjawab. "J!" "Semenjak Alen balik lagi, lo jadi makan siang sama dia mulu. Gue tahu ini najis, tapi gue cemburu. s****n lo!" "Lo s****n!" hinanya, tetapi Ghea ingin tertawa melihat Jason yang sepertinya benar-benar terusik. "Denger ya, J, gue sama Alen itu sahabat. Jangan berlebihan karena apa yang ada diotak lo itu nggak akan terwujud." Gue normal dan gue gak suka gay, tambah Ghea dalam hati. "Emangnya lo tahu apa yang gue pikirin?" Ghea mengangguk. "Lo pikir gue itu friendzone sama Alen 'kan?" "Sotoy," Jason memberi jeda, "orang sekarang gue lagi mikirin hal yang lebih penting. Yaitu meluk lo. Kangen, Yang." "Dih, najis." "Peluk, sini!" Jason langsung mendekap tubuh mungil itu, dan Ghea hanya terkekeh sambil menepuk-nepuk punggung Jason. "Lebay-nya pacarku ini..." tutur Ghea. "Diem, Yang. Diem, lagi enak." "Monyet." "He he he. I love you dulu deh. Hari ini belom bilang i love you." Ghea melepaskan pelukan kecil itu lalu ia merapikan sedikit poni sang pacar. "Udah kepanjangan kayanya nih poninya. Potong, ya?" Jason menggeleng, "Nggak mau, Bi." "Dikit aja." "Lo yang potongin 'kan?" "Iya," "Tapi abis itu masakin gue, ya? Oke?" "Oke." *** Ghea merebahkan tubuhnya karena ia merasa sangat pegal. Pulang kuliah tadi ia langsung ke rumah Jason untuk memotong poni dan memasakan cowok itu menu yang ia mau, sehingga sampai ke rumah sudah lumayan sore. Ponselnya bergetar, dan nama Jason terpampang jelas padahal beberapa menit lalu cowok itu mengantarkan Ghea pulang. Jason : Bi, gue sedih:(( Abighea : U napa? Jason : Si Bell kayanya lagi marahan sama si Ed. Mereka berdua demo pengen pisah aquarium:(( Abighea : Tinggal beli lg aquariumnya, syg ku. Pusing2 bgt dah ah Abighea : Dan lo tahu dr mana mereka kepengen pindah? Jason : Mereka berdua natap gue dengan tatapan tak biasa, Bi. Gue merasa tertindas:(( Setelah susah payah gue terjemahkan tatapan mereka, gue akhirnya tahu artinya. Abighea : ? Jason : Dari tatapan Bell, dia tuh ngomong, "J, aku mau pindah aquarium. Aku capek karena dibilang kurang seksi terus sama si Ed! Aku lelah, Mas J!! Lepaskan aku dari belenggu ini!!" gitu. Abighea : Hmm? Jason : Tapi gue belom tahu arti tatapan si Ed. Mungkin habis ini gue bakal beli kamus khusus bahasa cupang biar paham Abighea : b**o banget sih ah gue punya pacar -__- Jason : Gimana dong? Cupang kalau lagi marahan biasanya ngapain ya, Bi??? Abighea : Mana w tau. Udh ah w mau tidur. Jason : Yaudah sayang, selamat tidur❤❤❤ Haha najis Abighea : Najis! Jason : Oh iya, hari ini gue mau pemotretan. Mungkin gak ngabarin sampe malem. Abighea : Ghea melemparkan ponselnya pada tempat tidur lalu ia melangkah keluar kamar untuk pergi ke dapur karena merasa haus dan butuh yang segar-segar. "Kak! Kak! Buruan sini!!!" tiba-tiba Arianna menarik tangan Ghea dengan terburu-buru menuju pintu utama padahal Ghea belum sempat mengambil minum. "Bang Dammi bawa pacarnya!" Ghea lamgsung menghela nafas bosan. "Kaya yang baru pertama aja sih, Ri. Nggak usah heboh, ah." "Biasanya bang Dammi bawa cabe-cabean, tapi kali ini cewek baik-baik. Keliatannya." Akhirnya Ghea memperhatikan seorang gadis yang dibukakan pintu mobil oleh Dammi dan kakaknya itu mengajak sang pacar menuju pintu utama. "Dia 'kan kating gue, Dek," kata Ghea, sedikit kaget. "Masa? Dunia sempit, ih!" Dammi sudah berada di depan pintu, dan ia bingung melihat kedua adiknya berdiri seperti orang t***l. "Wahai para anak kucing, ngapain lu berduaan di depan pintu?" Dammi mengacak rambut kedua adiknya, sehingga Arianna langsung melangkah keluar rumah sedangkan Ghea menatap heran gadis yang berada disebelah Dammi. Dia Fey Deantry, seniornya. Beda jurusan, tapi Ghea tahu karena profil Fey bagus sekali. Bahkan secara diam-diam, selama dua bulan berkuliah di Petandra, Ghea ingin berprestasi seperti Fey dan aktif di kampus. Meski begitu terkenal dan banyak dipuji, Fey tak arogan, tetap humble. Menurut penelitian Ghea sih, begitu. Tapi sepertinya Fey tak kenal Ghea. "Dam, lo nggak mau ngenalin gue ke adik lo?" Deheman Fey membuat Dammi terkekeh lalu cowok itu menyuruh Ghea memperkenalkan dirinya sendiri karena ia pamit ke kamar mandi. Panggilan alam memberi kode. "Hai, gue Ghea dan gue tahu kakak," ucap Ghea. Fey menaikan sebelah alisnya, lalu tersenyum kecil. "Gue juga tahu lo, kok." "Oh, Bang Dammi cerita?" "Iya, tapi sebelum Dammi cerita, ada orang yang ngasih tahu lo siapa." "Siapa?" "Dari cowok lo, si Jason Argadhika. Oh iya, boleh gue masuk? Gue juga mau ke kamar mandi." Ghea mengangguk, menunjukan arah kamar mandi dirumahnya lalu setelah Fey pergi, ia mengerutkan dahinya. Dari Jason? Fey kenal Jason? Mungkin. Karena Jason 'kan nakal, terus Fey adalah Pres BEM, setara Ketos jika di SMA. Mungkin Jason dihukum Fey lalu bawa-bawa nama Ghea. Cowok itu memang benar-benar memalukan.  "Hai, Ghea." Ghea tersentak, lalu di hadapannya sudah berdiri sosok Alen. "s****n, gue kaget," keluhnya. Alen menahan tawa, "Sori. Lagian lo bengong." "Lo ngapain sore-sore ke rumah gue?" "Mau ngajak Dammi main PS." Alen menunjukan beberapa kaset dengan senyum berbinar. "Kayanya nggak bisa." "Lah, kenapa?" Ghea merasa tidak tega, tapi Alen harus tahu. "Abang gue lagi sama pacarnya, Len." "..." "Len, bang Dammi 'kan playboy, lo tahu sendiri. Tapi kayanya pacar dia yang sekarang beda, Len. Jadi..." "Paham kok," Alen mengangguk, masih tersenyum tetapi sedikit meredup. "Kalau gitu, gue pulang. Oh iya, titip kasetnya ke Dammi, ya." "Len, are you okey?" "Ghea, gay juga punya perasaan. Of course i'm broken. Tapi gue harus tahu diri. Dadah, Ghea. Gue pamit." Ghea mengambil kaset-kaset itu dari tangan Alen lalu memperhatikan sahabatnya yang sudah melangkah keluar dari halaman rumahnya. "Len, gue pengen lo sembuh. Gimana caranya, Len, bikin lo suka sama cewek?" *** Ketika mendapat pesan bahwa Ghea tidak mau keluar kelas karena sedang datang bulan dan darahnya tembus ke celana, Jason langsung meninggalkan jam pelajarannya untuk berlari ke gedung fakultas ilmu Bisnis dan Manajemen. Setelah sampai dikelas Ghea, pacarnya itu benar-benar tak bergerak dari duduknya. Padahal ruang kelas sudah kosong, tak ada kehidupan. "Bi," Jason mendekati Ghea, cowok itu langsung berjongkok dihadapannya. "Nggak bawa pembalut cadangan?" Ghea menggeleng dengan pelan, wajahnya sudah memerah karena malu dan ingin menangis. "Aku beli dulu di koperasi, ya?" tawar Jason. "Tadi udah titip temen, dan di koprasi abis." "Aku beli ke minimarket, deh. Tunggu sini, ya." "Lo ada kelas. J, lo bolos terus." "Buat lo, kok, bolosnya." Ghea menggeleng, "Gue nggak papa. Gue udah titip pembalut ke Adina, bentar lagi jam kuliah dia selesai." "Selagi lo nunggu Adina yang belum tentu dapet pembalutnya, gue cuma bakal diem aja, gitu? Nggak berguna banget gue. Sekarang, bangun." "Ma-mau ngapain?" Jason membuka semua kancing kemejanya lalu melepaskan kemeja itu dari tubuhnya. Ia berkata, "Tutupin yang tembusnya pake kemeja gue." "Nanti lo cuma pake kaos putih tipis aja. Udah, nggak usah. Gue tunggu Adina aja, J." Dengan hati-hati, Jason membuat Ghea berdiri kemudian ia melilitkan kemejanya pada pinggang Ghea sehingga noda merah pada celana gadis itu tertutup. "Beres 'kan? Yuk gue anterin balik. Gue juga bosen kuliah mulu dari pagi." Jason menggenggam tangan Ghea dan membawa gadis itu keluar dari kelasnya. "Kamu, bakal diliatin sama anak fakultas lain yang masih ada jam kuliah kalau begini caranya." Ghea berkata dengan suara kecil karena ia akan risih jika semua mahasiswa melihat Jason yang hanya memakai kaos tipis. "Bodo amat. Yang lain boleh liatin, yang penting aku liatnya kamu doang." "Gombal." Jason hanya terkekeh tanpa berniat melepaskan genggamannya pada jari-jari mungil Ghea. "Makasih, Sayang," gumam Ghea. "Huh, apa?" "Makasih." "Tadi ada ujungnya! Ayo katakan lagi, Neng!" desak Jason, bagai bocah TK. "Makasih, i***t b*****t pembuat onar yang doyan tauran." Jason tertawa, mengangguk-anggukan kepalanya dengan geli. "That's my girl. Sama-sama ya, Bi." "Sama-sama terus." "Terus. Terus, bakal sama-sama." "Amin, he he he." "He he he."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN