Jason melemparkan kotak s**u kosong pada tempat sampah yang berada dipojok ruangan. Ia merasa bosan sekali karena seharian, sendirian, ia hanya menonton Upin-Ipin sambil memakan buah pisang dan meminum sepuluh kotak s**u cokelat.
Dan Jason semakin bosan karena kedua kartun botak itu tidak lulus-lulus dari TK. Inginnya, Jason melihat Upin-Ipin menikah dan ada adegan malam pertamanya. Keren, Dude, tapi ternyata pikiran ngaco Jason itu tak terwujud.
Pintu ruang rawatnya terbuka, menampilkan sosok cowok dengan jaket kulit yang memasang ekpresi geli diwajahnya.
"J? Sehat?" sindirnya.
Jason pura-pura mendengus, "Masuk sini, Bang Rio. Tapi kalau nggak bawa makanan jangan masuk!"
Rio tertawa, ia melangkahkan kakinya untuk menghampiri Jason lalu menaruh satu plastik berisi nasi padang dan ia duduk disofa.
"Gue kira boongan pas lo bilang lo pengen ke RS."
"Yakali," jawab Jason.
"Kesan pertama K.O sama cewek gimana rasanya, J?" Rio kembali tertawa, membuat Jason langsung membuka kulit pisang lalu melahap buahnya.
"Gue belum tahu aturan fight di komunitas kalian, tapi kak Fey udah melintir tangan gue. Gue belom siap," bela Jason.
"No rules, J. Asal nggak ke kepala, sama alat vital."
Jason hanya berdehem.
"Tapi seru, 'kan?" Rio menaik turunkan alisnya.
"Seru,"
"Kapok?"
"Nggak, lah. Tapi, kalau buat gabung ke komunitas, gue nggak tahu. Gue nggak mau bikin nyokap khawatir."
"Asyik, dah, cowok badung yang sayang emak."
"Emak is number one, Bang. Senakal-nakalnya lo jadi cowok, lo harus tetep hormat walau kadang-kadang ngibul dikit. Ha ha ha."
Rio mengangguk setuju. "Bagus."
"Ngomong-ngomong, sejak kapan kak Fey belajar fight? Queen rescue dengan tampang suci tapi bisa melintir tangan gue sampe keseleo."
"Fey paling nggak suka kalau ada tindakan pem-bully-an. Menurutnya, kalau di bully ya harus dilawan. Kalau yang nge-bully udah main fisik, terus Fey bisa fight, dia jadi nggak usah takut. Disebut Queen Rescue karena dia suka belain korban bully yang sama kaya dia dulu."
"Kak Fey korban bully?"
Rio mengangguk, "Sewaktu SMA."
"Kayanya ada yang ngomongin gue."
Jason dan Rio langsung melirik ke arah pintu dan disana berdiri Fey dengan setelan santai membawa sekeranjang buah.
"Jason kepo, Fey," Rio terkekeh, "dia takut diplintir lo lagi."
"Payah," kata Fey sambil melangkah mendekati dua cowok yang menggosipkannya.
Jason medengus, tak terima disebut payah. "Lain kali kita duel lagi dan gue pastiin lo kalah."
"Sembuhin aja tangan lo dulu," jawab Fey.
Rio tertawa kencang, membuat Jason langsung meliriknya bingung. Tampaknya Kating nya itu hidupnya tanpa beban dan bahagia. Sekalian aman, tentram dan.... tambahin lah sendiri.
"Lo kesini sama siapa, Fey?" tanya Rio akhirnya setelah temannya itu duduk.
"Dammi."
"Oh..."
"Dammi? Keanu Dammian?" Jason menaikan sebelah alisnya, dan Fey mengangguk. "Serius?" tambahnya.
"Lo kenal Dammi?"
"Kalau Keanu Dammian yang lo maksud adalah si playboy cap s**u bikini, gue kenal."
"Iya, J. Si playboy!" seru Rio.
Fey langsung menoyor kepala Rio. "Sembarangan lo! Yang penting cowok gue ganteng, nggak kaya lo, jelek!"
Tunggu,
"Lo pacarnya Bang Dammi?" tanya Jason, cepat.
Fey mengerutkan dahinya, "Iya, kenapa?"
"Astaga. Sempit banget. Dammi itu Abangnya cewek gue!"
"Serius?!"
"Demi cupang unyu-unyu gue dirumah, serius deh, kak Fey!"
Fey tertawa, tak menyangka jika dunia nemang sesempit ini.
"Tapi, yang gue tahu mantan-mantannya bang Dammi tuh bringas semua. Oh, apa bang Dammi tahu kalau lo suka berantem?" tanya Jason.
Fey menggeleng, "Nggak. Dammi nggak tahu kalau gue bisa hajar orang dan gue nggak mau dia tahu. Cukup aja dia tahu kalau gue cewek kalem yang suka nolong korban bully."
"Berarti lo bohongin dia?"
"Kaya orang yang paling jujur aja sih lo, Jason."
"Gue jujur. Gue nggak pernah bohong sama cewek gue."
"Oh," Fey mengangguk-anggukan kepalanya. "Nggak pernah bohong, ya? Apa cewek lo itu tahu kalau tangan lo keselo gara-gara gue plintir?"
"..."
"Nggak 'kan, Jason? Dia nggak tahu 'kan? Awas bohongnya keterusan."
Jason menkawab, "Gue bohong karena gue nggak mau cewek gue khawatir."
***
Ghea sedang membujuk Dammi agar abangnya itu mengajarinya menyetir mobil, tapi nampaknya Dammi sudah kapok. Cowok beralis tebal itu tak mau mengeluarkan uang untuk ke bengkel lagi.
"Nanti gue beliin kaset PS deh, Bang!" bujuk Ghea.
Dammi langsung menggeleng. "Dilarang menyogok dan keputusan saya tetap bulat."
"Segitiga kek kali-kali."
"Saya tak mendengar Anda. Silahkan cari abang yang lain."
"Monyet." Ghea langsung mendengus, meninggalkan abangnya yang sedang mencuci mobil.
Lalu dari arah gerbang rumahnya berhenti sebuah mobil Audi hitam. Dari pintu penumpang depan mobil itu, keluar Arianna yang memakai setelan SMA-nya lalu gadis itu melambaikan tangannya pada si pengemudi. Ketika adiknya itu melangkah menuju rumah, Ghea tahu bahwa wajah Arianna babak belur.
"Bang, adek bontot lo bikin ulah lagi," adu Ghea.
Dammi hanya bersiul, pura-pura sibuk dengan mobil dan sabun.
"Bang, Kak, bagi duit dong."
Ghea menghampiri Arianna yang datang-datang main minta uang padahal wajahnya butuh diobati. "Muka lo kenapa?" tanyanya.
"Berantem."
"Arianna, lo itu anak cewek. Stop bikin ulah!"
"Gue nggak bikin ulah, gue bikin anak orang bonyok. t***l nih, nggak bisa bedain."
Adik durhaka mode on.
"Dek!" Ghea menaikan suaranya sedangkan Arianna memilih menghampiri Dammi yang pastinya akan membelanya.
"Gue dituduh ngerokok, Bang, sama cewek cabe-cabean di kelas gue. Gue nggak terima, ya gue ajak berantem aja di tengah jalan depan Sekolah," curhat Arianna.
Dammi menunjukan jempolnya, "Itu baru adek gue. Ada yang lo patahin?"
"Ada. Tangan sama hidung plastik tuh cabe gue patahin."
"Baaaang! Orang Rianna salah kok malah dibelain!" Ghea menyela, membuat Arianna dan Dammi menghela nafas bosan.
"Cowok lo aja gue liat berantem terus, dan lo nggak masalah. Jadi, kalau gue berantem, harusnya lo kalem juga, Kak," tutur sang adik.
"Susah ngomong sama lo, dan tadi siapa yang nganterin lo?"
Arianna mengangkat bahunya. "Cuma cowok asing yang misahin gue sama si cabe-cabean biar berhenti berantem. Dia nawarin nganterin gue, ya gue nggak tolak. Rezeki namanya."
Akhirnya Ghea hanya menghela nafas melihat kebandelan adiknya sendiri. Kelakuan Arianna tak beda jauh dari Jason semasa SMA, malah Arianna lebih parah.
Drtt....
Ponsel Ghea bergetar, dan disana terpampang jelas nama Jason.
Jason : Gue udh balik dari RS 2 hari yg lalu dan gue bosen dirumah :(
Abighea : Terus?
Abighea : Gue peduli?
Jason : Ya elah, b***h, gitu bgt :(
Abighea : Ha!!!
Jason : Ke kamar lo deh skrg. Buruan
Abighea : Apasih? G jls L myt
Jason : Gue itung sampe 3 ya klo lo gak ke kamar ntar gue berubah jadi manusia serigala. Banyak bulunya terus entar mengaung tiap malem dijendela kamar lo biar lo gak bisa tidur.
"b**o," kekeh Ghea dan entah mengapa ia malah melangkah menuju kamarnya lalu membuka pintu.
"Jason..."
"Miss you," Jason disana, merentangkan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya memeluk sebuket berisi coklat, bukan bunga. "Jalan yuk, Yang? Tapi gue nggak ada duit. Lo yang bayarin ya. He he he."
Inilah Jason-nya Ghea.
***
"Bi, main ask-answer, yuk?"
"Hmm."
"Ayo, seru deh."
Ghea menatap Jason yang sedang memakan es krimnya dengan blepotan. "Mau nanya apa emangnya?"
"Jadi mau nih? Asyik! Harus jawab jujur ya!"
Ghea mengangguk. "Lo duluan, entar gue jawab."
"Hari ini ** lo warna apa?"
"Eh, sialan."
"Jawab dong,"
Wajah Ghea langsung memerah. "Nggak. Gue nggak mau jawab!"
"Biar gue tebak." Jason menutup kedua matanya, lalu berkata, "Puja kerang ajaib. Wahai kerang, ** warna apakah yang saat ini dipakai Ghea?"
"Oke, berhenti. Jawabannya abu-abu dan gue nggak mau jawab lagi kalau pertanyaanya seputar barang pribadi!"
Jason terkekeh, karena sebenarnya ia hanya bercanda.
"Giliran lo, Yang. Tanya apa aja pasti gue jawab."
Gadis itu sedikit berpikir, "Lo..."
"Apa?"
"Lagi bohongin gue?"
"Maksudnya?"
"Lagi bohong sama gue. Entah apapun itu?"
"Nggak. Kenapa gue harus bohong? Oke, giliran gue."
"Kalau gitu, lo bakal bohongin gue nggak besok-besok?"
"Bi, giliran gue yang tanya."
"Jawab aja."
"Nggak. Jawabannya nggak, Abighea. Kenapa, sih?"
"Nggak papa. Ayo, giliran lo."
"..."
"Nanya apa, J?"
"Kalau misalnya nanti lo tahu gue bohong sama lo apapun itu, lo mau gimana?"
Ghea menatap Jason serius, lalu gadis itu menjawab, "Gue paling nggak suka dibohongin. Jadi,"
"Putus?"
"I don't know. Gue paling nggak suka aja ngejalanin hubungan tapi ada yang disembunyiin. Kalau masalahnya fatal, Maybe iya, gue lebih milih putus daripada dibohongin."
Jason tersenyum, didetik selanjutnya ia menggenggam tangan Ghea yang berada di atas meja. "Jangan putus. Tampar aja, karena balikan sama lo bakal susah."
"Lo bilang kaya gini seakan-akan lo berniat bohongin gue."
Jason langsung menggeleng. "Bukan gitu, tapi hari esok tuh nggak ada yang tahu, Bi. Jadi... apapun masalahnya nanti, karena hubungan nggak mungkin berjalan mulus terus, jangan pernah bilang putus, oke? Gue bakal lakuin yang terbaik buat kita."
***
Menjadi mahasiswa baru itu menyenangkan. Bisa berkenalan dengan orang-orang baru dan tentunya juga membuat diri menjadi lebih dewasa karena kehidupan perkuliahan akan jauh berbeda dengan masa-masa SMA yang mempunyai julukan masa-masa paling indah itu.
Seperti sekarang, Ghea hampir sudah berkenalan dengan semua teman sekelasnya dan ini menyenangkan.
"Oh, f**k! Manu Rios, 'kah?!"
Ghea mengerutkan dahinya ketika Alana, salah satu teman barunya menjerit heboh. Lalu teman-temannya yang lain juga ikut menjerit.
"Nggak, nggak. Bukan Manu Rios tapi mirip banget!"
"Cogan!!"
"Astaga, ganteng!!"
Ghea penasaran, akhirnya ia mencari tahu apa yang dimaksud teman-temannya dengan melirik ke arah gerbang depan karena kebetulan mereka sedang santai-santai di halaman kampus.
"Alen?" kata Ghea, kaget.
Lalu teman-teman baru Ghea semakin menjadi cacing kepanasan ketika objek yang mereka hebohkan berjalan ke arah mereka. Sebenarnya, menghampiri Ghea.
"Ghea, i miss you so much."
Alendra Mahesa, sahabat Ghea sejak TK itu langsung memeluknya dihadapan hampir seluruh mahasiswa Petrida.
"Alen, kok lo di sini?" Ghea bertanya dengan bingung, tetapi ia tetap membalas pelukan Alen.
"Gue milih kuliah disini bareng lo dan juga Adina. Gue kesepian di Amrik. Yang jadi alasan utama kenapa gue pulang, tetep satu: Abang lo."
Ghea menutup matanya, mencoba mencerna apa yang Alen---cowok tampan yang mempunyai orientasi s**s menyimpang itu--- katakan padanya. Karena, cowok ini tampak lebih friendly, dan juga sekarang Alen mempunyai senyum ramah. Berbeda dengan Alen yang Ghea kenal dulu. Apa yang membuat cowok ini seperti tak Ghea kenali?
"Lo berubah, Len," bisik Ghea.
Alen terkekeh, lagi-lagi terasa asing ditelinga Ghea. Lalu cowok itu berkata dengan lembut, "Gue tetep Alen-lo."