Masalalu memang harus di lupakan. Tapi jangan lupa, karena masalalu bisa menjadi jembatan untuk masadepan
***
Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta bisa membuat siapapun pusing karenanya. Cinta juga bisa membuat seseorang nekad melakukan apapun, entah itu baik atau buruk. Namun sebenarnya cinta adalah memberikan kasih sayang, dan bukanlah rantai.
Lo cinta enggak sih sama Erlangga?
Qiana hanya tersenyum ketika mengingat pertanyaan Wiwi kemarin di kelas. Jika di tanya ia cinta atau tidak pada Erlangga? Jawabannya sudah tentu iya. Namun tidak harus ia memperlihatkan rasa cintanya itu dengan sikap berlebihan. Baginya mencintai seseorang itu sewajarnya dengan tidak melebihi takaran yang seharusnya. Sudah cukup ia merasa Erlangga menjadi rantai untuknya, jadi ia tidak mau memperburuk keadaan dengan bersikap yang sama seperti yang di lakukan Erlangga padanya.
Ia ingin Erlangga merasa nyaman bersamanya, meski sikap cowok itu kadang over protektif. Ia tetap harus bersikap seakan ini memang seharusnya. Toh iya juga merasa nyaman Erlangga bersikap demikian, ia merasa sangat di cintai dan di butuhkan oleh cowok itu. Meski kadang ia merasa kesal ketika kekasihnya itu bersikap berlebihan, sampai melarang ia menghabiskan waktunya bersama Wiwi.
"Eh, si Reynan ko enggak ada kabarnya ya?" Pertanyaan Zio membuyarkan lamunan Qiana. Saat ini mereka sedang di kantin, seperti biasa mereka makan bersama.
"Dia kuliah di UK (Universitas Kuala Lumpur) sekarang." jawab Erlangga.
"Lo mau kuliah di mana Lang?" tanya Zio lagi. Alih-alih menjawab, Erlangga malah menatap manis pada gadis di sampingnya dan menggenggam hangat tangannya.
"Yang, mau kuliah di mana?" tanya nya, membuat gadis itu menatap padanya.
"Si kunyuk malah mesra-mesraan. Gue tanya lo mau kuliah dimana? Eh malah main drama" sebal Zio.
"Gue tanya istri gue dulu dong. Baru mutusin mau kuliah di mana," goda Erlangga, membuat Qiana tersipu. Gadis itu menunduk, mendengar kata 'istri' membuat dadanya menghangat. Mungkinkah suatu saat Erlangga jadi suaminya? Gadis itu malah tersenyum.
"Sayang..."
"Hem..."
"Kamu mau kuliah di mana?" Tanya Erlangga lagi.
"Belum tau Lang. Nanti aku lihat-lihat dulu."
"Enggak usah kuliah, kita ke KUA aja yuk?" godanya, membuat Qiana memukul pelan tangannya.
Dan gelengan jengah dari ke-empat sahabatnya.
"Gue lama-lama bisa jadi obat nyamuk nih, di sini. " celoteh Aldo,
"Iya sih. Gue juga!" Sean menimbrung.
"Makanya, lo pada cari pacar sana. Punya wajah ganteng ko, enggak berguna!" Ledek Erlangga.
"Dih, si ogeb! Hajar si kunyuk. Hajar!" Zio berdiri di belakangnya Erlangga menahan kedua lengannya, sedangkan yang lainnya mulai menjitak kepala cowok itu bergantian. Membuat seisi kantin menatap ke arah empat cogan itu, melihat kekonyolan yang sangat langka terjadi. Sedangkan Qiana terkekeh geli melihat kekasihnya di serang oleh, keempat sahabatnya.
"Yang tolongin. Malah di ketawain," rutuk Erlangga sebal.
Ini sangat lucu, kapan lagi Qiana bisa melihat pemandangan menarik ini. Lalu dengan nakalnya gadis itu mengeluarkan ponselnya dan men-dokumentasikan moment tersebut. Di sana ia bisa menikmati wajah tampan Erlangga yang keki di serang ke-empat sahabatnya.
Lagi-lagi gadis itu tersenyum lebar, betapa lucunya wajah Erlangga saat ini.
_Lana_
"Sean tolongin gue dong. Tuh si Azka katanya mau di bantuin rekap ulang kegiatan OSIS baru. Dia kan masih baru, bantu dong." Saat ini Qiana berada di taman belakang. Menghampiri Sean yang tadinya bersama Niken, entah habis ngapain yang jelas ketika Qiana ke sana. Cowok itu buru-buru menyuruhnya pergi.
"Lo bantuin lah!"
"Lo kan mantan ketua OSIS. Ko, gue sih?"
"Lo kan Sekretarisnya. "
"Tapi kan lo yang lebih ngerti. Lagian Erlangga enggak ngebolehin gue deket sama Azka. Please tolongin gue ya"
"Enggak bisa Na, gue lagi males berhubungan sama organisasi. Lagian biarin aja dia belajar sendiri. Peduli amat sih!" Qiana menggeleng, kenapa cowok itu semakin menyebalkan saja. Semenjak ia mendengar bahwa hubungan Sean sedang tak baik sama Gledys, kekasihnya.
"Susah ngomong sama lo. Ya Sean," lantas Qiana pergi setelah mendengus sebal.
"Hay... Teh Qiana... makin cantik aja deh!" sapa murid cowok kelas 11 menyapanya, memberikan senyum terbaik, yang berharap di balas oleh gadis itu.
Saat ini gadis itu sedang di koridor, menuju ruang OSIS. Ia akan membantu Azka merekap ulang kegiatan OSIS dan menambahkan poin-poin baru yang penting. Gadis itu hanya membalas dengan senyuman tipisnya.
"Teh Qiana minta WA nya dong?!" seorang cowok tinggi kekar, menghalangi jalan gadis itu. Dia anak kelas 11, Qiana tahu betul anak cowok itu.
"Eh," Qiana kaget.
"Boleh ya, Teh Qiana cantik!" Qiana mundur.
"Maaf permisi. Saya mau ke sana,"
"Minta WA nya dulu lah teh Qiana. Pelit banget, cewek cantik enggak boleh pelit lo Teh!" Qiana gugup. Ia memang juniornya, tapi perawakan yang tinggi dan bongsor itu membuat nyalinya ciut.
"Ma-maaf. Saya enggak bisa, permisi ya..." gadis itu berusaha mencari jalan lain. Namun cowok bongsor itu meraih pergelangan tangannya.
"Ah," Qiana kaget, dia tidak pernah di pegang tangan oleh cowok lain selain Erlangga dan sahabatnya.
"Minta dong, teh cantik! Pelit banget, entar hilang lo cantiknya"
"Ikhh, lepasin tangan saya! " gadis itu berusaha melepaskan cekalan cowok bongsor itu.
"Teteh pelit amat sih! Saya kan cuma minta nomer WA. jangan sombong dong teh, kalo jadi cewek!" Cowok itu menatap Qiana dengan wajah serius. Seakan di sini Qianalah yang salah.
"Kamu apaan sih, lepasin tangan saya!" Sekuat apapun Qiana berusaha. Tentu saja cowok itu lebih kuat. Ia harus segera melepaskan dirinya, sebelum Erlangga melihatnya. Bisa-bisa cowok itu mati di sana karena serangan Erlangga.
"Saya tetep minta nomer WA nya Teteh!" Cowok itu tetap memegang kuat tangannya Qiana. Sampai sebuah siulan terdengar di sana.
"Waw! Ada yang cari mati rupanya!" Suara itu membuat si cowok bongsor melepaskan cekalannya.
"Siapa lo?" Tanya nya congkah.
Sean berjalan santai menghampiri cowok itu.
"Untung gue yang nemuin lo! Bukan Erlangga, kalo dia... lo bisa beneran mati di sini! " Sean menepuk pelan pundak cowok bongsor itu. Namun jelas, tepukan itu bukanlah tepukan biasa. Itu adalah tepukan yang penuh ancaman.
"Tapi gue ingetin. Kalo sekali lagi berani kaya gitu. Gue yang akan habisin lo!" Sean menatap merehkan. Lantas segera merangkul Qiana dan membawanya menjauh.
"Loh enggak apa-apa Na?" Tanya Sean.
"Lo sih, gue ajak ke Ruang OSIS malah enggak mau," dumel Qiana sebal.
"Mana gue tau bakal ada si bongsor di sana, ya udah. Tapi lo enggak apa-apa kan, beneran?" Sean meneliti gadis itu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.
"Enggak. Makasih ya, gue ke kelas dulu." lalu Qiana segera menuju kelasnya. Ia batalkan pergi ke ruang OSIS. hatinya sedang tak tenang gara-gara ulah cowok bongsor tadi.
***
Notting University Business School Malaysia adalah Universitas bisnis terbaik di Malaysia. Di sinilah Reynan berada, di negara yang memiliki menara kembar ini. Hampir enam bulan ia di sini. Meski di Indonesia tidak di ragukan banyak Universitas yang sama kerennya. Reynan memilih kuliah di sana, karena ada bisnis keluarganya yang harus ia pantau.
Di dalam kamar condominiumnya-- Reynan menatap kebawah luar jendela. Hari ini hujan sangat deras, hingga membuatnya tidak bisa keluar untuk sekedar menikmati hari liburnya.
Hari ini hari minggu, ia sebenarnya berniat jalan-jalan ke Genting. Namun karena hujan, ia jadi malas. Dan memilih berdiri menatap hujan yang membasahi kaca jendela dengan secangkir kopi hangat.
Tiba-tiba ia teringat, suara seorang gadis kecil berumur 16 tahun yang menemaninya di kala hujan. Waktu itu ia dan gadis itu sedang pulang Sekolah. Reynan waktu itu masih kelas dua SMA. Dan gadis itu kelas satu, mereka saat itu pulang Sekolah hujan-hujanan. Karena Reynan tidak membawa mobilnya. Mereka pulang menaiki motornya.
Mereka berlindung di halte bus. Gadis itu tetap berceloteh dengan bawelnya meski bibirnya nampak biru karena kedinginan.
Reynan kembali tersenyum, ketika mengingat ia pernah menjalin hubungan sangat manis dengannya. Ah, kenapa Reynan mengingat gadis itu. Setelah hampir tiga tahun mereka putus.
Lalu ia mengambil ponselnya, melihat ke gallery penyimpanan photo. Di sana gadis itu sedang tersenyum padanya, dengan tatapan panuh cinta.
Ah, Reynan sangat rindu. Pada gadis itu, pada gadis bawel dan manis itu.
Pada dia...
Qiana...
Apa kabar?