Coba saja dekati dia, kalau kamu sudah bosan hidup!
***
"Jadi kapan nih, Lang? Lo kan janji mau kasih gue pinjem uang. Gue lagi butuh nih,"
Dia Zio, sahabat Erlangga yang sudah hampir enam tahun menemani dirinya. Sebenarnya sahabat Erlangga itu ada empat. Sean, Dion, Zio, dan Aldo. Cuma yang paling dekat dan yang paling sering merengek ya si Zio ini.
"Lo itu perasaan dari kemarin nanyain duit mulu. Emang kurang, uang yang nyokap lo kasih?"
Erlangga tahu, Zio bukanlah terlahir dari keluarga kaya seperti dirinya dan ke-tiga temannya yang lain. Tapi bukan juga terlahir dari keluarga tak ber-ada. Untuk kehidupan Zio bisa di bilang standar atau cukup. Dalam artian ia tidak kekurangan, juga tidak berlebihan. Makanya dia aneh, untuk apa sahabatnya itu meminjam uang padanya.
"Gue butuh Lang. Masa lo mau biarin gue minta-minta terus sih, "
"Gue mau tanya, kalo gue kasih, duitnya mau lo pake buat apaan sih?"
Zio terdiam. Ia memang tidak punya alasan untuk itu. Ini hanya dia aja yang tahu, ia tidak mungkin harus menceritakan privasi dirinya. Meski Erlangga adalah sahabatnya.
"Tuh, kan. Lo enggak mau jawab. Ya udah, gue enggak mau ngasih!" Erlangga lantas bergegas. Dan Zio terdiam dengan wajah murungnya, membuat Erlangga memutar kembali tubuhnya. Ia tidak pernah melihat sahabatnya itu murung dan serius seperti itu.
"Hey, bodoh! Iya entar gue kasih. Cepetan ayo kelapangan. Bentar lagi mau upacara."
Erlangga menarik lengan sahabatnya itu, kemudian Zio mengikutinya dengan wajah sumbringah. Kalau dulu Erlangga pantrang ikut upacara. Ia lebih memilih bersembunyi di rooftop atau di kantin langganannya. Tapi karena sekarang ia merasa sudah kelas tiga, ia ingin sedikit memberi kenangan baik di sela-sela kenangan buruk yang sebenarnya lebih dominan. Dan lagi karena Qiana pacarnya. Ia ingin menjaga nama baik gadis itu, apa kata orang siswi terbaik di Mutiara Bangsa mempunyai pacar yang badboy dan sering bolos upacara. Walau kenyataannya ia memang se-sosok badboy.
Di sana sudah sangat ramai, semua murid Mutiara sudah berbaris dengan rapi, di bimbing dan di atur oleh Ketua OSISnya. Yaitu Azka Pradipta.
"Teh Qiana enggak kepanasan mau berdiri di depan? " tanya nya cemas. Ia pernah melihat gadis itu itu kepanasan sampe wajah putihnya memerah, ketika upacara. Dan Azka tidak sanggup melihatnya.
"Tenang aja, Qiana kuat ko," jawab Wiwi, ia kurang suka ketika cowok kelas 11 itu perhatian pada sahabatnya. Sudah tahu Qiana udah punya pacar, masih saja kecentilan. Pikir Wiwi sebal.
Aska kikuk,
"Aku baik-baik aja Azka. Makasih, " Qiana memberikan senyuman manis, agar cowok itu tidak tersinggung pada sikap ketus sahabatnya itu.
"Ok, kalau ada apa-apa bilang sama Azka ya!" ucapnya tulus. Qiana sejenak tertegun. Kenapa harus bilang padanya, pikirnya.
"Maksud saya, karena saya ketua OSIS di sini. Jadi itu kewajibam saya Teh."
Azka sepertinya mengerti tatapan Qiana. Ia harus menjelaskannya sebelum gadis itu membuatnya malu, dengan tingkah so perhatiannya. Meski sebenarnya, memang Azka sedang memperhatikan gadis itu.
Qiana mengangguk pelan. Ia ingin cowok di depannya itu segera pergi, ia takut Erlangga melihatnya. Bisa-bisa cowok itu jadi samsak, dengan tingkat luka yang parah.
"Lo cepet pergi! Kalo enggak mau mati! " kesal Wiwi. Ia memang kesal pada cowok adik kelasnya itu, tapi ia juga enggak tega kalau sampai Erlangga menjadikannya babi cincang yang siap untuk di terkam.
Lantas Azka segera pergi setelah pamit pada Qiana. Ia akan mengatur barisan yang lain.
_Lana_
Upacara berlanjut dengan hikmat. Pak kepala Sekolah mulai memberi wejangan panjang lebar membuat para murid yang kepanasan berdecak kesal. Bisa di bayangkan bagaimana kesalnya mereka, terutama murid cewek yang sudah cantik dan wangi dari rumah. Harus berkeringat, dan bahkan make up yang mereka bubuhkan luntur.
"Ikhh, lama banget perasaan Pak Kepala Sekolah. Enggak tau apa, gue udah keringetan kaya gini! " kesal salah satu siswi menghalangi matahari oleh sebelah telapak tangannya.
Dia Niken, cewek terhot di Mutiara Bangsa. Mereka para cowok menyebutnya seperti itu, karena penampilan cewek itu yang memang sexy. Dan ia salah satu pengagum panatiknya Sean, sahabat Erlangga. Mereka. Bilang, dia adalah cewek selingannya Sean ketika patah hati. Qiana tak pernah ambil pusing tentang sahabatnya itu, karena ia sangat tahu Sean adalah cowok player tingkat Dewa di Mutiara Bangsa. Bahkan Qiana sering memergoki Sean tengah mencium panas cewek sexy itu. Demi apapun Qiana sangat ingin memukul sahabatnya itu, saking kesalnya. Melihat perlakuan gila sahabatnya itu.
"Itu si Niken, kan? " tanya Wiwi, menatap Ke-arah cewek yang sedang berusaha menutup matahari dengan sebelah tangannya.
Qiana mengangguk,
"Tuh cewek kayanya udah enggak orisinil deh, parah!" celetuk Wiwi,
"Huss, lo itu ngomong apaan sih. Enggak baik berburuk sangka. "
"Gue enggak berburuk sangka, lo sendiri yang bilang sama gue. Kalo tuh cewek udah di apa-apain gitu, sama si player gila sahabat lo itu"
"Ihhh, gue kan cuma bilang. Ia di cium Sean, bukan di apa-apain kali. Udah ah, gosip pagi-pagi"
Tak ingin pembicaraan ini terus berlanjut, akhirnya Qiana mengarahkan tatapannya ke arah lain. Dan di sana pandangannya bertemu dengan Erlangga yang ternyata sedang menatap dirinya di barisan tengah. Cowok itu tersenyum sangat manis. Dan berkata pelan tanpa suara berbentuk 'i love you' membuat gadis itu senyum malu, dan menggigit bibirnya sendiri. Dasar Erlangga bisa-bisanya modus di tengah-tengah upacara panas begini. Pikirnya.
"Woy... Udah natapin Qiananya. Segitunya lo, bisa pingsan tuh anak orang lo tatapin kaya gitu terus" ledek Aldo, berbisik.
"Diem lo, "
"Lagian Qiana ko bisa cantik kaya gitu ya?" celoteh Erlangga.
"Lebay lo!" Sean menjitak kepala sahabatnya itu.
"Yeee, gue normal kali. Lah, lo apa kabar Gledys? "
Sean terdiam. Sepertinya hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja, terbukti wajah tampannya berubah muram. Melihat reaksi Sean yang berbeda, membuat ke-empat sahabatnya hening. Suasana jadi tak mengenakkan. Kalau suara mik yang di kenakan Pak kepala Sekolah tidak berdengung. Membuat ke-limanya langsung menatap ke-arah depan.
Pak kepala Sekolah meneruskan wejangannya sampai selesai. Lantas, setelah Pak Kepala Sekolah selesai berbicara. Upacara-pun selesai setelah menyanyikan lagu Nasional dan serangkaian acara lainnya.
Barisan bubar seperti biasa mereka berjalan dengan terburu-buru, nabrak sana-nabrak sini. Membuat Qiana yang memang bertubuh mungil tersered dan hendak jatuh, kalau tidak ke-dua lengan kokoh segera meraihnya.
"Sini sayang... " Erlangga segera meraih gadis itu dan mengajaknya Ke- arah yang lebih aman. Cowok itu memang memperhatikannya sedari tadi.
"Kamu tuh ya, bikin cemas aja. Lain kali upacara jangan jauh-jauh dari aku coba" Cowok itu merangkup wajah cantik di depannya dengan begitu cemas.
"Ikhh, apaan banget deh. Emang aku kenapa?!"
Malah nanya, membuat Erlangga gemas saja. Cowok itu sudah cemas setengah mati melihatnya hampir jatuh tersered murid lain. Gadis itu malah bersikap seakan tidak terjadi apa-apa. Erlangga menggeleng kesal, lalu di usapnya keringat yang keluar dari pelipis gadis itu.
"Sampe keringetan gini Yang. Panas ya... " ucapnya begitu lembut, membuat Qiana jelas malu, gadis itu menunduk dengan mengulum senyumnya.
"Kamu tuh, ikhh. Aku malu Lang... Modus banget, sih," Gadis itu memukul pelan d**a bidang di depannya. Membuat Erlangga terkekeh gemas melihat wajah cantik yang malu-malu itu.
"Dih, malah di bilang modus. Di sayang pacar, malah bilang modus."
"Emang kamu modus ikhh, nakal." gadis itu menarik pelan hidung mancungnya Erlangga.
"Tuh, kan mulai. Ini hidung langka sayang. Hidung paling keren se-dunia. " sombongnya. Membuat Qiana kembali mencabut hidung itu, dan kini lebih keras.
"Aduhhh! Sayang sakit..." Erlangga mengusap hidungnya. Dan gadis nakal itu berlari setelah menjulurkan lidahnya.
"Awas kamu! Hey! " teriaknya kesal. Sedangkan si usil itu sudah berlari kalang-kabut menuju kelasnya.
Erlangga hanya menatap punggung ramping itu semakin menjauhinya. Ia sengaja melakukannya, ia ingin segera gadisnya pergi dari lapangan itu. Ia juga sengaja melakukan sentuhan yang begitu romantis pada gadisnya. Ya dia sengaja melakukannya. Ia hanya ingin memperlihatkan pada cowok di arah sana, yang sedari tadi menatap ke arah mereka ber-dua. Bahwa Qiana hanya miliknya. Hanya dia yang boleh menatapnya. Dan kini cowok itu melengos pergi saat Erlangga menatapnya tajam. Sudah jelas, tatapan Erlangga menegaskan bahwa siapapun yang berurusan dengan miliknya maka ia akan mendapatkan balasannya.
Jangan coba-coba cari mati sama Erlangga!
***
"Eh, gue punya poto terbarunya Kak Erlangga lo!"
"Mana, mana! Mau dong gue. Dari mana lo dapet?"
"Nyuri waktu kemaren, doi lagi maen basket!"
Terdengar dua gadis yang sedang berceloteh di koridor. Membuat Wiwi dan Qiana menghentikan langkahnya.
"Sumpaahhh! Ganteng banget. Gue enggak tahan lihatnya, bibirnya ya ampuuunnn... gimana rasanya ya..." lagi-lagi gadis itu berdecak kagum dengan wajah mupeng menatap poto di ponselnya.
Membuat Wiwi menarik napas jengah, lantas ia segera berjalan cepat kearah dua gadis itu dan merebut ponsel di tangannya.
"Teh Wiwi siniin ponsel saya!" ucap salah satu gadis itu.
"Kalian jangan lancangnya ngambil poto orang sembarangan!"
Kedua gadis itu terdiam.
"Kalau ketahuan Erlangga, kalian berdua mampus!" Wiwi menghapus satu-persatu, poto Erlangga yang ada di galeri ponsel gadis itu.
Wiwi sangat tahu, Erlangga sangat benci pada siapapun yang mengambil potonya secara diam-diam. Pernah dulu cowok itu melabrak gadis kelas 10 yang mengambil potonya diam-diam, Erlangga merebut ponselnya dan menghapus poto itu tanpa tersisa.
"Kalo lo pengen selamat, jangan pernah lakuin itu lagi!" Lanjut Wiwi menyerahkan ponsel tersebut dan segera menghampiri Qiana yang hanya berdiri mematung.
Lantas keduanya segera pergi. Menuju kelasnya,
"Lo enggak cemburu gitu lihat para cewek ganjen kaya tadi?!" kata Wiwi, saat ini mereka sedang duduk di bangkunya.
"Maksud lo?"
"Ikkhh, lo itu polos atau gimana sih. Tuh dua cewek pada ngambil potonya Erlangga diam-diam. Lo enggak pengen labrak atau gimana gitu?" Kesal Wiwi kalang kabut.
"Lo itu ada-ada aja, ngapain gue labrak mereka, Enggak ada gunanya tau!"
"Enggak ada gunanya? Ko, gitu jawabannya. Nah, gue lihat juga nih ya. Gue perhatiin dari awal lo pacaran sama Erlangga. Di sini cuma Erlangga doang yang kalang kabut. Gue tanya nih ya. Sebenernya lo cinta enggak sih sama Erlangga?"
"Hah! Apa?"
Pertanyaan Wiwi membuat Qiana terperangah.