Atap

1563 Kata
“Kenapa? Sakit?” tanya Panji kepada om brewok yang saat ini sedang duduk di depannya sambil memegangi daerah pribadinya yang terkena tendangan maut dari guru BK tersayang. “Bangke! Kurang ajar banget sih jadi guru BK!” protes om brewok. Mendengar kalimat perlawanan, membuat Panji menjadi tertantang lagi. “Gimana? Protes? Mau dipukul lagi?” ucap Panji sambil memajukan kepala, mendekat ke arah om brewok. “Ah, eng-nggak,” sahut om brewok sambil menjauh. “Makanya, jadi anak jangan sok jagoan! Ngomong-ngomong, maaf nih kalau gak sopan. Kamu umur berapa sih? Kok kumis sama jenggot udah lebat gitu?” “Dua puluh lima tahun. Kenapa? Bapak merasa lebih muda dari saya, ha?” om brewok kembali menaikkan nada suaranya. “Astaga, udah seperempat abad masih aja sekolah SMA. Gak malu sama jambang? Gak lulus-lulus lagi!” gerutu Panji tanpa memedulikan ancaman dari om brewok. “Coba sini saya cek dulu absensinya! Nama kamu siapa, sih?” Panji mengobrak-abrik buku absen dan catatan kenakalan. “Komang Sandi, Pak,” sahut om brewok ketus. “Mimih, anak Bali, nok? Gitu ngomongnya kayak anak dari ibukota aja kamu ini! Gak mencintai budaya lokal sama sekali! Harusnya kamu tuh bangga sama logat bali kamu!” Bukannya fokus kepada inti permasalahan, Panji justru menyerocos mengomentari hal-hal yang tidak terlalu penting. Ia bahkan lupa, jika dirinya berasal dari Jawa dan sok menggunakan logat Bali. “Ish, banyak sekali catatan kenakalanmu ini ya, Komang?” protes Panji ketika memeriksa berkas di dalam komputer yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan catatan di buku kenakalan. “Kamu berapa tahun sekolah di sini, sih? Kok gak lulus-lulus? Kamu udah tujuh tahun ada di sini loh, ga pengen lulus?” “Di luar gak enak, Pak, lebih enak di sini!” jawab Komang ketus. “Ha?” Panji jelas saja merasa bingung dengan jawaban yang diberikan oleh Komang. Menurut Panji, suasana di luar jelas lebih enak jika dibandingkan dengan lingkungan mengerikan di sekolah angker ini. Panji menghela nafas panjang. Ia tahu, ada sesuatu yang tidak beres dengan Komang. Sebagai seorang guru BK, Panji harus menelisik apa yang terjadi dengan Komang dan membantunya jika diperlukan. Di sinilah fungsi dari guru BK yang sebenarnya. Saat ada anak didik yang bermasalah, guru BK tidak serta merta menjatuhkan hukuman, tetapi mencari tahu permasalahan sampai ke akar dan memberikan konseling kepada siswa agar ia merasa lebih baik. “Baik, Komang, jujur ini adalah perkenalan pertama kita. Kalau kamu menceritakan hal yang menjadi beban pikiranmu, saya ga akan menjatuhkan hukuman terhadap kamu. Saya pengen tahu, kenapa kamu bilang lingkungan di sini lebih enak dari dunia luar?” “Itu…” Komang tampak ragu menjawab, “Kalau kamu belum mau cerita, gak apa-apa. Tapi, ketika nanti kamu siap buat cerita, jangan ragu buat temui saya di ruang BK. Saya akan dengerin cerita kamu kapanpun kamu mau ngobrol. Saya juga mau minta maaf karena udah bikin biji kamu cidera. Saya bertindak seperti itu karena sikap kamu yang kurang ajar.” Panji kembali mendekatkan kepala kepada Komang. “Kamu tahu? Lawan satu kelas pun, saya gak akan mundur. Sebagai guru BK, sudah resiko untuk menghadapi murid sebandel kalian!” ucap Panji pelan namun tegas. Hal itu membuat Komang gemetar, ia kembali teringat saat ketika Panji menendang daerah pribadinya dengan keras. Tatapan mata Panji saat itu tampak tenang, seakan ia sudah terbiasa melawan preman jalanan seperti dirinya. Hirarki yang selama ini ia bangun, kerajaan di tingkat pertama Tumimbal yang ia jaga, terancam dengan hadirnya guru BK baru yang tidak mengenal rasa takut. Padahal, guru-guru sebelumnya selalu bisa ditaklukkan oleh Komang dan para gengnya. Tetapi Panji, guru BK mereka yang baru, datang mendobrak dan memporak-porandakan tatanan kerajaan yang ia bangun. Komang tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Panji, namun saat ini ia juga tidak bisa melakukan apapun untuk melawan. Tenaga dan personilnya hari ini belum cukup untuk membuat guru BK baru ini jera, ia harus menyusun rencana lain untuk memberikan pelajaran kepada Panji. “Sekarang kamu ke UKS, rawat dulu bijimu itu. Jangan sampai kamu gak punya masa depan, sayang banget kalau sampai burung kecilmu gak bisa dipakai,” ejek Panji. Panji sebenarnya sadar jika perkataannya sangat kasar, bahkan tidak sepatutnya seorang guru BK melontarkan kalimat ejekan seperti itu. Tetapi sisi lain, Panji juga harus bisa menyesuaikan diri dengan karakter murid-muridnya. Komang adalah seseorang yang bossy, suka menindas orang lain, dan merundung yang lemah. Jika Panji bersikap lemah di hadapan Komang, maka ia akan dengan mudah dimakan dan ditaklukkan oleh siswa tingkat awal tersebut. Karena itulah Panji harus bersikap lebih keras, lebih bossy, dan lebih menindas dibandingkan dengan Komang, supaya kenakalan Komang bisa dikendalikan nantinya. Karena orang seperti Komang, ketika bertemu dengan orang lain yang lebih kuat darinya, maka ia akan tunduk. Komang pun akhirnya meninggalkan ruang BK dengan murung, ia tetap tidak terima jika wilayah kekuasaannya diusik. Setelah Komang tidak lagi berada di ruangannya, barulah Panji mulai berpikir. “Kayaknya ada yang salah, deh. Gimana mungkin orang paruh baya kayak Komang masih SMA, sih?” Saat Panji melamun, tiba-tiba ia melihat sekelebat bayangan perempuan berambut panjang yang tiba-tiba lewat di depan ruang BK. Panji yang masih trauma dengan kejadian kemarin, sontak menjadi merinding. Dalam ingatannya masih terbayang jelas bagaimana seramnya kepala tanpa badan yang tiba-tiba muncul tepat di depan matanya. Ia juga teringat bagaimana kerasnya pekikan tertawa sosok kepala tersebut. Mengingat hal itu, membuat darah Panji berdesir. Ia menggeleng-gelengkan kepala, mencoba mengalihkan bayangan menyeramkan itu dari kepalanya. “Siapa ya yang lewat barusan?” Panji tetap saja penasaran dengan orang yang baru saja lewat di depan ruangannya. Apakah ia benar-benar hantu? Atau justru siswa yang membolos di jam pelajaran? Rasa penasaran yang terus menggelitik membuat Panji bingung. Apakah ia harus menghampiri dan menegur murid tersebut? Atau ia harus membiarkan saja? Tapi jika orang yang lewat itu adalah siswa dan dibiarkan berkeliaran, maka Panji akan mengingkari tanggung jawabnya sebagai guru BK. Tetapi jika ia menghampiri dan ternyata sosok itu adalah hantu, maka Panji akan mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan lagi dan lagi. “Ah persetan sama setan!” Panji akhirnya beranjak, ia keluar dan melihat ke kanan dan kiri, namun tidak bisa menemukan siapapun di sana. “Anjir, bener kan setan!” gerutu Panji. “Ah, masak iya, sih?” Panji masih belum percaya dengan dugaannya, sebelum ia benar-benar menyaksikan sendiri apakah sesuatu yang lewat itu benar-benar hantu atau justru siswa. Panji pun berjalan menyusuri lorong lain yang ada di sekitar ruangan BK. Sebagai guru BK yang tidak memiliki tanggung jawab terhadap kelas tertentu, Panji memiliki hak untuk berpatroli memeriksa siswa-siswi yang berkeliaran pada jam pelajaran, sekaligus juga ia ingin tahu lebih detail tentang seluk beluk Tumimbal. Hawa menyeramkan masih saja menyelimuti seluruh wilayah Tumimbal. Meski di tempat Panji sekarang tidak ada penampakan menyeramkan yang terlihat, namun masih tetap saja ada bayangan-bayangan hitam yang muncul sekelebat. Panji mengingat dengan jelas apa yang dikatakan oleh staf tata usaha kemarin, jika Panji takut, maka setan-setan itu akan semakin berani terhadapnya. Hal itu membuat Panji berusaha memberanikan diri menghadapi penampakan-penampakan kecil itu selagi menyusuri sudut lain dari sekolah internasional angker ini. Hingga tiba saatnya di mana Panji menjumpai tangga naik yang ada di salah satu sudut koridor. Tangga naik ini sepertinya menuju ke atap, karena bangunan di sisi ini tidak memiliki atap genteng. Tangga gelap dan panjang menyambut Panji yang sengaja menyusurinya. Pengapnya udara di sekitar tangga, membuat suasana menyeramkan sekolah semakin terasa mencekam. Panji menelan ludah dengan kasar ketika ia menyusuri satu persatu anak tangga perlahan. Ia bisa saja langsung berlari ke atas, namun karena ini kali pertama ia menyusuri tempat ini, Panji khawatir ada kejadian di tengah jalan sehingga ia memutuskan untuk lebih berhati-hati. Benar saja, di tengah perjalanan, Panji merasakan ada sesuatu yang meniup telinganya. Bulu kuduknya sampai berdiri, udara di sekitar tiba-tiba terasa sangat dingin. Panji yang gemetar, semakin takut untuk naik ke atas. Tetapi rasa ingin tahunya membuat Panji tetap nekat melanjutkan langkah. Kata-kata dari staf tata usaha membuat Panji memaksakan diri untuk berani. Ia mencoba menantang diri sendiri untuk melewati tangga gelap dan menyeramkan ini. Jika ia bisa melewati tangga ini tanpa merasa terganggu dengan godaan makhluk-makhluk menyeramkan yang menghuni sekolah ini, maka ia bisa dengan santai berjalan melalui lorong panjang di depan kompleks apartemen dengan banyak bayangan hitam yang mengintai. Semakin ke atas, hembusan angin yang meniup telinga dan leher Panji terasa semakin nyata. Ia berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikan angin itu, meski kaki dan tangannya mulai terasa lemas karena takut. Tapi ia tidak berhenti, hanya beberapa anak tangga lagi, ujung pintu sudah terlihat. Saat sampai di ujung anak tangga, Panji segera membuka pintu yang menuju ke atap dengan kasar, ia terlalu takut untuk berlama-lama berada di dalam ruang tangga yang menyeramkan. Setibanya di atas, Panji disambut dengan pemandangan yang sangat indah. Mata Panji berbinar melihat gunung agung yang tampak megah, terpampang langsung dari atap sekolah tempat ia mengajar. Angin yang berhembus pelan, udara pegunungan yang sejuk, seakan menjadi peneduh di kala Panji dihadapkan dengan anak-anak nakal di tingkat pertama dan seramnya suasana sekolah. Di ujung lain, tampak seorang perempuan sedang berdiri sambil merentangkan tangan menghadap ke arah gunung. Melihat betapa jelasnya perempuan itu, membuat Panji yakin jika ia adalah salah satu siswi di sekolahi ni. Panji pun menyusuri perempuan itu dari atas ke bawah, memastikan jika kakinya masih menapak tanah. Panji menghela nafas lega, sepatunya yang menapak ke tanah menandakan bahwa murid yang ia lihat adalah manusia. Tapi, kenapa siswi itu ada di atap pada jam pelajaran?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN