Pendekatan Ala Shaka.

1086 Kata
Obrolan dosen dan mahasiswinya itu terjeda karena pesanan makanan mereka tiba. Shaka dan Zivaa kembali mengucapkan terima kasih pada pelayan yang membawa makanan mereka. "Saya biasa saja, Pak. Waktunya makan ya makan, untuk apa diet," jawab Zivaa jujur apa adanya dia sebelum menyuapkan makanan dalam mulutnya. "Kamu asli mana? Kembali Shaka melayangkan pertanyaan sambil dia memotong beef steak di hadapannya. Zivaa mengunyah dan menelan makanan di mulutnya baru menjawab, "Saya asli Indonesia, Pak." Wanita itu tersenyum canggung karena pastinya Shaka tidak mengharapkan jawaban seperti itu. "Tahu gak, saya itu masih penasaran dengan kalimat kamu saat tadi perkenalan." Tidak dapat di bendung lagi, Shaka melontarkan pertanyaan itu karena dia sudah sangat susah menahan hal itu. "Kalimat yang mana, Pak?" Zivaa bingung. Pasalnya, tadi dia memperkenalkan diri dengan kalimat yang panjang. "Itu loh, kamu pindah kampus karena sesuatu." Deg! Zivaa menelan salivanya kasar. Kenapa sang dosen ingin tahu segitunya soal alasan dia pindah kampus sih?! Shaka melihat Zivaa tidak seperti tadi saat bersama seorang mahasiswa, senyum dan tawa begitu lepas. Kenapa sekarang mahasiswinya itu terlihat begitu kaku? Gugupkah dia? Sama seperti Shaka sebenarnya pria itu pun juga sama gugupnya. Shaka biasa berhadapan dengan banyak mahasiswi, membalas kala wanita-wanita itu menggodanya. Tapi itu berlaku hanya pada mereka para mahasiswi yang mencari keuntungan darinya. Tidak seperti saat ini. Berhadapan dengan Zivaa mengapa Shaka merasa seperti balik ke masa awal dia jatuh cinta saat remaja. "Kalau gak mau cerita ya gak apa-apa," celetuk Shaka setelah beberapa saat keheningan menyelimuti keduanya. Zivaa tersenyum kikuk, dia serba salah dihadapkan pertanyaan yang seperti itu. Masa iya baru kenal sudah langsung masuk sesi curhat. Zivaa menghela napas kecil. "Saya memilih tidak menceritakannya sekarang, Pak," tolak Via jujur. Memang hak dia mau bercerita atau tidak 'kan? Shaka mengangguk-angguk dengan senyum tipisnya. "Kamu berapa bersaudara?" Pertanyaan sang dosen berikutnya. Zivaa meneguk air putih karena dia merasa tenggorokannya seketika kering. Pertanyaan Shaka yang membuatnya, saat ini mahasiswi tahap akhir itu merasa sedang sidang skripsi dari pada makan malam. "Saya anak tunggal, Pak. Tapi ada adik sepupu yang yatim piatu tinggal bersama ibu saya di kampung," jawab Zivaa setelah dia minum. "Kamu ambil kuliah malam, memangnya kamu kerja?" selidik Shaka. "Iya, Pak." "Kerja dimana?" "Saya bekerja sebagai staff Marketing di sebuah Perusahaan Swasta." Dari pada di tanya lagi soal jabatan lebih baik sekalian Zivaa beberkan semuanya. Sebenarnya masih banyak yang ingin Shaka tahu dari sang mahasiswi tapi malam semakin larut, dia tidak mau Zivaa malah menjadi jaga jarak padanya karena terlalu berlebihan dengan banyak pertanyaan dan terlalu malam membawanya pergi, meskipun hanya untuk makan malam. "Kamu sudah selesai?" tanya Shaka. Ingin rasanya Zivaa mencubit bibir penuh sang dosen dan melayangkan pertanyaan 'Bapak sudah apa belum Interogasi saya?' Tapi semua hanya di benaknya saja. Mana berani dia sebagai mahasiswi pindahan baru sudah kurang ajar seperti itu. "Sudah, Pak," jawab Zivaa singkat. Shaka memanggil seorang pelayan restaurant dan meminta tagihan semua makanan yang dia pesan. "Apa kamu mau bungkus untuk di rumah?" tanya Shaka yang langsung di jawab lewat gelengan kepala Zivaa. Shaka menyerahkan beberapa lebar uang seratus ribu di nampan berisi struk tagihan pesanannya. "Kamu tinggal dimana? Biar saya antar pulang malam ini." Zivaa mendelik. "Mobil saya bagaimana?" pekiknya panik. "Biar di kampus, aman kok! Besok pagi biar saya betulin. Sekarang sudah terlalu malam dan saya capek," terang Shaka berakhir sebuah elakan yang dia karang. Zivaa mencebik. Tapi justru aksinya membuat Shaka mengulum senyumnya, dia jadi gemas dengan mahasiswinya satu ini. *** Keheningan kembali menyelimuti mobil yang Shaka bawa, di sebelahnya Zivaa pun kembali ke mode diamnya dan lebih memilih keluar jendela seakan pemandangan di luar lebih menarik perhatiannya dari pada dosen yang selalu di gadang-gadangkan oleh mahasiswi lainnya sebagai dosen hot sefakultas itu. Shaka pun bingung kenapa tiba-tiba dia bisa tidak memiliki bahan obrolan dengan lawan jenisnya. Padahal dia dosen public speaking harusnya banyak ide di benaknya. Ini malah blank begitu saja. "Ehem!" Shaka berdehem memecah keheningan di antara dirinya dan sang mahasiswi. "Setelah ini belok mana? Saya tidak hapal daerah sini loh," kelit Shaka. Padahal ponselnya keluaran terbaru, dia bisa saja membuka peta online sebagai penunjuk jalan tapi tidak dia lakukan karena ingin ada interaksi dengan Zivaa. "Tidak jauh dari sini, Pak. Di depan sana tidak jauh ada portal warna kuning belok kanan." Tunjuk Zivaa. Shaka mengikuti arahan Zivaa. Perlahan mobilnya belok kanan setelah menyalakan lampu sen kanan. "Itu rumah yang banyak motornya, berhenti di sana, Pak," titah Zivaa selanjutnya. "Kamu ngekost?" tanya Shaka ketika dia melihat bangunan rumah besar tapi tertulis di sana 'Kost Karyawan/ti' "Iya, Pak. Dekat sama kantor dan kampus kan?" "Iya, sih! Tapi ini kost campur? Kenapa gak cari yang khusus wanita biar lebih privasi?" protes Shaka karena dia melihat banyak para pria yang nongkrong di depan rumah itu. "Banyak peraturannya kalau yang seperti itu, sedangkan saya kerja sambil kuliah malam, jam pulang selalu malam dan gak pasti." "I see," gumam Shaka. Zivaa membuka sabuk pengamannya. "Heum, Pak ... terima kasih atas makan malamnya dan sudah mengantar saya sampai kost. Maaf karena sudah merepotkan," ucapnya. "Ah, gak perlu formal begitu, santai aja! Saya yang ngajak kamu tadi jadi sudah tanggungjawab saya mengantar kamu pulang dengan selamat sampai di sini," sahut sang dosen. Wajah Zivaa memanas, kalau saja lampu di mobil Shaka menyala pasti pria itu dapat melihat betapa meronanya wajah sang mahasiswi. Shaka adalah pria kedua yang berkata manis padanya, apa ini hanya perasaan Zivaa saja atau pria matang di hadapannya selalu bertingkah sama pada mahasiswi lainnya? Zivaa menghela napas kecil, dia baru saja di sakiti oleh pria yang bilang mau mengarungi mahligai pernikahan dengannya setelah wisuda tapi kenyataanya pria itu malah menikah dengan wanita lain, Zivaa seakan hanya menjaga jodoh orang beberapa tahun ini. Makadari itu melihat Shaka seperti ini dia mencoba menepis apapun rasa yang tumbuh. Klik! Zivaa membuka pintu mobil di sisinya. Sebelum dia benar-benar keluar wanita itu kembali menoleh menatap wajah yang diakui memang dosennya itu berkarisma. "Hati-hati di jalan ya, Pak. Selamat malam," ucap Zivaa. Shaka mengangguk dengan senyumnya yang penuh pesona itu. Zivaa menutup pintu mobil dan langsung masuk ke dalam. Sementara dari dalam mobil mata Shaka tidak lepas dari sosok yang baru saja meninggalkan jejak aroma parfum yang begitu lembut di bekas kursi yang di dudukinya. Shaka terus mengawasi Zivaa, mungkin saja para pria muda yang nongkrong di depan kost itu menggoda mahasiswinya, kalau sampai itu terjadi bisa dipastikan Shaka akan keluar mobil dan menegur para pemuda itu. Tapi ternyata, tidak. Para pemuda itu bersikap sopan saat Zivaa lewat, terlihat sedikit interaksi hanya sebatas tegur sapa sesama penghuni kost. Akan tetapi tetap saja Shaka tidak suka melihatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN