Duda Dua Putra

1088 Kata
Sampai Zivaa benar-benar tak terlihat barulah Shaka pergi dari sana. Sepanjang jalan senyum dosen penuh pesona itu tidak luntur bahkan semakin lebar dengan sesekali mendengus tawa kecil kala mengingat percakapan mereka yang random saat makan malam tadi. Bayangan Zivaa seakan tidak mau pergi dari benaknya saat ini. Ingin rasanya Shaka terus bersama dengan mahasiswinya itu ngobrol panjang lebar. Zivaa gadis yang cerdas menurut Shaka karena setiap topik yang dia lemparkan selalu di tangkap dengan baik. Shaka menghela napas panjang, kenapa rasanya beda saat dia bersama dengan Zivaa, kenapa harus dengan mahasiswinya yang baru pindahan itu dia merasa getaran-getaran yang Shaka sendiri sudah lupa merasakan hal itu karena rasa sakit yang teramat dalam masa lalunya. Padahal, banyak mahasiswi yang Shaka ajak kencan tapi sama sekali tidak ada rasa sama mereka sama sekali. Sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba ponsel Shaka berbunyi. Dengan earphone bluetooth-nya dia menjawab panggilan dan putra sulungnya. "Assalamualaikum, Pa," salam Fasya-putra pertama Shaka yang baru saja kuliah di luar kota mengambil jurusan kedokteran. "Waalaikumsalam, Mas," sahut Shaka dengan memanggil sang putra dengan sapaan 'Mas' karena membiasakan panggilan untuk adiknya Fasya yang bersama Aqlan. "Apa kabar, Pa?" "Alhamdulillah, Baik, kamu bagaimana? Sehat?" "Alhamdulillah sehat." Arshaka Mahawirya. Duda anak dua, berprofesi sebagai Dosen mata kuliah Public Speaking. Bukan hanya mengajar di kampus tapi Shaka juga punya usaha di luar dari profesinya sebagai dosen. Dia punya sekolah kepribadian, membantu para generasi muda dalam mengembangkan keterampilan sosial dan perilaku yang positif. Ilmu ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan sosial, memperbaiki perilaku buruk, meningkatkan keterampilan manajemen emosi, dan keterampilan pemecahan masalah. Pria berdarah campuran Asia ini memiliki dua orang putra Fasya dan Aqlan yang usianya hanya terpaut satu tahun. Mantan istri Shaka seorang model awalnya, murid Shaka sendiri dari sekolah kepribadian miliknya. Mereka menikah karena sebuah 'Kecelakaan'. Baru lahir Fasya, beberapa bulan kemudian Gita kembali mengandung Aqlan. Perpisahaan dengan Gita karena wanita itu berselingkuh dengan pemilik butik ternama dimana dia menjadi brandambassador butik tersebut. Sakit hati itu yang membuat Shaka tidak lagi merasakan cinta, baginya cinta itu hanya omong kosong belaka. Makadari itu setelah perceraiannya dengan Gita, Shaka mulai tidak serius dengan wanita terlebih hubungan kejenjang yang lebih tinggi lagi. Menjadi orangtua tunggal untuk kedua putranya memang tidaklah mudah. Tambah besar kedua putranya tambah mendesak Shaka untuk menikah lagi karena ibu kandung mereka juga sudah menikah dan memiliki keluarga kecil dengan pemilik butik itu. Kenapa Shaka belum bisa move on juga pikir mereka. "Papa lagi dimana?" tanya sang putra. "Lagi jalan pulang." "Oh, ya sudah kalau begitu ngobrolnya nanti saja kalau papa sudah sampai rumah. Hati-hati di jalan, Pa." Tutup Fasya. "Okay." Panggilan pun berakhir dengan saling memberi salam seperti biasanya. Baru satu semester ini dia tidak bersama putranya rasanya sudah sangat rindu, meski anak laki-laki tapi kedekatan Shaka dengan kedua putranya tergolong dekat. Raffasya Mahawirya, putra sulung Shaka dan Gita sedang kuliah Fakultas kedokteran di salah satu Universitas Negeri di Semarang. Aqlan Mahawirya, putra bungsunya saat ini juga sedang menepuh pendidikan di Akademi Angkatan Udara, cita-citanya menjadi Pilot pesawat tempur membuat Shaka geleng kepala. Pasalnya, dalam keluarganya semua beda profesi. Pria dua putra itu tidak bisa memaksa apa yang menjadi cita-cita kedua putranya, tugasnya hanyanya mendukung selagi tujuan mereka positif dan keduanya serius. *** Shaka bernapas lega saat mobilnya sudah sampai di pintu gerbang rumahnya. Seorang security langsung sigap membuka pintu gerbang besar itu untuk majikannya yang baru saja tiba. "Selamat malam, Pak Shaka," salam Security itu dengan mengangguk hormat saat jendela mobil Shaka terbuka. "Selamat malam juga, Pak Warji, rumah aman?" balas Shaka. "Alhamdulillah aman, Pak," jawab Warji. Setelah mobil Shaka sudah masuk ke dalam dan terparkir baru pria itu menutup gerbang. Shaka mematikan mesin mobilnya dan dia merapihkan semua perlengkapannya. Dia keluar mobil hanya membawa ponsel. Tahu majikannya pulang, seorang pelayan rumah Shaka membuka pintu. "Mbok, tolong barang-barang saya ambil di mobil dan taruh di meja kerja seperti biasa," titah Shaka. "Injih, Den." Mbok Darsih yang usianya sudah hampir sepuh tapi masih gesit di dapur itu menjawab dengan sopan. Wanita itu sudah bekerja dengan kedua orangtua Shaka sejak Shaka kecil, menjadi pengasuh anak majikannya sampai akhirnya dia ikut dengan Shaka setelah pria itu menikah dengan Gita. Hingga sekarang kedua putra Shaka besar. "Oh iya, Den. Den Shaka mau makan malam biar si mbok siapin?" tanya Mbok Darsih sebelum dia keluar. "Saya sudah makan di luar tadi," sahut Shaka. Darsih mengangguk paham dengan jawaban Shaka. Kemudian dia keluar rumah menuju mobil sang majikan, mengambil barang-barang Shaka begitu juga dengan kunci mobil. Majikannya selalu lupa dengan kunci mobil yang masih menggantung di sana. Shaka langsung masuk ke salam kamar dan membersihkan dirinya, meski tidak banyak aktifitas di luar ruangan tetap saja dia merasa tubuhnya lengket dan harus mandi sebelum tidur agar tidurnya berkualitas dia harus bersih bukan? Badan bersih, tidur pun nyenyak. Setelah hampir setengah jam menghabiskan waktu untuk mandi, Shaka teringat dengan putranya, obrolan keduanya terpotong karena tadi dia sedang dalam perjalanan. Shaka kembali menghubungi Fasya. Tapi sayangnya panggilannya tidak terjawab. Akhirnya dia mengalihkan panggilannya pada putra bungsunya. Cukup lama Shaka menunggu nada panggilan tunggu. Akan tetapi di terakhir Shaka hendak mengakhiri panggilannya, Aqlan menjawab. "Iya, Pa," sapa Aqlan langsung tanpa salam. Putra bungsu Shaka yang satu ini sangat berbeda dengan putra pertama Shaka. "Assalamualaikum, Nak." "Waalaikumsalam, Pa." Setelah Shaka memberi salam barulah dia menjawabnya. "Apa kabar?" tanya Shaka meski dia yakin betul kalau putranya sudah pasti sehat di sana karena dari postingan sosial medianya yang aktif dengan kegiatannya. "Baik, papa apa kabar?" "Alhamdulillah, Baik. Tadi mas Fasya telpn papa, tapi papa lagi di jalan. Papa telpon balik gak di angkat mungkin sudah tidur. Kamu tahu apa yang mau mas mu itu bicarakan? "Paling masalah pasangan hidup papa," jawab Aqlan di sertai kekehan kecil. Shaka mendengus kesal karena kedua putranya seakan bekerjasama untuk terus mendorong dirinya agar segera menikah. "Kenapa kalian begitu semangatnya mendorong papa menikah lagi?" protes Shaka. "Kami ingin papa hidup bahagia, ada yg urus keperluan papa terutama biologis papa, itu kata mas Fasya," kelakar Aqlan. "Halah! Bilang aja kalian suruh papa nikah lagi agar kalian juga bisa menikah, iya kan?" tebak Shaka, "nanti kalian ada alasan telah mengijinkan papa menikah karena itu papa juga harus ijinin kalian menikah," tambah Shaka. "Astaga papa ini! Tebakannya selalu tepat! Mas Fasya tuh yang sudah punya calon kayanya bakal duluan." Terdengar tawa lepas Iqlan di seberang sana. "Papa sudah ada calon, Lan." "Hah? Serius?" Seketika tawanya pun terhenti. "Serius, papa serius sama dia. Kapan kalian libur dan pulang? Nanti papa kenalin sama dia. Papa juga baru saling kenal aja belum kenal lebih dalam lagi," jawab Shaka sambil membayangkan wajah Zivaa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN