Lambok terlihat duduk di balkon kamarnya.
"Aku bertemu Mama... Aku juga memeluknya..."
Perkataan Putra sulungnya masih terngiang dipikirannya. Lambok menghela nafas. Lambok kembali mengingat evakuasi itu.
Flash Back On
Team penyelamat sudah tiba sejam setelah pesawat yang ditumpangi Tia mengalami kecelakaan di sebuah pulau terpencil di kepulauan Benua Asia.
Penumpang pesawat dan awak pesawat tak satu pun ada yang selamat. Menurut saksi mata yang hanya melihat sesaat pesawat jatuh dan tak lama terdengar bunyi ledakan yang sangat dahsyat.
Lambok menerima jenasah istrinya dari rumah sakit yang sudah memeriksa kalau itu benar jenasah Tia, karena ditemukan terikat di brankar dengan kondisi yang susah untuk dikenali karena hangus terbakar.
Lambok segera mengurus pemakaman Sang Istri setelah melaksanakan memandikan jenazah, mengkafankan dan menshalatkan.
Flash Back Off
Lambok menghela nafas. Dia mengusap wajahnya. "Ya Allah... Mungkinkah yang Aku makamkan bukan Istriku? Lalu kalau memang benar, kemana dia selama ini? Tapi bagaimana dengan penyakit kankernya?"
"Tidak... Aku tak boleh melawan kodrat Allah. Istriku sudah tiada." Lambok terlihat ragu.
"Ampunilah Hamba-Mu ya Allah yang meragukan kekuasaan-Mu. Astaghfirullaah..." Lambok kembali mengusap wajahnya.
Vita yang sudah beberapa hari ini juga bermimpi bermain di taman bersama Mamanya.
"Apa arti semua ini Ya Allah..??" Batin Lambok.
"Papa...." Vita mencari dan memanggil Lambok.
Lambok yang mendengar suara putrinya bergegas masuk ke kamar. "Sayang... Kenapa belum bobo?" Lambok menyentuh dahi Vita.
"Alhamdulillaah... Panasnya sudah agak reda." Gumam Lambok.
"Papa, Vita kangen Mama. Vita bermimpi lagi ketemu Mama." Vita memeluk Sang Papa.
Lambok menggendong tubuh Vita dan membaringkan di atas ranjangnya. "Vita bobo sama Papa, yah." Kata Lambok.
Vita mengangguk. Lambok mengusap kepala Vita lembut. Lambok membaca doa-doa.
*******
Atala masih menunggu. Atala berharap bertemu dengan Sis Maria hari ini.
Atala bergegas keluar dan berlari ke halte, Dia ingin cepat-cepat sampai ke Mall. Dia ingin bertemu Sis Maria.
Lambok baru tiba, menjemput Twins dan Atala pulang sekolah. Tapi setelah setengah jam menunggu, Atala tak kunjung keluar.
Lambok menghampiri salah seorang Guru Atala yang akan pulang. Betapa terkejutnya Lambok, kalau Atala sudah pulang pas jam pelajaran berakhir.
Lambok menghela nafas. "Apa Atala pergi ke Mall itu?" Batin Lambok yang meyakinkan putranya pergi ke Mall.
Di Mall
Atala masih mencari Suster Maria di toko buku dan foodcourt tapi nihil hasilnya. "Ya Allah... kemana Aku harus mencarinya?" Atala nampak frustasi. Perutnya sangat lapar. Dia lupa membawa uang, karena tadi Atala juga lupa memasukan dompetnya ke dalam tas.
Atala berjalan dengan lunglai. "Aku naik taxi saja, biar nanti Aku bayar di rumah." Batin Atala.
Atala baru saja akan beranjak dari Foodcourt.
"Atala..." Seseorang memanggil.
Atala mencari sumber suara, Dia tak asing dengan suara itu. "Papa...!" Atala berlari menghampiri Papa dan Twins.
"Kamu ngapain ke sini, Sayang? Apa Kamu mencari biarawati itu?" Tanya Lambok.
Atala mengangguk. "Maafkan Atala, Papa. Atala tidak ijin sama Papa." Atala menunduk.
Lambok mengusap bahu Atala. "Jangan dilakukan lagi Nak. Papa sangat khawatir." Kata Lambok.
"Iya Pa, Atala janji." Kata Atala masih lesu.
"Ya sudah, karena kita sudah di foodcourt, sekalian saja Kita makan." Ajak Lambok.
"Yeeeaaa..." Twins terlihat senang. Atala juga yang lapar, mengikuti saja dan hanya tersenyum tipis.
*******
Sis Maria sedang duduk di ruang kerjanya. Dia harus segera menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda karena Sis Maria terus memikirkan Atala.
"Atala... Kamu tampan sekali. Kamu sangat menyayangi Mamamu. Beruntung sekali orangtuamu." Batin Maria.
"Seandainya saja Aku menikah dan mempunyai anak. Tapi Papa..." Maria mengingat sosok Papa nya yang begitu menginginkannya menjadi Biarawati. Dirinya hanya menuruti kemauannya karena dirinya tak tahu apalagi yang harus dia lakukan.
Walau kini Maria belumlah menjadi seorang biarawati. Pastur masih memberi kesempatan pada Maria untuk memantabkan hatinya. Pastur tidak menerima jika Maria terpaksa karena mengikuti kemauan Papa nya.
Maria beranjak dari kursinya. Dia berdiri di depan cermin. Memandang wajahnya. Maria memegang wajahnya. "Apakah Mama Atala memang seperti Aku?"
Ceklek... Seseorang membuka pintu ruangan Maria.
Maria bergegas berlalu dari cermin menuju meja kerjanya. Maria menatap ke pintu.
"Maria... Kamu sudah selesai?" Tanya kepala Biarawati, Suster Noel.
"Sedikit lagi Suster." Kata Maria.
"Apa Kamu masih memikirkan Anak tampan itu?" Tanya Suster Noel.
Maria mengangguk. "Entah kenapa ada sesuatu dalam diriku yang begitu ingin dekat dengannya. Tapi Aku takut."
"Kamu banyak-banyak berdoa ya, minta pada Tuhan agar semuanya dipermudahkan." Kata Kepala biarawati.
"Iya Suster Kepala. Terima kasih." Kata Maria.
*******
Hampir setiap hari Atala mencari Suster Maria di Mall itu. Tapi tak juga Atala menemukannya.
Sang Papa yang tak dapat lagi mencegah kemauan Atala, akan mengantarnya ke Mall sampai Atala yakin Suster Maria tak datang ke sana.
Lambok tak mau terjadi apa-apa dengan Atala. Twins yang memang selalu ikut, berharap dapat bertemu sang Mama.
Kondisi Vita tak menentu. Kadang baik kadang ngedrop. Dia begitu merindukan Sang Mama.
"Bagaimana Atala, apa ketemu dengan Suster Maria?" Tanya Lambok pada Putranya.
Dengan lesu Atala menggeleng. "Dia tidak ke sini, Pa." Mata Atala mulai berkaca-kaca.
Lambok menghela nafas.
"Kak Lambok....." Panggil Seseorang.
"Aunty.....!" Twins menghambur pada Nindi yang menghampiri Mereka.
Ternyata ada Marcel juga di sisi Nindi. Marcel bingung melihat Nindi selalu termenung di ruang kerjanya.
Flash Back On
"Sayang..." Panggil Marcel.
Nindi memutar bola matanya saat tahu Marcel masuk ke dalam ruangannya.
"Hai..." Marcel terlihat bingung.
"Apa Kamu tak sedikit pun merasa bersalah?" Nindi masih sangat kesal dengan perkataan Marcel pada Kakaknya.
Marcel menarik tangan Nindi dan memeluknya. "Maafkan Aku. Aku sangat mencintaimu. Aku begitu cemburu hingga Aku tak sengaja mengucapkannya."
Nindi menghela nafas dan melerai pelukan Marcel. "Sudah, lupakan saja. Lagi pula Kak Lambok sudah memaafkan Aku." Nindi kembali duduk. Dia terlihat murung.
"Ada apa, hhmm?" Marcel memeluk leher Nindi dan mencium pipi Nindi.
"Atala bertemu, Kak Tia." Kata Nindi.
"Apa?!" Marcel terkejut. Dia melerai pelukannya dan duduk di kursi seberang meja Nindi.
Akhirnya Nindi menceritakan perihal Atala berjumpa dengan Suster Maria.
Marcel tak habis pikir, kalau memang Suster Maria itu adalah Tia, lalu yang dimakamkan siapa? Dan bagaimana dengan penyakit kankernya yang menurut prediksi kedokteran sangat sulit untuk disembuhkan karena memang sudah menjalar.
Marcel bergegas mengajak Nindi ke Mall itu berharap bertemu Suster Maria.
Flash Back Off
Marcel memeluk Lambok. "Kak, Maafkan perkataanku tempo hari ya." Kata Marcel.
Lambok mengangguk menepuk punggung Marcel pelan. "Aku sudah melupakannya." Kata Lambok.
"Bagaimana Atala? Ketemu Suster Maria, nya?" Tanya Marcel yang sudah melerai pelukannya dengan Lambok.
"Belum Uncle. Sepertinya Dia tak kesini hari ini." Kata Atala yang terlihat sedih.
"Apa Kamu tahu, Para Biarawati itu dari Gereja mana?" Tanya Marcel lembut.
Atala menggeleng. "Aku lupa menanyakannya." Atala menunduk.
Marcel menghela nafas. "Baiklah... Sebaiknya Kita sekarang makan siang dulu, kalian pasti sudah lapar. Sesudah itu Kita akan mencarinya ke Gereja-gereja mencari Suster Maria." Usul Marcel.
Atala dan Twins mengangguk. "Terima kasih Uncle." Jawab Atala dan Twins senang.
Lambok menghela nafas melihat keceriaan di wajah anak-anaknya.
*******
Dengan menggunakan mobil Marcel, Mereka mulai mencari keberadaan Suster Maria.
Satu per satu Mereka mendatangi gereja yang ada di Negara A. Tapi hasilnya nihil. Nindi mencoret nama-nama gereja yang sudah Mereka datangi.
Hari mulai gelap. Mereka berhenti sejenak untuk melaksanakan shalat maghrib di sebuah Resto Indonesia yang ada musholahnya.
Kemudian mereka mengisi perut Mereka agar ada tenaga untuk mencari Suster Maria.
Vita terlihat bersemangat walau keringat dingin sudah membasahi tubuhnya. Nindi sudah memeriksakan kondisi Vita dan memberikan vitamin.
"Apa gak sebaiknya Kita lanjutkan besok saja? Kasihan anak-anak." Tanya Nindi pada Lambok dan Marcel.
"Jangan Aunty. Vita mau ketemu Mama sekarang." Vita merengek.
"Tapi badan Kamu lemah, Sayang." Kata Nindi.
"Nanti Vita sembuh kok kalau ketemu Mama." Kata Vita yang sudah tak sabar ingin bertemu Mama.
Nindi menghela nafas. Nindi mengajak Vita ke toilet untuk mengelap tubuhnya yang basah dengan keringat dan mengganti pakaiannya.