10. Cinta Ditolak, Fitnah Bertindak

1553 Kata
Benar, kan, Nina?” Wanita itu menyunggingkan smirk tipis saat mengatakannya. Sambil bersedekap d**a, ditatapnya Nina dengan tatapan mengejek. “Icha! Apa yang kau katakan? Jangan asal bicara!” peringat Sari hingga ia berdiri dari duduknya. Posisi mejanya berada di sebelah meja Nina. Wanita bernama Icha itu mengarah pandangan pada Sari dan mengatakan, “Siapa yang asal bicara? Kalau tidak percaya, tanya saja pada temanmu ini. Benar, kan, Nin? Sebaiknya, mengaku saja. Toh, lama-lama juga akan ketahuan. Sebentar lagi perutmu itu akan membesar.” Nina menatap Icha dengan wajah pucat. Bagaimana bisa Icha tahu? batinnya. “Nah, lihat, kan. Nina tak bisa menjawab, dia pasti terkejut dari mana aku mengetahuinya.” Sari menatap Nina dan Icha bergantian. Ia tidak mau percaya, tapi kenapa Nina hanya diam? “Hah … kau itu benar-benar licik, ya, Nin. Ash itu pria baik-baik, kalau kau sampai hamil, kau pasti yang menggodanya, kan? Ah, atau, jangan bilang kau sengaja memberikan sesuatu pada Ash agar dia menidurimu. Ah, atau-atau, apa kau menggunakan pelet? Ish, ish, ish, di luar saja sok baik, sok kalem, nyatanya, kau benar-benar seperti Medusa. Mengerikan.” Icha sengaja bergidik seakan begitu jijik pada Nina. Sikapnya itu pun mengundang kemarahan Sari. “Icha!” bentak Sari. Semua orang mengarah pandangan mendengar suara Sari yang cukup keras. Meninggalkan sejenak kesibukan masing-masing sebelum mulai bekerja. “Ada apa ini?” Telat di saat itu, Ash datang dan berjalan menghampiri Nina. Ia sebenarnya telah menahan diri untuk tidak menemui Nina, tapi melihat dari luar apa yang terjadi membuatnya terpaksa keluar dari persembunyian. “Ada apa ini, Nin? Dan Icha, apa yang kau lakukan di sini?” “Icha sudah memfitnahmu, Ash! Dia sudah membuat gosip tentangmu dan Nina!” seru Sari sambil menunjuk Icha. Tanpa rasa takut, Icha bertingkah seperti manusia tak berdosa. Sebenarnya ia menyukai Ash, ia bahkan menyatakan perasaannya beberapa waktu sebelumnya. Namun, Ash menolaknya dan menduga itu semua karena Nina. Semua orang di kantor tahu Ash dekat dengan Nina. “Apa? Fitnah?” gumam Ash. “Ehm. Ada apa ini?” Bariton berat dari seorang pria berusia 35 tahun terdengar. Pria itu bernama Dany, kepala divisi Nina. Melihat para bawahannya tak segera bersiap di saat jam kerja hampir dimulai membuatnya mencari sumber masalah dan menemukan kerumunan kecil di depan meja Nina adalah penyebabnya. “Ini Pak, Icha dari divisi sebelah mengganggu Nina,” adu Sari sambil menunjuk-nunjuk wajah Icha. Ia benar-benar kesal pada wanita seusia Nina itu. “Sorry, Pak. Aku ke sini cuma mau menegur anak buah bapak. Habisnya, dia sudah membuat malu perusahaan,” ujar Icha membuat Sari melotot. Sementara, Nina hanya menundukkan kepala. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia khawatir, jika ia mengatakan semua yang Icha katakan hanyalah fitnah tapi nanti ketahuan bahwa ia memang hamil, semua orang pasti akan menghakiminya. Alis Dany berkerut tajan. “Apa?” Tangan Ash mengepal kuat. Tak ingin terjadi kekacauan lebih dari ini, ia segera mencengkram tangan Icha dan menyeretnya pergi dari sana. Namun, mulut Icha yang bebas, dengan keras melontarkan kalimat yang membuat semua orang terkejut. “Si Nina itu hamil, Pak! Hamil anaknya Ash! Kalau tidak percaya, suruh saja dia ke klinik dan periksa!” teriak Icha meski ia diseret Ash meninggalkan lantai itu. Ash terus menarik Icha sampai langkahnya berhenti di lorong menuju toilet di lantai tersebut. Ia pun dengan kasar mendorong wanita bermake-up menor itu karena begitu geram dengan apa yang sudah ia lakukan. “Apa yang kau lakukan, hah?! Kau mau semua orang–” “Ya! Aku mau semua orang membenci Nina! Mengetahui siapa dia sebenarnya! Aku mau semua orang tahu kalau dia benar-benar munafik! Berlagak seperti wanita baik-baik tapi hamil sebelum menikah!” potong Icha sebelum Ash selesai bicara. Ia melupakan kekesalannya tak peduli Ash membencinya. Ia sudah terlanjur benci pada Ash karena Ash menolaknya bahkan telah menghamili Nina. “kau menolakku, jadi kubuat saja kau dan Nina dipecat dari sini!” Ash tak percaya Icha melakukan ini semua karena dendam ia telah menolaknya. Tapi, yang membuatnya lebih tak percaya, dari mana Icha tahu Nina hamil sekarang? Napas Icha tersengal setelah berteriak meluapkan kemarahannya. Ia lalu menyisir rambut sebahunya dengan jari dan merapikan pakaiannya. “Kau pasti bertanya-tanya dari mana aku tahu, kan? Dokter di klinik yang kau datangi dengan Nina adalah kakakku. Dulu aku memang menyukaimu, tapi setelah kau menolakku, lebih baik kau hancur dengan wanita yang membuatmu mengabaikanku.” Setelah mengatakan itu, Icha segera melangkah pergi. Ia tak mau lebih lama berhadapan dengan Ash. Rasa cinta yang tak terbalas menciptakan rasa benci yang meledak-ledak. Ash hanya bisa mengepalkan tangan kuat-kuat, giginya terdengar bergemeletuk. Jika bukan wanita, mungkin ia sudah membungkam mulut Icha dengan kepalan tangan. Ia benar-benar tak mengira semua jadi seperti ini. Sementara di tempat Nina, saat ini telah berhadapan dengan kepala divisinya di saat semua rekan kerja lainnya telah mulai bekerja. Tentu saja itu semua karena masalah yang terjadi sebelumnya. “Jadi, bisa kau katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi, Hanina Nourah? Sejujurnya aku tidak ingin terlalu ikut campur dengan urusan pribadimu, tapi jika hal itu menyangkut nama baik perusahaan atau divisi kita, aku tak bisa tinggal diam.” Nina tertunduk dalam. Bagaimana ia menjelaskannya sekarang? “Katakan saja, apakah yang tadi kudengar benar atau tidak. Jika tidak, tidak ada yang perlu kau khawatirkan, bukan? Kau termasuk salah satu karyawan teladan dan aku selalu menyukai hasil pekerjaanmu. Jika yang wanita tadi katakan hanya gosip tak benar, aku siap menjadi garda terdepan untuk membelamu.” Kalimat panjang yang kembali Dany ucapkan membuat Nina semakin gusar. Ia pun hanya bisa melampiaskan perasaan dengan meremas ujung blazernya hingga kusut. Dany menunggu dengan sabar, dengan jemari tangan kanan mengetuk punggung tangan kirinya yang terkepal. Ia menyukai Nina sebagai karyawan yang berdedikasi dan bertanggung jawab pada pekerjaannya. Ia pun tak rela jika ada yang menjelekkan Nina. Tiba-tiba salah seorang karyawan menghampiri meja Dany dan mengatakan, “Pak. Ada ….” Belum sempat karyawan itu selesai bicara, perhatian Dany telah tertuju pada seorang pria yang berdiri di samping Nina. Pria itu tak lain adalah Riyon. “Kau meninggalkan ini di mobil,” ucap Riyon seraya memberikan makanan pemberian ibunya yang tertinggal di mobil. Entah Nina sengaja meninggalkannya, atau memang tertinggal. Mata Nina melebar menatap Riyon di hadapan. Ia benar-benar terkejut. Seluruh pasang mata tertuju pada Riyon dan Nina. Ada yang terpesona melihat ketampanan Riyon, ada pula yang bertanya-tanya siapa pria itu. “Anda ….” Ucapan Dany menggantung. Ia mengenal Riyon, setidaknya hanya sebatas tahu bahwa Riyon memiliki hubungan dengan direktur. Riyon menatap Dany dengan raut wajah nan datar kemudian melirik Nina. Dan hanya dengan gerakan kecil itu, Dany seolah tahu sesuatu apalagi dengan kotak makan terbungkus furoshiki di tangan Nina. Drt …. Riyon mengambil ponsel dari saku celana saat benda pipih miliknya itu berdering. Ia pun mengangkat panggilan seraya membalikkan badan. “Aku ada di lantai lima,” ucap Riyon entah dengan siapa yang menghubunginya. “baik lah.” Setelahnya Riyon mengakhiri panggilan dan memasukkan kembali benda persegi itu ke saku celananya. Ia kemudian setengah berbalik dan meminta Dany mengantarnya menemui direktur. Meski ia tahu di mana tempat direktur muda pemilik perusahaan itu berada, ia sengaja meminta Dany menemaninya. Dany segera bangkit dari duduknya dan mengikuti Riyon seperti seorang ajudan. Harusnya ada orang tersendiri yang ditugaskan menyambut Riyon dan menemaninya hingga bertemu direktur, tapi sepertinya Riyon masuk tanpa konfirmasi lebih dulu. Mungkin karena dia berniat memberikan kotak makan itu untuk Nina, pikir Dany. Nina masih berdiri di tempat menatap punggung Riyon yang mulai menjauh bersama kepala divisinya. Rasanya ia masih tak percaya Riyon menemuinya hanya untuk mengantar makanannya yang tertinggal. ”Uhuk!” Suara batuk dari salah seorang karyawan terdengar dan memecah keheningan tepat setelah Riyon dan Dany pergi. Suasana yang sebelumnya tenang dan sedikit tegang pada akhirnya mulai ramai. Dan tentu saja, keramaian itu membicarakan kehadiran Riyon beberapa saat yang lalu juga membicarakan Nina yang menerima sesuatu dari pria itu. *** Nina berjalan dengan terburu-buru menghindari rekan-rekannya yang sebelumnya mengerubunginya seperti semut. Tepat saat jam istirahat dimulai, rekan-rekannya yang telah menahan diri selama setengah hari segera mengerumuninya, menanyakan pria yang mendatanginya juga perihal gosip yang menerpanya. Nina berhenti melangkah, ia duduk di tangga dengan makanan pemberian Rahayu di pangkuan. Ia sengaja makan siang di tangga darurat untuk menghindari orang-orang. Nina memijit pelipisnya sebelum membuka furoshiki yang digunakan membungkus kotak makan. Kepalanya terasa berdenyut-denyut memikirkan apa yang terjadi setelah ini. Setelah ini semua orang pasti akan membicarakannya. “Ini ….” Perhatian Nina jatuh pada menu makanannya yakni nasi lemak dengan daging dan tambahan sayuran. Di kotak makan kedua ada irisan buah dan sebotol kecil minuman. Merasa penasaran dengan minumannya, ia membuka tutup botol itu dan mencium aromanya. “Jus apel,” gumam Nina. Meletakkan botol minumannya di sampingnya, Nina mulai menyantap makanan buatan calon ibu mertuanya setelah sebelumnya membaca doa. Di suapan pertama Nina merasa ingin menangis. Rasanya sangat lezat sampai tak bisa dijelaskan dengan kata. Hampir mirip dengan masakan ibunya yang telah tiada. Beberapa saat kemudian, Nina telah menghabiskan makanannya hingga kotak makannya bersih. Bahkan buah dan jus apelnya habis tak bersisa. Nina juga sampai bersendawa. Nina tetap duduk menunggu makanannya tercerna juga menunggu jikalau ia merasa mual. Biasanya setelah makan beberapa menit setelahnya ia merasa mual. Namun, selang beberapa menit berlalu dirinya sama sekali tak merasakannya. Drt …. Nina tersentak merasakan ponsel dalam saku blazernya bergetar. Mengambil ponselnya itu, ia pun mengangkat panggilan. “Halo.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN