3. Yang Terjadi Malam Itu

1368 Kata
Riyon memasuki ballroom hotel bintang 5 itu dengan penuh wibawa. Ia datang sebagai tamu undangan dalam acara ulang tahun perusahaan tempat Nina bekerja yang diadakan di sana. Acara itu dihadiri banyak tamu undangan, bukan hanya seluruh karyawan perusahaan tapi juga para kolega dan kenalan pemilik perusahaan. Di sisi lain, Nina berjalan anggun memasuki ruang acara. Penampilannya yang memukau membuat beberapa pasang mata mengarah padanya. Bukan hanya rekan kerja, tapi juga tamu undangan lainnya. Rambut sebahunya ia sanggul rendah dengan menyisakan sedikit anak rambut bergelombang yang membingkai wajahnya. Hiasan rambut berbentuk bunga sakura warna putih yang menghiasi surai hitamnya itu kian mempercantik tatanan rambutnya, membuatnya terlihat semakin manis. Make up tipis yang terpoles di wajah justru membuatnya tampak cantik alami. Meski hanya memakai gaun sederhana berwarna khaki, tak mengurangi kesan anggun darinya. Seorang pria menghampiri Nina setelah tak berhenti memperhatikannya sejak ia memasuki ruangan. “Kau begitu cantik malam ini, Nina dari bagian kreatif design,” ujar pria itu. Pria itu bernama Aji, dari bagian HRD. Nina tersenyum lembut. “Terima kasih, Pak Aji,” ucapnya kemudian dengan sopan menghindar. Ia sudah sering mendengar pujian yang Aji berikan membuatnya sedikit risih. Bukan tanpa alasan, melainkan karena ia tahu Aji sudah berkeluarga. Aji berdecak saat Nina pergi meninggalkannya. Nina begitu sulit didekati tak seperti beberapa karyawan lain. Hal itu pun semakin membuatnya penasaran dan ingin mendapatkan Nina. Di lain sisi, beberapa orang wanita terlihat mengobrol di sudut ruangan. Acara tersebut bertema standing party yang membuat tamu lebih bebas saling mengobrol dengan tamu yang lain. “Hei, kalian lihat itu? Itu, pria tampan itu.” Seorang wanita menunjuk ke arah Riyon membuat wanita lain yang berdiri di sampingnya mengarah pandangan. “Eh? Siapa itu? Dia tampan sekali.” “Sepertinya tamu undangan penting,” celetuk rekan wanita yang menunjuk Riyon. “Dari segi wajah dan penampilan, aku yakin dia bukan orang biasa.” Wanita yang pertama menunjuk Riyon menyunggingkan smirk tipis. Sama seperti temannya, ia juga yakin pria itu bukan pria biasa. Ia yang sejak awal sudah berencana menggaet kolega perusahaan tempatnya bekerja, memutuskan menunjuk Riyon sebagai targetnya. “Kalian semua lihat, aku akan mendapatkannya.” “Apa? Serius?” “Kau yakin?” “Jangan bermimpi terlalu tinggi, Wi” Tak ada satupun temannya yang mendukung membuat wanita bernama Winda itu semakin menggebu menjalankan aksinya. Tentu ia punya cara agar bisa mendekati pria incarannya karena, ia sudah mempersiapkannya dari rumah bahkan jauh-jauh hari sebelum acara ini diadakan. “Kita lihat saja. Akan kubuat kalian menganga. Apalagi, jika aku menikah dengannya,” batin Winda yang sudah sangat yakin rencananya akan berhasil. Ia tak peduli siapa targetnya, yang penting, orang itu tampan dan kaya. Tak lama, Winda berencana menjalankan aksinya. Ia mendekati Riyon dan mengajaknya berkenalan. Meski Riyon tampak cuek bahkan tak begitu menganggapnya, ia sama sekali tak peduli. Ia bahkan semakin ingin membuat Riyon jatuh dalam jebakannya. Tiba-tiba seseorang tanpa sengaja menabrak Riyon membuat minuman di tangannya tumpah. Pria itu meminta maaf dan segera mengambil minuman yang baru untuknya. Tanpa rasa curiga, Riyon minuman minuman barunya tanpa menyadari pria yang menabraknya telah bersekongkol dengan Winda. Pria itu adalah Aji dan Aji sendiri meminta bantuan pada Winda untuk melakukan hal serupa dan tentu saja targetnya adalah Nina. Tanpa ada satupun yang menyadari, Winda dan Aji telah bekerja sama dan menjalankan aksi licik mereka dengan sangat rapi. Beberapa saat setelahnya, obat dalam minuman Riyon telah bekerja. Ia yang merasa aneh dengan tubuhnya memilih meninggalkan tempat acara. Di saat itu lah, Winda menunggunya, menawarkan diri memberi bantuan. Sayangnya, sebelum itu terjadi, rekan Winda menyeretnya lebih dulu kembali ke ruang acara sebab, pengumuman karyawan teladan akan segera diumumkan dengan hadiah liburan ke luar negeri yang diidam-idamkan oleh banyak karyawan. Di saat yang sama, Nina juga meninggalkan tempat acara. Ia juga merasa aneh dengan tubuhnya. Namun, ia sama sekali tak berpikir semua itu ada hubunganya dengan Winda yang sebelumnya memberinya minuman. Nina membasuh wajahnya tak peduli make up tipisnya luntur. Ia telah berada di toilet sekarang, berdiri di depan wastafel. Ia harap dengan mencuci muka dapat membuatnya sedikit lebih baik, tapi rasanya tetap sama. Pusing di kepalanya masih bertahan, pandangannya juga tampak sedikit kabur dan ia merasa tubuhnya terasa panas. “Sssh … ada apa denganku?” desah Nina menatap pantulan wajahnya di depan cermin. Merasa kondisinya semakin tidak baik-baik saja, Nina memutuskan check in hotel itu untuk beristirahat. Ia merasa dengan keadaannya itu tak memungkikannya menyetir untuk pulang. Bruk! Saat keluar dari toilet, tanpa sengaja Nina menabrak seseorang yang keluar dari toilet pria. Dan orang itu tak lain adalah Riyon. “Ma- maaf,” ucap Nina. Riyon memperhatikan Nina yang tampak aneh. Wajahnya merah, gelagatnya tampak sama seperti yang ia rasakan. Dan entah kenapa, Riyon merasa tak ingin melepaskannya. Seperti muncul dorongan dari dalam dirinya untuk melampiaskan hasratnya yang telah di ujung dengannya. “Tu- tunggu,” cegah Riyon saat Nina hendak pergi. Ia memegang pergelangan tangan Nina membuatnya seperti terkena kejutan listrik. Nina menatap tangan Riyon yang memegang tangannya kemudian menatap pria itu yang menatapnya dengan mata sayu. Dan entah bagaimana, saat Riyon menarik tangannya, menyeretnya kembali masuk ke dalam toilet, ia tak punya kuasa untuk melawan. Bahkan saat Riyon mulai mencium bibirnya penuh nafsu setelah membawanya masuk ke bilik toilet, ia justru mengimbangi permainan pria itu meski ia tak pernah ciuman sebelumnya. Lenguhan panjang Nina lolos dari mulut saat Riyon menjelajahi lehernya dengan lidahnya yang basah. Saat ini ia duduk di pangkuan Riyon, menikmati sentuhan-sentuhan yang Riyon berikan. Bukan hanya sentuhan dengan tangan, tapi juga dengan bibir dan lidah. Riyon dan Nina telah tenggelam dalam hasrat yang tak tertahankan. Namun, Riyon masih mempertahankan sedikit kewarasannya untuk membawa Nina ke kamar hotel daripada melakukannya dalam bilik toilet. *** Riyon masih mematung saat ingatan malam itu berputar dalam kepala. Tentu ia masih mengingat dengan jelas wajah wanita yang menikmati malam panas dengannya. “Riyon … Riyon? Ada apa?” Riyon tersentak saat suara Rahayu menginterupsi pendengaran. Ia pun segera melanjutkan langkah dan duduk di kursi kosong dekat kursi yang ibunya duduki dan berhadapan dengan Nina. Nina menundukkan kepala. Senyuman dan wajah hangat yang sebelumnya ia tunjukkan, kini lenyap entah ke mana dan Ash menyadarinya. “Nin, ada apa? Kau baik-baik saja?” tanya Ash dengan memegang bahu Nina. Dan ia pun terkejut merasakan bahu Nina sedikit bergetar. “Ri, kenalkan. Dia Nina, calon istri adikmu,” ujar Rahayu memperkenalkan Nina. Riyon hanya diam. Ia bahkan tak mengalihkan pandangan dari Nina. Ia tak percaya, dunia ini begitu sempit. Tak ada yang mengira, wanita yang menghabiskan malam dengannya adalah calon istri adiknya. “Nina, ini kakakku, Riyon. Dan Kak, ini Nina, calon istriku,” ujar Ash memperkenalkan Nina. Nina tak berani mengangkat kepala. Situasinya membuat kepalanya serasa mau pecah. Siapa kira, ayah dari anak yang dikandungnya adalah kakak dari pria yang akan menikahinya. Ash semakin merasa aneh dengan sikap Nina, membuatnya kian cemas. “Nin, kau baik-baik saja?” Rahayu dan Salim saling melempar pandangan sekilas, seperti sama dengan Ash, merasa penasaran dengan sikap Nina. Rahayu bangkit dari duduknya dan menghampiri Nina. “Nina, kau baik-baik saja? Apa terjadi sesuatu? Perutmu tidak enak? Atau kau merasa mual?” tanyanya penuh perhatian. Ia pikir mungkin saja Nina merasakan semua itu mengingat ia sedang hamil muda. “Bawa dia ke kamarmu, Ash. Mungkin Nina butuh istirahat. Wanita hamil memang lebih cepat lelah, bukan?” Riyon menoleh pada sang ayah. “Dia … hamil?” “Apa maksudmu, Ri. Tentu saja, bukankah ibu sudah memberitahukannya padamu kemarin?” Riyon terdiam sesaat. Dan saat Ash membantu Nina berdiri untuk dibawanya beristirahat, pertanyaan Riyon menghentikannya. “Berapa bulan?” Pertanyaan Riyon membuat suasana ruang makan semakin berbeda. Suasana yang sebelumnya hangat dan menyenangkan sebelum kedatangannya, menjadi dingin dan semakin dingin dengan pertanyaan yang terlontar dari mulutnya. “Kurang lebih … satu bulan,” jawab Ash. Tubuh Riyon menegang. Kejadian waktu itu juga terjadi satu bulan yang lalu. Mungkinkah … mungkinkan anak yang dikandung Nina adalah hasil dari benihnya malam itu? Sebab, ia masih ingat dengan jelas, Nina masih perawan. Dirinya lah yang mengambil keperawanan Nina. Riyon tak bisa mengalihkan pandangannya dari Nina dan entah kenapa ia merasa bahwa dirinya lah ayah dari anak yang dikandungnya, bukan Ash. Sikap yang Nina tunjukkan seolah menjadi jawaban. “Bayi yang kau kandung, adalah anakku?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN