BAB 10. Penebusan Dosa

1659 Kata
Oliver menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi untuk menetralkan emosinya yang memuncak sampai membuatnya pusing. Sementara Olivia si pembuat masalah itu, terdengar masih terisak di dalam kamarnya. Laki-laki itu tahu bahwa adiknya salah. Jelita berhak marah karena Olivia sangat tidak menghargainya seperti tadi. Tapi Olivia tidak bisa di didik dengan keras. Anak itu akan membangkang jika Oliver melakukannya. "Ini tidak mudah." Gumamnya dengan tarikan napas berat. Oliver sendiri tidak paham kenapa Olivia bisa setidak suka itu pada Jelita. Sepanjang jadi kakaknya, Olivia adalah anak yang manis. Dia juga tidak jahat. Tapi kenapa dia bisa sampai keterlaluan seperti tadi pada Jelita? Oliver rasanya sangat stress dan frustasi. Tepat pukul sembilan malam Desita dan Dante pulang. Oliver masih ada di ruang tamu dengan ekspresi berat yang membuat Dante mengernyit bingung. Seingatnya, masalah Jelita seharusnya sudah beres. Tapi kenapa OLiver masih terlihat sangat frustasi? "Mikirin apa? mikirin perempuan murahan itu lagi?" tanya Dante dengan nada sarkas. Membuyarkan pikiran berat Oliver sehingga membuat laki-laki itu sadar bahwa orang tuanya sudah pulang. "Siapa yang Papa maksud?" "Rembulan, siapa lagi." Balas Dante kesal. "Kenapa aku harus mikirin Rembulan?" "Karena kamu sudah bertemu dengannya hari ini." Ucap Dante membuat Oliver kaget. Laki-laki itu ingin bertanya dari mana ayahnya bisa tahu, tapi urung dia lakukan. Sebab Dante sedikit mirip dengan Adrian yang selalu waspada dengan menyelidiki banyak hal. "Hari ini Olivia berulah lagi. Jelita sampai membanting ponselnya saking marahnya. Dia mengatakan, Oliver harus membawa Olivia ke rumahnya untuk meminta maaf padanya dan pada orang tuanya kalau Oliver mau pernikahan ini berlanjut." Ungkap Oliver membuat Dante mengernyit. "Ayo kita ke ruang kerja Papa." Ajak Dante dan Oliver langsung mengekor. Sesampainya disana, keduanya duduk di sofa hitam tempat keduanya biasa membicarakan banyak hal. "Jujur saja menurut papa Jelita juga sedikit menyebalkan pada Olivia. Papa tahu bahwa OLivia menyebalkan, tapi sikap Jelita yang sengaja memancing kita untuk memarahi Olivia juga menyebalkan." Dante mengutarakan pendapatnya. "Oliver sudah beri tahu Papa bahwa Jelita banyak berubah sejak kasus Hipnotis yang menimpanya. Jelita jadi lebih tegas dan tidak lembut lagi seperti dulu. Memang sudah seharusnya sikap Setyo Aji seperti itu. Karenanya menurut Oliver, Jelita wajar bersikap seperti itu mengingat seberapa keterlaluannya Olivia." Oliver membela calon istrinya. Sudah dia tebak bahwa Dante pasti akan menyadari sikap menyebalkan Jelita yang memasang ekspresi tersakiti untuk mendorong Dante dan Desita bertindak tegas pada Olivia. "Olivia tidak hanya mengutarakan keberatannya saja yah. Tapi anak nakal itu juga tidak menghargai Jelita. Hal yang memicu pertengkaran tadi adalah karena Olivia memotong Jelita yang sedang bicara sambil membentak seolah-olah Jelita tidak ada." Oliver melanjutkan, membuat Dante mendesah frustasi. "Kejadian itu terjadi seperti menyulut api yang sudah mati-matian Jelita simpan selama ini karena ucapan Olivia yang keterlaluan." "Apakah mengatakan keberatan seketerlaluan itu? bukankah wajar jika ada orang yang tidak menyukainya?" Dante masih ingin mempertahankan egonya untuk melindungi putri kesayangannya. Oliver mengerti hal itu karena Dante tidak tahu apa saja kalimat yang sudah Olivia lontarkan pada Jelita. "Olivia bukan hanya mengatakan keberatan Pa, tapi banyak kalimat tidak senonoh yang dia lontarkan pada Jelita di belakang kita. Selama ini Jelita menyimpannya seorang diri." "Maksud kamu?" "Oliver pernah dengar dengan telinga Oliver sendiri, Olivia mengatakan Jelita perempuan jalang yang haus laki-laki berduit." Jawaban Oliver sontak membuat Dante syock dengan wajah memerah. "Kurang ngajar sekali anak itu!" Dante berteriak marah. "OLiver pikir, Jelita akan mengadukan hal itu ke Oliver, karena itu Oliver diam saja dan menunggu. Tapi rupanya Jelita memendam semua itu sendiri dan memilih untuk menghukum Olivia dengan caranya. Bukankah Jelita masih tergolong baik? jika dia memang jahat seperti yang papa pikir, bukankah efeknya akan lebih buruk bagi Olivia jika Jelita mengadukan hal itu? Semua ucapan itu dikatakan Olivia di rumah ini di mana setiap sudutnya ada CCTV. Jelita mengetahui itu tapi dia diam saja. Padahal jika dia mengatakannya dia tidak akan sulit untuk mendapatkan buktinya bukan?" Ungkap Oliver lagi. Inilah alasan kenapa Oliver tidak bisa membela Olivia. Adiknya jelas bersalah dan Oliver pernah mendengarnya dengan telinganya sendiri. Justru Oliver mengagumi kebaikan Jelita yang tidak mengadukannya dan memilih untuk menghukum Olivia dengan caranya sendiri agar Dante tidak terlalu keras. "Papa malu sekali karena masih membela Olivia tadi." Desah Dante frustasi. Laki-laki itu kemudian mengambil laptop di ruang kerjanya dan memeriksa CCTV untuk melihat interaksi Olivia dan Jelita selama Jelita datang ke rumah. Dan betapa kagetnya dia saat menemukan hal yang jauh lebih buruk dari yang Oliver sebutkan tadi. Oliver juga terkejut karena ada kejadian dimana Olivia hampir mendorong Jelita ke kolam Renang dengan sengaja. Untungnya Jelita memiliki reflek dan bela diri yang bagus sehingga Olivia tidak berhasil. Kejadiannya adalah ketika pertama kali Jelita diajak main ke rumah oleh Oliver setelah persetujuan perjodohan mereka. Tapi hingga detik ini, Jelita tidak mengatakan apapun. Oliver merasa sangat bersalah. Dante langsung berdiri tanpa mengatakan apapun dengan raut wajah sangat murka, tapi tangannya di cekal oleh Oliver. "Papa akan menyesal kalau menemui Olivia dalam keadaan emosi dan sampai terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, sebaiknya Papa menenangkan diri dulu sambil kita berdiskusi." Ucap Oliver menenangkan. Dante kemudian duduk kembali sambil menyugar rambutnya frustasi. "Papa merasa malu, rasanya kaya Papa gagal mendidik putri satu-satunya milik Papa. Terutama karena Jelita diam saja dan menahan dirinya untuk membalas sama kejamnya dengan yang Olivia lakukan. Hal itu membuat Papa menjadi semakin malu." Ungkap Dante jujur. "Oliver yakin Ayah Adrian dan kedua putranya tidak akan diam saja karena kejadian ini. Jelita pasti sudah cerita ke Ayahnya karena dia meminta Oliver dan Olivia datang kerumah untuk minta maaf pada mereka. Karena itu, Papa tolong jangan ikut campur apapun yang akan mereka lakukan pada Oliver. Karena sudah jelas disini yang melanggar janji adalah Oliver. Oliver tidak melindungi Jelita sesuai janji di awal perjodohan di setujui." Oliver memperingati. Karena dia tahu Adrian, Rega dan Chiko tidak mungkin diam saja. Tapi masalah ini akan jadi panjang kalau Dante sampai ikut campur. "Papa tahu soal itu, ini sudah jadi resiko yang harus kamu ambil dengan bertanggung jawab. Papa juga yakin mereka pasti tahu batasan dalam memberi kamu pelajaran." Balas Dante tampak tenang. "Lagipula Papa juga tidak memiliki alasan membela diri mengingat kesalahan ada di pihak kita. Pernikahan ini tidak batal itu sudah untung kan?" "Papa benar! Oliver akan berusaha agar pernikahan ini tertap berjalan demi janji yang Oliver katakan pada Papa beberapa tahun lalu." *** Sesuai dugaan, sebuah chat dari Regarta datang jam dua pagi. Oliver memang belum bisa tidur saat itu. Menurut laki-laki itu, lebih cepat mereka memberi pelajaran itu lebih baik mengingat pernikahan sudah mepet dan masalah ini harus segera diselesaikan. Oliver pura-pura menolak, tapi kemudian menerima setelah Regarta mengancam. Dia dibawa masuk ke Mobil Regarta dimana di dalamnya ada Chiko dan Adrian yang menatapnya denga ekspresi murka. Regarta menghentikan mobilnya di tengah lapangan, setelah itu Adrian Turun dan menyeret Oliver keluar. "Sudah saya katakan bahwa haram hukumnya membuat putri saya menangis." Ucap laki-laki itu tegas sambil melayangkan pukulan keras di perut Oliver sampai Oliver terbatuk. "Oliver salah Yah, karena itu Oliver akan melakukan penebusan dosa ini." ucap Oliver sambil merendahkan suaranya sopan. Tapi detik berikutnya, tendangan Regarta mengenai pahanya dan membuat Oliver meringis kesakitan. "Selain menebus Dosa yang lo lakukan, lo juga harus bertanggungjawab pada pembatalan pernikahan yang sudah kami putuskan." Chiko berteriak marah sambil mencengkeram kerah baju Oliver. "Aku memang salah dan melanggar janji pada kalian, tapi aku masih bisa memperbaikinya. Karena itu aku tidak mau pernikahan ini Ackkkk..." Oliver tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya karena Chiko menendang perutnya lagi sampai Oliver terjatuh di rerumputan. Selanjutnya Oliver menerima dengan sabar beberapa pukulan lagi hingga Adrian menariknya untuk berdiri dalam keadaan tubuhnya sakit-sakit semua. "Hanya satu kesempatan lagi Ol. Ini juga kami lakukan karena memikirkan perasaan Jelita. Besok pagi lo harus datang ke rumah sambil membawa Olivia yang sudah siap meminta maaf dengan tulus beserta orangtua kamu. Kalau kamu tidak sanggup, saya akan memastikan bahwa kamu tidak akan pernah lagi bisa melihat wajah Jelita. Manfaatkan dengan baik kebaikan hati kami yang masih tersisa ini." Ucap Adrian dengan nada mengancam. "Dan lo juga tahu kan Ol, kalau pesta penyambulan lo ini nggak boleh sampai Jelita tahu?" Regarta mengatakannya sambil tersenyum menyeramkan. Senyum yang biasanya laki-laki itu berikan pada musuh-musuh yang dia temui. "Baik Yah, Ga." Adrian tersenyum puas melihat Oliver sangat patuh. Kemudian melepaskan cekalannya sambil mendorong laki-laki itu hingga jatuh kembali di rumput. "Pulang sendiri! ini pelajaran terakhir dari kami." Ucap Chiko sambil mengekori kaka dan Ayahnya kembali masuk mobil dan meninggalkan Oliver yang terkapar di tengah lapangan dengan babak belur. Laki-laki itu mendesah sambil menatap langit yang herannya hari ini sangat indah itu. Sebutir air mata jatuh di sudut matanya. "Penebusan Dosa ini tidak mudah Ta, tapi aku nggak akan pernah menyerah." Gumamnya seorang diri sambil memegangi perutnya yang terasa sakit sekali. Oliver menutupi matanya menggunakan lengan saat air matanya berjatuhan tidak bisa terbendung dan menangis dalam diam seorang diri. Bukan karena merasakan sakit di pukuli oleh calon mertua dan para iparnya, tapi hatinya juga merasakan sakit karena merasa gagal melindungi Jelita. Tidak lama kemudian Gavin datang dan membuat laki-laki itu buru-buru menghilangkan jejak air matanya. Oliver memang menghubungi Gavin beberapa menit lalu dan laki-laki itu langsung datang. "Mau ke Rumah Sakit dulu apa langsung pulang?" Gavin bertanya dengan prihatin. "Temenin gue ke suatu tempat dulu." Balas Oliver kemudian berdiri dengan di bantu oleh Gavin. "Kemana?" "Menemui Bulan." Jawab Oliver membuat Gavin melotot. "Masalahnya akan semakin runyam kalau lo ketemuan sama perempuan itu Ol." Gavin memperingatkan. "Tapi gue harus ketemu dia dan Kiana supaya gue lega Vin. Cuma lo yang gue kasih tahu Bulan masih hidup, karena itu cuma lo yang bisa bantu gue Vin." "Mau ngapain? lo masih ngarepin dia? gue nggak akan belain lo kalau lo sampai kaya gini di belakang Jelita Ol. Sekalipun gue temen lo, tapi gue juga lebih dulu temenan sama Rega. Ditambah, Jelita nggak tahu apa-apa." Balas Gavin tegas. "Gue cuma mau memastikan sesuatu aja sebelum gue melanjutkan pernikahan dengan Jelita. Karena kalau gue menemui mereka setelah gue menikah dengan Jelita bukankah itu lebih jahat?" "Oke, gue turutin kemauan lo sekarang." Ucap Gavin setuju dan melajukan mobilnya menuju alamat yang Oliver tunjukkan. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN