bc

Istri yang Diinginkan Suamiku Ternyata Bukan Aku

book_age18+
9.1K
IKUTI
151.5K
BACA
revenge
HE
arranged marriage
arrogant
heir/heiress
tragedy
bxg
brilliant
secrets
professor
like
intro-logo
Uraian

Warning 21+Mengandung Adegan Dewasa

Akhir dari pernikahan milik Jelita dalah kematian tragis. Jelita dibunuh oleh selingkuhan sang suami dalam keadaan hamil.

Tapi bagaimana jika Takdir membuatnya kembali ke masa lalu?

Jelita kembali tepat dua minggu sebelum pernikahannya, karena itu dia tidak bisa membatalkannya. Tapi Jelita tidak akan tinggal diam. Jika dia harus menikah dengan Oliver maka dia bertekad untuk balas dendam.

Pada suami yang sudah berselingkuh, kepada selingkuhan yang sudah membunuhnya dan kepada keluarga mertua yang ikut menelantarkannya.

Tapi benarkah Jelita mampu untuk tidak jatuh cinta lagi pada Oliver jika laki-laki itu berubah jadi lebih manis dan Romantis di kehidupan kali ini?

042024@desstinna1201

chap-preview
Pratinjau gratis
Prolog
"Sudah aku bilang ini anak kamu mas, kenapa kamu lebih percaya perempuan itu dibanding aku yang istri kamu." Teriak Jelita dengan suara bergetar. Hatinya masih tidak bisa percaya bahwa Oliver akan tega sampai sedingin ini padanya. Padahal awal pernikahan mereka dulu sangat indah. Jelita yang awalnya tidak suka pada laki-laki itu di buat terbuai hingga menyerahkan seluruh hatinya. Tapi sejak kehadiran Bulan, sikap laki-laki itu berubah. Oliver jadi dingin dan tidak peduli pada Jelita. Bahkan saat Jelita dengan penuh suka cita memberitahu laki-laki itu tentang kehamilannya, Oliver marah besar. Jelita bersusah payah sendirian selama kehamilannya karena Oliver hampir tidak pernah pulang. Teman-temannya setiap hari mengirimi Jelita foto kebersamaan Oliver dan Bulan yang begitu mesra. Jelita tentu tahu apa yang akan dilakukan oleh keluarganya jika dia sampai melaporkan sikap OLiver yang keterlaluan ini. Karena rasa cintanya yang begitu besar, Jelita percaya suatu hari Oliver akan berubah. Karena itu Jelita berusaha bersabar. Tapi hari ini, laki-laki itu tiba-tiba saja pulang bersama perempuan itu. Wajahnya masih dingin dan menyeramkan. Tanpa bertanya apapun tentang kondisi Jelita, Oliver masuk ke kamarnya dan membereskan barang-barangnya. Sejak pagi perut Jelita sudah sakit sekali, karena itu dia diam saja. Tidak ingin memancing keributan dengan laki-laki itu. Tapi ketika Oliver sedang di dalam kamar, tiba-tiba saja Bulan mendorongnya dengan keras sekali. Oliver keluar dan menatap istrinya yang terduduk di lantai sambil merintih. Saat itu Jelita bisa melihat ada kekahawatiran di wajah Oliver. Hal itu sedikit menumbuhkan harapan di hati Jelita. Tapi ternyata semua itu hanyalah harapn kosong. "Dia sengaja kaya gitu mas, buat fitnah aku. Dia tiba-tiba aja sok jatuh gitu padahal nggak aku apa-apain." Ucapan Bulan dengan wajah polos itu langsung membuat wajah Oliver kembali dingin. Bahkan lebih dingin dari sebelumnya. "Jangan pernah berharap aku akan kembali ke rumah ini jika anak dari si b******k itu masih kamu pertahankan. Setelah dia lahir, kita cerai!" Ucap Oliver kemudian melangkah pergi. Di belakangnya Bulan ikut melangkah pergi sambil tersenyum miring. "Aku juga tidak pernah berharap kamu kembali." Ucap Jelita dengan suara bergetar. Membuat langkah Oliver berhenti. Ini adalah perlawanan Jelita pertama kali sejak pertengkaran mereka. "Aku berdoa dengan tulus pada Tuhan, jika aku mati dan memang ada kehidupan selanjutnya, aku berharap tidak lagi berjodoh denganmu. Aku berharap kita tidak bertemu lagi. Kita tidak usah saling mengenal lagi. Dan membusuklah kalian di Neraka." tambah Jelita dengan suara berusaha tetap tenang. Sambil membelai perutnya. Air matanya tidak lagi berjatuhan. Jelita sudah bisa merasakan bahwa darah merembes di dress hamilnya. "Ibu minta maaf, nak." bisiknya lirih. Dan setelah itu Jelita bisa mendengart suara langkah kaki Oliver semakin menjauh. Dalan sepi yang gelap itu perlahan-lahan Jelita kehilangan kesadarannya. "Aku minta maaf Ta, aku minta maaf." Suara dengan nada pilu itu samar-samar bisa Jelita dengar. "AKu minta maaf." kali ini terdengar isakan yang terdengar begitu sesak. Itu adalah suara Oliver, suaminya. Tapi Jelita seperti sudah mati rasa. Semua rasa sakit yang laki-laki itu berikan sudah melebihi batas yang bisa dia toleransi. "Gue percayakan adik gue bukan buat lo bikin kaya gini b******k!" Suara teriakan Regarta dan pukulannya memekakkan telinga Jelita tapi matanya seperti sulit untuk di buka. Setelah itu suara isak tangis banyak orang mulai terdengar. Jelita berdoa semoga saja anaknya selamat, jika memang dia tidak bisa selamat. Jelita yakin keluarganya tidak akan membiarkan anaknya terlantar. Jelita mulai menyesali banyak hal. Tentang keputusan pernikahan yang dia ambil, tentang perasaan yang dengan mudah dia berikan pada Oliver, tentang tidak memberitahukan keluarganya mengenai kondisi rumah tangganya. Jelita pikir Bulan tidak akan sampai setega itu mendorongnya hingga dia mengalami kemalangan ini. Jelita juga tidak berpikir bahwa Oliver akan setega itu lebih percaya pada Bulan padahal dia jelas mendengar jeritan Jelita dan desis kesakitannya. Kehamilanya memang bermasalah sejak awal. Karena itu dia sangat menjaga janinnya yang lemah itu. Dokter mengatakan harapannya kecil untuk bisa sampai ke tujuh Bulan umur kehamilan. Tapi seperti keajaiban, anak itu bertahan hingga usia delapan Bulan. Jelita berharap ketika dia lahir nanti, wajahnya akan mirip dengan Oliver sehingga laki-laki itu tidak akan menuduhnya macam-macam lagi. Tapi dengan jahatnya takdir seperti menghantamnya semakin jatuh. "AKu minta maaf Ta." Suara pilu itu masih bisa Jelita dengar. "Ayah mohon Ta, jangan tinggalin ayah. Ayah minta maaf karena nggak bisa lindungi kamu." Suara Adrian juga terdengar begitu sesak dan pilu. "Kami minta maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin." Terdengar suara lain yang Jelita perkirakan itu adalah suara Dokter. Lalu suara tangis pecah ketika terdengar suara alat di ruangan itu berbunyi nyaring. Dan saat itu Jelita mulai merasa bahwa ajalnya sudah dekat. Jelita meninggal dengan banyak sekali penyesalan di dalam hidupnya. "Jelitaaaa!" Suara teriakan nyaring itu Jelita sangat yakin bahwa itu suara ibunya. "Cepet bangun! anak gadis masa jam segini belum bangun. Hari ini kita banyak acara." suara iotu terdengar lagi dan seketika membuat Jelita membuka matanya lebar-lebar. Jelas-jelas terakhir kali Jelita yakin dia ada di rumah sakit dan mungkin meninggal karena kejahatan suami dan selingkuhannya. Tapi bagaimana mungkin sekarang dia terbangun di kamarnya? kamar pink miliknya yang sangat dia cintai dulu? Jelita kebingungan. "Tidak mungkin!" gumamnya seorang diri sambil menepuk pipinya keras-keras. "Apa ini Surga?" Jelita bergumam lagi. "Surga apanya? cepet bangun! kita harus fitting baju Ta! kita udah telat!" Suara Lisa terdengar nyaring di depan pintu. Wanita itu berkacang pinggang sambil menatap Jelita kesal. Jelita sendiri terdiam melihat ibunya yang beberapa menit lalu dia dengar suara tangisannya. "Fiiting baju buat apa?" tanya Jelita bodoh. "Makanya jadi anak gadis jangan kebanyakan tidur! jadi bodoh kan kaya gitu." Lisa malah mengomel. Jelita tersenyum tipis kemudian beranjak dari kasur dan berlari memeluk Lisa. Di kehidupan sebelumnya yang terasa seperti mimpi semalam itu, Jelita membentak Lisa karena perempuan itu mengomentari Oliver yang terlihat tidak memperhatikan Jelita dengan baik. Karena itu Jelita sempat marahan dengan ibunya itu sebelum insiden itu terjadi. Itu juga merupakan penyesalan terbesar Jelita. "Tata sayang banget sama Bunda." bisiknya lirih sambil memeluk Lisa erat sekali. "Pokoknya di dunia ini yang paling Tata sayang adalah Bunda." Jelita mulai terisak membuat Lisa bingung. "Kamu kenapa sih? kamu mimpi buruk? kenapa nangis hmm? Sekalipun kamu menikah sampai kapanpun kamu tetep anak Bunda Ta." Ucap Lisa lembut. "Mau menikah?" tanya Jelita kaget. Lisa mengerutkan dahinya. "Iya, kamu dua minggu lagi kan menikah sam Oliver. Sekarang sudah mau telat fitting baju! jadi sekarang kamu man__" "Aku nggak mau menikah sama OLiver! Batalkan!" Teriaknya menggema dengan tubuh gemetaran. Adrian langsung berlari ke kamar Jelita mendengar teriakan keras itu. Lisa sendiri kebingungan melihat reaksi putrinya. "Kamu kenapa? kamu mimpi buruk?" tanya Lisa pelan-pelan mendekati putrinya yang saat ini sedang menangis sesenggukan. "Kenapa sih Ta? Itu Oliver sudah nunggu kamu di depan loh." Ucap Adrian juga bingung. "Aku nggak mau menikah Yah! Aku mohon." Jelita terisak-isak dan di tarik Lisa ke dalam pelukannya. "Kenapa om?" Tiba-tiba sosok yang membuat Jelita sangat benci datang dengan tergesa-gesa menghampiri setelah Jelita berteriak lagi tidak ingin menikah. "Kamu! pergi kamu dari sini pergi!" Teriak Jelita lagi sambil melepaskan diri dari Lisa dan melempari Oliver dengan segala benda yang bisa dijangkaunya. Oliver kebingungan dan dahinya berdarah terkena lempatan vas Bunga dari Jelita. "Kamu tunggu di ruang tamu dulu Ol, kayaknya dia habis mimpi buruk jadi kaya gitu. Sepertinya pernikahan ini bikin dia lumayan stress juga." Adrian menasehati. Oliver mengangguk kemudian berbalik pergi meninggalkan Jelita yang masih mengamuk. Dalan tatapan terakhir laki-laki itu sebelum menghilang di pintu kamar, Jelita bisa melihat ada tatapan terluka, merasa bersalah dan kesedihan. Tapi Jelita rasanya sudah mati rasa dan tidak mau lagi peduli pada laki-laki itu. Jelita juga kebingungan karena sebelumnya dia yakin sekali sudah mengalami semua hal buruk itu dan meninggal dengan mengenaskan. Tapi kenapa dia bangun lagi di hari sebelum menikah? Jelita yakin sekali semua hal buruk itu bukan mimpi. Apakah Tuhan sedang memberinya kesempatan kedua untuk memperbaiki segalanya? Jelita merasa semuanya tidak masuk akal dan membuatnya gila. "Minum dulu tehnya yah sayang, abis itu kamu makan dulu nasi gorengnya. Bunda tahu persiapan pernikahan membuat kamu stress tapi kamu juga tahu kan kalau kita nggak bisa membatalkan pernikahan ini?" Ucap Bunda lembut. Jelita menerima teh hangat yang di berikan Lisa kemudian menyesapnya perlahan. Menyisakkan rasa pahit di lidahnya setelah manisnya gula menjalar ke tenggorokan. Rasanya kembali sesak. Rasa teh yang Jelita minum entah kenapa seperti kehidupan pernikahan yang semalam entah dia mimpikan atau memang dia yang di kembalikan ke masa lalu. Semua hanya tersisa pahitnya, setelah rasa manis dari pernikahan itu hilang termakan waktu. Jelita berpikir keras sambil menatap nasi goreng di hadapannya. Semuanya sangat tidak masuk akal dan otaknya sendiri juga sulit sekali menerima kejadian itu. Tapi Jelita jelas sekali merasakan semua rasa sakitnya, dan kebenciannya pada Oliver juga terasa sangat nyata. Tapi siapa yang akan percaya jika dia mengatakan bahwa dia baru saja kembali dari masa depan dan laki-laki yang akan menikah dengannya itu nantinya akan jadi laki-laki paling b******k di dunia. Otaknya sendiri saja sudah merasa semua itu tidak masuk akal, mana mungkin orang lain akan mempercayai hal itu. Jerlita mungkin akan di bawa ke Rumah Sakit Jiwa jika dia menceritakan semua itu. Dan sayangnya apa yang di ucapkan Lisa sebelum pergi tadi juga benar. Pernikkahan ini sudah tidak mungkin bisa di batalkan. Membatalkan pernikahan ini dengan paksa sudah pasti akan membuat keluarganya malu dan kerugiannya juga besar. Belum lagi gosip miring yang akan di hadapi. "Apa yang harus aku lakukan?" Desah Jelita frustasi. Jelita rasanya ingin menangis kencang saat ini juga. Tapi tadi dia sudah menangis dan membuat semua orang kebingungan. "Ta, kamu nggak papa kan?" Suara Oliver membuat Jelita langsung waspada. Seolah memberikan trauma yang mendalam mendengar suaranya saja sudah mampu membuat Jelita gemetar takut. "A,aku nggak papa." Jelita menjawab pelan. Berusaha untuk terlihat baik-baik saja. "Aku cuma mimpi buruk." Jelita menambahkan. "Aku minta maaf karena fitting baju ini nggak bisa di batalin. Udah mepet banget." Ucap Oliver lembut. Air mata Jelita jatuh. Entah kenapa suara lembut Oliver ini membuat Jelita merasakan sakit hati yang dasyat. Mengingat dia sangat merindukannya ketika kehamilannya. "Iya aku mandi dulu." Jawab Jelita setelah menghapus air matanya. Gadis itu bangkit dari kasurnya kemudian berjalan dengan gontai ke kamar mandi. "Benarkah semua itu hanya mimpi karena aku terlalu stress memikirkan pernikahan?" desahnya sambil melepaskan piama tidurnya. Jelita berusaha untuk percaya bahwa semua itu hanya mimpi saja agar perasaanya tidak berantakan. Tapi semua rasa sakit yang dia alami terasa begitu nyata. Dan di balik kebingungannya, Jelita menatap layar ponselnya sambil mematung. "Julio Stevan tertangkap basah selingkuh." Bisiknya pelan membaca berita di layar ponselnya. Julio adalah salah satu aktor kesukaan Jelita. Dan berita ini sudah Jelita tahu di kehidupan sebelumnya yang dia pikir mimpi itu. "Jika selingkuhannya adik tirinya maka aku beneran hidup lagi." gumamnya dengan suara debaran jantung yang menggila. Jika sesuai dengan masa depan yang ada di mimpi Jelita sebelumnya dua hari lagi adik tiri Julio akan tertangkap basah sedang mencium kakaknya yang sudah memiliki kekasih itu dan Julio juga membalas ciumannya. Jelita masih ingat dengan jelas bahwa kejadian itu terjadi di sebuah Kafe dekat kampus tempat Chiko mengajar. "AKu harus datang untuk memastikan." ucap Jelita seoirang diri. Setidaknya Jelita harus tahu apakah itu hanya mimpi buruk atau kesempatan kedua yang diberikan Tuhan. Agar Jelita bisa tahu apa yang akan dilakukannya kedepannya. Agar dia tidak menjadi wanita bodoh yang mati mengenaskan di tangan selingkuhan suaminya. "Aku akan memastikan kalian berdua seperti hidup di Neraka jika memang ini adalah kesempatan kedua yang diberikan Tuhan. Dan aku tidak akan menjadi bodoh lagi karena hal yang di sebut cinta. Bagiku Cinta sudah mati." Ucapnya penuh keyakinan di depan cermin. Sambil melihat tampilan dirinyan yang masih cantik dan terawat. "Aku tidak akan menukar wajah cantik ini dengan apapun itu. Apalagi perhatian Oliver." ucap Jelita lagi sambil mengibaskan rambut panjangnya dan keluar pintu kamarnya dengan langkah yang berani. Jelita sudah memutuskan bahwa jika kejadian semalam itu bukan mimpi tapi masa depan, dia bertekad bahwa kehidupannya kali ini akan dia dedikasikan untuk balas dendam. ***

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook