BAB 5. Seekor Ular Bernama Kiana

1966 Kata
Jelita bahkan tidak bisa tidur nyenyak semalam. Tidak pernah terpikirkan bahwa balas dendam tenyata terasa nikmat jika dilakukan secara perlahan. Jelita tahu bahwa menyimpan dendam pada orang lain adalah sebuah kesalahan. Tapi seperti pembalasan dendam bagi keluarganya adalah seperti sikap yang diturunkan. Semua orang di Styo Aji adalah orang-orang yang paling menyeramkan jika dijadikan musuh. Dan Jelita yang tidak bisa diam saja setelah dirinya disakiti seperti sekarang jauh lebih mirip Setyo AJi dibandingkan Jelita yang pemaaf seperti di kehidupan masa depan di ingatannya. Kiana Lawrence, berasal dari keluarga yang berada. Keluarganya memiliki bisnis air minum kemasan nomor satu di Indonesia. Tapi karena dia tidak memiliki bakat bisnis, Kiana memilih menjadi seorang guru. Itu adalah sekilas tentang target balas dendam Jelita hari ini. Seorang gadis muda yang dulunya adalah adik kelas Rembulan di sekolah menengah. Kiana sangat dekat dengan Rembulan karena mereka sudah bersahabat sejak kecil. Kiana juga adalah orang yang ada di tempat kejadian saat Rembulan kecelakaan. Seingat Jelita, Kiana juga hadir di pemakaman tertutup Rembulan dimana Oliver tidak bisa hadir. Dan alasan Kiana mendekati Jelita adalah karena OLiver terlihat tertarik pada Jelita setelah Rembulan meninggal. Itu adalah hal yang sejak awal tidak Jelita ketahui. Jelita sangat terluka ketika Kiana mengkhianatinya, karena dulu mereka terhitung sangat dekat. Jelita pernah berpikir bahwa Kiana adalah teman paling tulus. Dan bahkan setelah Jelita mengumumkan bahwa dia adalah bagian dari Setyo Aji, sikap Kiana juga tidak berubah. Tapi rupanya Kiana memang ular yang sesungguhnya. Dia pandai sekali menyembunyikan sisi berbisanya itu, hingga membuat Jelita tertipu mentah-mentah. "Kira-kira apa yang bisa aku lakukan untuk bia mengambil alih Lawrence Grup Yah? apakah ada kemungkinan perusahaan itu kita kuasai?" tanya Jelita di sesi minum kopi pagi bersama Adrian sambil menunggu sarapan. "Kamu tertarik dengan perusahaan air mineral kemasan itu?" Tanya Adrian terlihat sedikit kaget dengan obrolan yang dibuka oleh putrinya yang selama ini terlihat tidak tertarik pada apapun. Di mata Adrian, Jelita adalah anak yang baik dan lurus. Hidupnya berjalan sesuai keinginan Adrian dan anak itu tidak pernah protes. Ketika diminta mengelola perusahaan milik mendiang neneknya dan beberapa perusahaan milik Adrian, Jelita juga tidak menolak. Tapi Adrian tahu bahwa putrinya sangat berbakat dalam bisnis. Laki-laki itu beberapa kali mengusulkan Jelita untuk memulai bisnisnya sendiri dan semuanya berjalan lebih lancar dibanding yang Adrian kira. Tapi memang hanya sebatas itu saja, Jelita tidak pernah memiliki ketertarikan pribadi pada sesuatu. Karena itu kalimat yang dia lontarkan pagi ini dengan nada ketertarikan ini membuat Adrian terkejut. "Lumayan." Balas Jelita kemudian menyesap kopinya. "Kenapa air mineral? kenapa bukan hal lain? Ayah pernah menawarkan tentang bisnis yang sesuai dengan minat kamu sebelumnya tapi kamu menolak." Adrian bertanya lagi dengan penasaran. Laki-laki bukan tidak tahu jika Lawrence Grup adalah milik keluarga teman Jelita. Tapi di mata Adrian, hubungan Jelita dan Kiana cukup baik sehingga laki-laki itu tidak curiga bahwa Jelita memiliki maksud lain dari pembicaraan ini. "Menurutku air mineral itu terlihat sepele dan hal yang mudah di dapatkan secara pribadi karena bisa di dapatkan di rumah. Tapi semakin maju jaman, maka manusia semakin menginginkan kepraktisan. Dan keberadaan air mineral dalam kemasan mewujudkan nilai praktis itu sendiri bukan? Selain itu, air adalah kebutuhan pokok manusia jadi menurut Jelita ini adalah bisnis yang menjanjikan." Jawaban Jelita membuat Adrian puas. "Kebetulan perusahaan itu memang sedang dalam masalah. Entah kamu sudah mencari tahu atau memang belum tahu, tapi jika kamu memang tertarik bisa saja Ayah mengakuisisi atau bahkan membeli perusahaan itu." Ucap Adrian membuat Jelita tersenyum lebar. Jelita tahu bahwa Lawrence nantinya akan jatuh ke tangan Oliver karena perusahaan itu berada diambang kehancuran. Kakak sulung Kiana yang di tunjuk sebagai pewaris terjerat judi online sampai membuatnya bangkrut dan bahkan sampai memakai uang perusahaan. Oliver kemudian memberikan perusahaan itu pada Bulan dan Kiana setelah menjadi sangat besar. Bulan dan Kiana bisa membuka beberapa anak perusahaan lain berkat kesuksesan itu dan menjadi anak muda yang paling banyak di bicarakan di majalah bisnis. Karena ketrelibatan dalam bisnis itulah, media tidak ada yang membicarakan hal buruk tentang kedekatan Bulan dan Oliver. Keduanya selalu di katakan sebagai rekan bisnis saat di wawancarai media. Wajah Bulan yang terlihat baik hati dan polos serta aksi kemanusiaan yang banyak dia lakukan membuatnya mendapatkan julukan Saintless. Karenanya Jelita seperti tidak memiliki harapaj untuk mengungkapkan kebusukan perempuan itu sebab dia terlihat seperti utusan dewa yang agung dan mulia di mata masyarakat. Untuk mencegah hal itulah, Jelita perlu memotong taring yang membuat mereka kuat. Yaitu Lawrence Grup. Jelita bertekad untuk memiliki perusahaan itu agar Bulan dan Kiana tidak memiliki alasan untuk menjadi bersinar dan sukses. Sehingga nantinya jika Oliver benar-benar berselingkuh dengan Bulan, Jelita tidak perlu takut untuk mengungkapkannya. Inilah yang Jelita maksud Balas dendam harus dilakukan secara perlahan agar terasa lebih nikmat. "Aku mau memiliki kendali penuh atas perusahaan itu kalau bisa Yah. Aku ingin merubah semua sistem dan managemennya sesuai dengan keinginanku. Dalam artian aku ingin memiliki perusahaan itu. Bisakah ayah memberikan Lawrence menjadi hadiah pernikahanku?" "Dengan senang hati sayang. Apapun yang kamu inginkan." Jawab Adrian membuat Jelita puas. "Makasih Ayah. Pokoknya Ayahku adalah ayah terbaik di dunia." Teriak Jelita sambil berhambur memeluk Adrian sampai membuat koran di tangan laki-laki itu terjatuh. Adrian tertawa geli melihat perilaku anak gadisnya yang sebentar lagi dicuri darinya ini. "Ayah cuma minta kamu harus bahagia. Dan ayah seneng banget kamu memikirkan tentang perjanjian pra Nikah itu. Ayah jadi lebih tenang melepaskanmu menjadi istri bocah berandalan yang mirip kakak kamu itu. Ayah cukup terkejut karena kamu meminta perusahaan untuk hadiah pernikahan kamu tapi di satu sisi Ayah juga senang. Bontotnya Ayah sudah dewasa dan sudah memiliki ambisi dalam bisnis. Ayah adalah orang yang paling bangga di dunia." Ucap Adrian sambil merasakan air mata merembes dari matanya. "Kok Ayah nangis." ucap Jelita lirih. Wanita itu juga jadi ikut sedih. Ayahnya memang selalu sebaik ini, tapi kenapa di kehidupan masa depan yang Jelita ingat dia tidak berusaha untuk mengandalkan laki-laki terbaik di dunia versinya ini? Jelita malah bersikap egois dengan terus berusaha terlihat baik-baik saja karena tidak ingin selalu di perlakukan seperti anak kecil oleh keluarganya. Padahal tidak ada yang salah dengan ci cintai seperti itu. "Rasanya masih belum rela kamu mau di curi." Kekeh Adrian sambil kembali memeluk Jelita sayang. "Pokoknya sekalipun aku sudah menikah, aku akan selalu jadi anak bungsunya Ayah yang manja. Yang akan sering ngerepotin Ayah. Yang masih suka merengek dan membuat Ayah jengkel. Pokoknya Jelita janji tidak akan ada yang berubah. Dan seandainya Jelita memiliki masalah nanti, Ayah dan Bunda adalah orang pertama yang akan Jelita beri tahu. Pokoknya Ayah tetep jadi nomor satu di Dunia. Oliver nomor sepuluh juga nggak papa." Balas Jelita mengundang tawa Adrian dan senyuman lebar Lisa dari arah dapur. Tekad Jelita sudah bulat, meskipun ternyata istri yang diinginkan Oliver bukan dirinya, Wanita itu akan memastikan bahwa bukan dirinya yang hancur tapi orang-orang yang ingin dia hancurlah yang akan di hancurkan sepuluh kali lipat lebih parah dari kehancurannya dulu. *** "Calon istri cantik banget hari ini." Puji Oliver dengan senyuman merekah saat pertama kali melihat Jelita keluar untuk menemuinya. Jelita tersenyum manis. Hari ini terlalu menyenangkan untuk Jelita sehingga dia tidak memiliki mood untuk bersikap jutek pada Oliver. "Iya dong, biar ada aura pengantinnya kalau dilihat teman aku nanti." Balas Jelita membuat Oliver terkekeh. Wajah laki-laki itu terlihat sangat bahagia mendengar jawaban yang terlontar dari mulut calon istrinya itu. "Seneng deh kamu udah mulai ikut menantikan pernikahan kita nanti." Ucap Oliver terdengar tulus. Jelita hanya terkekeh saja. "Oli udah sarapan belum? mau sarapan dulu nggak?" Lisa menawarkan dengan penuh kelembutan seperti biasa. Oliver tersenyum kemudian menghampiri calon mertuanya itu dan mencium tangannya dengan sopan. "Oliver udah sarapan kok Bund, kayaknya Oli mau langsung berangkat aja deh Bund biar cepet selesai. Soalnya mau sekalian antar undangan juga ke rumah teman Jelita." Pamit laki-laki itu sangat sopan. Lisa tersenyum dan mengangguk. "Hati-hati Ol, awas kalau princes kami sampai lecet." Ucap Ayah dari sofa tempatnya duduk sambil menatap Oliver penuh peringatan. Oliver terskekeh, Adrian memang tidak seramah Lisa belakangan ini. Tapi Oliver tahu bahwa hal itu di sebabkan karena Ayah dari calon istrinya itu masih belum rela anak bungsu perempuannya hendak menikah. Karena itu Oliver tidak mempermasalahkannya. "Iya Yah, Oli pasti hati-hati kok. Janji gak akan lecet seujung rambutpun." Balas Oliver dengan sopan. "Sudah,sudah! sana pergi nanti telat. Nggak usah di tanggapi kalimat ayah yang belum move on dari rencana perikahan putrinya itu." Ucap Lisa membuat ADrian cemberut. Jelita terkikik geli melihat sikap kedua orang tuanya itu. Setelahnya mereka benar-benar berpamitan. "Mau makan bubur lagi nggak?" tanya Oliver ketika mobilnya sudah melaju meninggalkan pelataran rumah mewah itu. "Nggak usah deh mas, aku udah sarapan kok tadi. Langsung aja ke butik deh biar cepet. Kita juga harus lihat gedung kan nanti. Hari ini bakalan sibuk banget." Jawab Jelita diangguki Oliver. "Kamu udah cocok kan sama gaunnya? sekalipun itu pilihan aku kamu tetap berhak buat rubah kalau memang ada yang kamu inginkan." Ucap Oliver tiba-tiba. Jelita tersenyum karena hal ini juga berbeda dengan kejadian di kehdiupan sebelumnya. Gaun pengantin mereka adalah pilihan Oliver. Semuanya memang terlihat cantik di tubuh Jelita. Tapi akhirnya Jelita tahu bahwa semua gaun-gaun itu adalah model yang sesuai selera Bulan. Bahkan cicin pernikahan mereka nanti permatanya bergambar bulan sabit. Dulu Jelita berpikir itu sangat indah karena selera Jelita juga sama dengan selera Bulan. Itulah kenapa Jelita tidak merasa ada yang salah dengan pilihan-pilihan Oliver dalam rencana pernikahan mereka. Tapi karena Jelita kembali ke masa lalu tepat dua minggu sebelum pernikahan, tidak mungkin dia bisa merubah apapun yang sudah di persiapkan karena bisa berakibat pernikahan akan diundur. Itu memang baik karena sejujurnya Jelita ingin menghindari pernikahan ini, tapi dampaknya nanti akan menyulitkan bagi keluarganya. Sebab media pasti akan bertanya-tanya dan membuat keluarga Jelita kesulitan. "Aku suka gaunnya kok, kamu kayaknya lebih tahu selera aku dibanding aku sendiri deh." Balas Jelita sengaja memuji. OLiver tersenyum lebar. Dan setelahnya tidak ada percakapan lagi. Setelah selesai perihal gaun, mobil Oliver langsung melaju menuju gedung tempat mereka akan melangsungkan pernikahan. Dan part paling menyebalkan dari pernikahan ini akan Jelita temukan disana. Karena itu Jelita sudah sedikit kesal padahal mereka baru berangkat. Bunga yang dijadikan hiasan baik di langit maupun di temboh berwarna ungu. Jelita tidak suka ungu. Itu adalah satu-satunya selera Bulan yang tidak sesuai dengan selera Jelita. Dulu Jelita tidak bisa protes sekalipun tidak suka karena itu adalah pilihan Oliver dan laki-laki mengatakan ungu sangat cocok dengan Jelita. Dan kali ini juga Jelita tidak akan bisa protes karena waktu yang sudah mepet. Karena itu Jelita sedikit kesal. "Kita udah sampai Ta, kamu kenapa kok ngelamun? ngantuk? capek?" Tanya Oliver sambil membantu Jelita melepaskan sabuk pengaman. Membuat wangi dari tubuh Oliver menguar memanjakan hidung Jelita. Wanita itu sedikit menahan napas karena debaran di jantungnya menggila. Rasanya ingin menangis karena wangi tubuh ini adalah yang paling dia sukai. Dulu Jelita hampir menangis setiap malam saat hamil karena menginginkan pelukan Oliver untuk bisa menghirup wangi ini. Tapi Oliver sangat dingin dan selalu mengusir Jelita dari dekatnya. "Kamu beneran capek yah Ta? jangan nangis! kalau capek mau kita pulang aja?" Oliver terlihat panik melihat ada air membendung di mata Jelita. Wanita itu buru-buru menghapusnya. "Aku nggak papa kok mas, aku cuma agak melow aja soalnya sadar ternyata pernikahan kita udah dekat." ucap Jelita berbohong. "Nggak usah takut Ta, aku nggak akan bikin kamu menderita kok. Aku bersumpah." Ucap Oliver menangkan. Yang tentu saja tidak bisa Jelita percaya. "Kok warnanya Pink?" tanya Jelita kaget saat mereka sudah sampai di gedung tempat mereka akan menikah. "Loh, kamu kan sukanya warna pink makanya aku minta bunganya warna pink dan putih soalnya aku suka putih. Kamu nggak suka yah? mau di ganti? kayaknya masih bisa sih." Ucap Oliver menanggapi. Wajahnya terlihat merasa bersalah. Tapi Jelita jadi ingin menangis lagi karena lagi-lagi Oliver berubah. Membuat Jelita semakin takut akan jatuh cinta lagi. "Aku suka kok, suka banget." Balas Jleita dengan suara serak dan kemudian air matanya berjatuhan tak terbendung. Membuat Oliver panik bukan main. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN