"Bagaimana rasanya, Putri Tidur?" tanya Narendra setelah Dinara menghabiskan sarapannya.
"Tidak bisa saya rasakan, Pak," jawab Dinara setelah menandaskan sebotol air mineral untuk meredakan mual yang menghantam dadanya.
"Yang penting kamu tidak muntah, karena mulai sekarang ini menu sarapan kamu selama seminggu ke depan," ucap Narendra dengan nada santai.
Niat untuk membalas ucapan Narendra tak dapat dia lakukan karena rasa mual yang semakin menjadi.
"Kalau kamu pikirin yang ada semakin mual jadinya," ejek Narendra yang membuat Dinara semakin kesal.
"Terserah Bapak mau bilang apa," desis Dinara yang memutuskan untuk mencuci piring bekas sarapan keduanya. Siapa tahu itu akan membantunya untuk menghilangkan rasa mual.
"Pak, sebaiknya Bapak cepat mandi sebelum hari makin siang dan kita terjebak kemacetan," cetus Dinara saat melihat jam yang sudah semakin siang.
"Benar juga, nanti jam 10 atau 11 kita ada meeting di daerah Tendean. Nanti setelah merokok saya akan mandi," ucap Narendra sembari menyulut rokok dengan mancis kesayangannya.
Dinara tak dapat menahan rasa penasarannya di mana dia pernah melihatnya selain pada pertemuan pertamanya dengan Narendra. Dia mengamati dengan cermat mancis tua bergambar naga emas itu, tapi tetap saja Dinara tak dapat menemukan ingatannya.
Terlalu larut dalam lamunannya membuat Dinara tak sadar jika Narendra sudah menyelesaikan mandinya. Pria itu mengerutkan dahinya saat melihat jika sang sekretaris sedang melamun.
Ide jahil seketika timbul dalam hatinya, dengan mengendap-endap Narendra berjalan agar tak menimbulkan suara. Setelah dekat dengan telinga Dinara, pria itu menghembuskan napas ke telinga wanita itu. Aksi Narendra berjalan mulus sebab Dinara menggelung rambut panjangnya.
"Ahhh!" teriakan Dinara pun bergema di apartemen Narendra dan membuat telinganya berdenging karena kuatnya suara wanita itu.
"Niatnya mau mengerjai kamu, malah saya yang kena sendiri. Suara kamu itu kok bisa kencang banget sih? Kamu nelen toa?" gerutu Narendra sembari mengusap telinganya.
Dinara hanya dapat tersenyum canggung, tak tahu bagaimana harus menanggapi ocehan atasan gilanya itu.
"Cepat kamu ke kamar saya dan ganti baju. Saya sudah menyiapkan baju yang lebih tertutup," ucap Narendra dengan dengkusan kasar.
Dia baru menyadari jika penyebab gairahnya muncul adalah melihat penampilan Dinara yang memakai kausnya, Dinara terlihat seksi dalam kaus kebesaran yang hanya menutupi sebagian pahanya. Ditambah Dinara juga tidak mengenakan penyangga untuk kedua gunung kembarnya.
5 menit kemudian Dinara keluar dengan menggunakan Setelah training miliknya sewaktu kuliah dulu, meskipun masih cukup kebesaran untuk wanita itu.
"Setidaknya ini lebih baik daripada kaus sialan itu," gumam Narendra saat menilai penampilan Dinara.
"Ayo cepat keluar Putri Tidur, kita masih harus ke kontrakan kamu sebelum ke kantor dan Tendean," ajak Narendra yang sudah bersiap dengan memegang jas pada tangan kanannya.
"Biar saya yang bawakan tas dan jas Bapak, itu sudah menjadi tugas saya sebagai sekretaris." Tawar Dinara.
Narendra segera melempar tas dan jasnya yang kali ini Dinara siap menangkapnya. Setidaknya dia sudah mengetahui salah satu tabiat dari sang bos yang arogan itu.
"Sepertinya kamu sudah mulai sigap," ucap Narendra yang lagi-lagi tidak Dinara tahu apakah sebuah pujian atau sindiran.
Karena tidak mau memperpanjang masalah Dinara hanya diam dan mengikuti langkah kaki Narendra, mereka harus cepat karena waktu yang sudah menunjukkan angka 6:30. Sementara jarak dari apartemen Narendra dengan kontrakannya cukup jauh dan dia masih harus mandi serta bersiap sebelum berangkat ke kantor.
Di dalam hatinya Dinara berdoa agar lalu lintas pada pagi hari ini tidak padat. Dia tidak ingin timbul gosip yang tak menyenangkan karena turun dari mobil Narendra saat di kantor nanti. Apalagi menurut gosip yang dia terima Bonita memiliki mata-mata di kantor yang tidak dia ketahui siapa orangnya. Jadi lebih baik dia menghindari masalah daripada menciptakannya.
"Kenapa kamu dari tadi kelihatan gelisah?" tanya Narendra yang menyadari tingkah laku Dinara saat mereka sudah setengah jalan menuju kontrakan wanita itu.
Tadinya Dinara ingin menjawab dulu jujur mengenai rasa khawatirnya jika terpergok orang-orang kantor yang akan menyebarkannya kepada Bonita. Akan tetapi mengingat beberapa percakapan mereka yang menandakan jika pria itu tidak peduli jika sang kekasih mengetahuinya, membuatnya memutuskan untuk diam. Dinara tidak ingin semakin kesal saat mendengar jawaban ngawur dari Narendra.
"Saya risih karena memakai baju Bapak yang sepertinya mahal ini," ucap Dinara dengan asal.
"Tidak usah dipikirin karena itu baju lama. Saya juga tidak muat lagi kalau memakainya, jadi lebih baik itu buat kamu saja," sahut Narendra.
Mereka akhirnya tiba di kantor pada pukul 08:15 setelah Narendra menunggu Dinara untuk mandi dan bersiap-siap. Dengan bergegas Dinara berjalan mendahului Narendra karena tak mau menjadi sasaran gosip orang-orang di kantor ini. Dia tak peduli jika dianggap lancang oleh sang atasan.
Dan lagi Dinara ingin membeli makanan di kantin karena rasa lapar yang kembali datang. Efek tidak memakan karbohidrat membuatnya perutnya kembali kosong dalam rentang waktu yang singkat.
"Dari mana saja kamu baru masuk ke sini?" tanya Narendra begitu Dinara melangkahkan kaki ke ruangannya.
"Saya masih lapar Pak, jadi tadi beli mie goreng untuk mengganjal perut. Saya takut tidak dapat konsen saat meeting nanti," jawab Dirana sembari memegang tengkuknya, dia merasa merinding saat melihat tatapan tajam Narendra yang ditujukan kepadanya.
"Kamu itu merusak program diet yang saya rencanakan untuk kamu," ucap Narendra dengan ketus.
"Tapi Pak, tubuh saya ini 'kan sudah kurus. Ngapain lagi pakai diet-diet segala sih, bukannya bapak yang mau saya agak berisi? Protes Dinara yang tidak mengerti perkataan sang atasan.
"Kamu kira diet itu hanya untuk menguruskan badan saja? Diet yang saya lakukan adalah untuk menaikkan berat badan kamu, tapi kamu mengacaukannya dengan memakan karbohidrat yang pasti mengandung micin dan yang banyak," sahut Narendra dengan nada agak meninggi.
"Pak, lebih baik kita jangan berdebat lagi karena sudah hampir jam 09.00. Bukannya Bapak bilang meetingnya itu jam 10.00 atau jam 11.00? Kalau tidak berangkat sekarang kita akan terlambat ujar Dinara yang mengalihkan pembicaraan sekaligus tidak ingin terkena omelan Narendra.
Narendra hanya menghela napas kasar, dengan cepat pria itu menyiapkan berkas yang akan digunakan untuk meeting nantinya. Dinara ikut membantu sembari Narendra memberitahukan poin-poin penting yang terkait dengan presentasi yang akan dia lakukan di depan para investor besar.
"Saya bersyukur setidaknya kamu ini paket lengkap tidak terpisah," ujar Narendra saat keduanya berada di dalam mobil.
"Bapak menyamakan saya dengan barang, sungguh tidak dapat dipercaya!" pekik Dinara setelahnya dan lagi-lagi Narendra harus menutup kedua telinga karena kencangnya suara Dinara.
"Hei Putri Tidur! Kenapa suara kamu semakin kencang saja? Sepertinya salah memberi julukan kamu seperti itu," gerutu Narendra.
"Siapa suruh Bapak menyamakan saya seperti barang. Lagian nama saya Dinara tapi kenapa Bapak panggil saya Putri Tidur? Udah deh, Pak. Jangan pakai drama lagi, cepat kita berangkat sekarang daripada terlambat." Titah Dinara dengan suara agak meninggi yang membuat Narendra tidak dapat berkutik, ternyata wanita itu memiliki sikap galak yang keluar di saat-saat tertentu.
Dalam hati Narendra, dia memikirkan bagaimana caranya untuk dapat memendam sikap galak Dinara agar tidak menjadi bumerang bagi dirinya di masa depan. Pokoknya wanita itu harus patuh kepadanya selama yang Narendra inginkan.