Bab 12. Sedikit Insiden

1087 Kata
Untung saja Narendra dengan sigap membanting kemudi ke arah kiri, di mana tidak ada orang yang sedang berkumpul dan hanya ada pembatas jalan. Setelah memperhitungkan waktu Narendra menabrakkan mobil untuk terjadinya tabrakan yang lebih fatal. Bunyi tabrakan pun tak lama terdengar, airbag yang terpasang langsung mengembang untuk melindungi Narendra. Sementara Dinara terbentur kaca depan karena guncangan yang cukup keras. Narendra yang tampak terkejut hanya terdiam, jiwanya seakan meninggalkan raga selepas mengalami kejadian yang hampir merenggut nyawanya dan Dinara. Orang-orang yang kebetulan berada dekat dengan mobil yang naas itu langsung berkerumun untuk melihat keadaan orang yang ada di dalamnya. Bahkan ada seorang pengemudi ojek daring yang mengetuk-ngetuk kaca mobil Narendra. Ketukan yang cukup keras namun mengembalikan kesadaran Narendra. "Lihat saja apa yang akan saya lakukan terhadap kamu," ucap Narendra dengan menggeram kesal. Dinara yang melihatnya lagi-lagi hanya dapat merutuki kebodohannya karena telah bertindak ceroboh dan membahayakan keselamatan orang banyak. Suara ketukan kembali terdengar dan kali ini lebih kencang tak lama terdengar suara seorang pria yang setengah berteriak. "Halo. Mas Mbak yang ada di dalam mobil. Bagaimana keadaan kalian?" Narendra segera menurunkan kaca jendela dan memberi isyarat jika memang membutuhkan bantuan. Orang-orang itu segera membantu keduanya keluar dari mobil dan memberikan masing-masing sebotol air mineral agar perasaan keduanya dapat lebih membaik. Rasa pusing yang tadi sempat menghilang kini kembali dirasakan oleh Dinara, bahkan lebih kuat daripada sebelumnya. Wanita itu merasa kepalanya seperti dihantam palu berulang kali, meskipun Dinara sudah menghabiskan setengah botol rasa sakit itu bukannya mereda malah semakin menjadi. Tanpa sadar Dinara memegang kepalanya seraya meringis kesakitan. Seorang pengemudi ojek online perempuan yang menyadari itu langsung berkata dengan suara keras. "Mas, istrinya kesakitan ini. Apa lebih baik kita tidak bawa ke rumah sakit saja?" Narendra yang sedang mengamati keadaan obilnya langsung menatap ke arah Dinara yang sekarang memegang pelipisnya. Sementara pengemudi ojek yang tadi berteriak sedang memijat bahu Dinara agar wanita itu tidak semakin merasa kesakitan. "Mas! Jadi bagaimana apa sebaiknya kita bawa istri masuk ke rumah sakit sekarang?" tanya si ojek perempuan dengan nada memaksa. Awalnya Narendra berniat untuk membiarkan Dinara untuk pulang sendiri, tapi jika kondisinya seperti itu mana mungkin Narendra tega untuk meninggalkan Dinara sendirian. Bisa-bisa akan terjadi hal yang lebih mengerikan daripada bertemu dengan pria pemabuk itu. "Tidak perlu. Berikan saja obat pusing, saya akan merawat istri saya begitu tiba di rumah," ucap Narendra dengan nada arogan. Mendengar itu membuat salah seorang yang ada di tempat kejadian langsung berlari mencari apotik yang memang tak jauh dari tempat mereka berada dan kembali dalam rentang waktu 14 menit kemudian. "Cepat diminum obatnya, Mbak." Dinara langsung meminumnya dan mulai membaik dalam 5 menit. Dan setelah itu Dinara berhasil menguasai dirinya, dalam hati wanita itu hanya dapat meringis akibat ulahnya yang mencubit tangan Narendra. Padahal pria itu sedang mengemudi. "Tapi mobilnya Mas ringsek parah di bagian depannya. Tidak mungkin kalian bisa pulang dengan mobilnya Mas," ucap ojek pria yang mengetuk mobil Narendra. "Saya sudah memanggil mobil derek, mungkin dalam waktu kurang lebih dari satu jam mobil itu akan kemari. Dan kami mungkin akan pulang menggunakan taksi online," ucap Narendra dengan nada datar. "Kalau begitu keadaannya kami pamit dulu, Mas. Semoga istrinya tidak apa-apa ya, karena kelihatannya syok berat," ucap sang ojek perempuan yang lalu meninggalkan keduanya dan disusul dengan yang lain. "Cepat bantu saya menurunkan barang dari mobil karena sebentar lagi taksi yang saya pesan akan datang." Titah Narendra yang membuyarkan lamunan Dinara. Tampak pria itu sudah berdiri dan berjalan menuju ke mobilnya. "Padahal saya tidak meminta untuk dibelikan makanan sebanyak ini. Lagi pula Bapak anggap perut saya apaan, karung," gerutu Dinara yang segera menyusul sangbatasan untuk berdiri. "Alangkah lebih baik jika kamu bekerja dengan menggunakan tangan tidak dengan mulut. Kamu tidak lihat kalau hari sudah semakin malam? Lebih baik kamu menginap saja di apartemen saya," ucap Narendra yang membuat mata Dinara terbelalak. "Bapak sudah gila rupanya! Bisa-bisanya Bapak meminta saya untuk menginap, sementara Bapak sudah memiliki kekasih. Memangnya Bapak tidak memikirkan Bagaimana perasaan Ibu Bonita jika mengetahui kalau tunangannya membawa masuk seorang wanita ke dalam rumah!" sahut Dinara dengan agak berteriak. Untung saja sudah tidak ada siapapun di sekitar mereka sehingga tidak ada yang mendengarnya. Kalau tidak sudah dapat dipastikan jika Dinara akan mendapat cap buruk, yaitu menjadi simpanan pria yang sudah memiliki seorang kekasih. "Bukankah sudah berulang kali saya katakan jika tubuh ini sudah menjadi milik saya. Jadi kamu tidak bisa protes atau ingat konsekuensinya, kembali kepada si pemabuk itu." Ancam Narendra yang seketika membungkam Dinara. Dalam diam Dinara mengeluarkan kantung plastik yang berjumlah 5 itu dari dalam mobil Narendra dan menaruhnya di dekat kaki pria itu. Narendra hanya tersenyum saat melihat kepatuhan yang ditunjukkan oleh Dinara, tangannya segera meraih mancis tua bergambar naga dan menyulut rokoknya. Dinara mengenali mancis itu sebagai alasan yang membuat Narendra masuk ke dalam ruangan dan akhirnya menyelamatkan dirinya dari Anthony. Tak lama kemudian wanita itu merasakan kagum kepada Narendra. karena masih mau menyimpan barang antik yang Dinara taksir sudah berusia lebih dari 30 tahun itu. "Kenapa kamu melihat saya seperti itu? Apa kamu juga mau merokok?" tanya Narendra saat menyadari jika Dinara memandangnya dengan lekat. "Saya tidak merokok, Pak. Saya hanya teringat akan mancis yang Bapak pegang, sepertinya mancis itu sangat berarti sekali untuk Bapam. Sampai-sampai Bapak nekat untuk masuk padahal pria tua itu sudah mulai mencium saya," jawab Dinara yang segera mengalihkan perhatiannya ke arah lain Karena rasa malu yang tiba-tiba menyergap. "Anggap saja hari itu kamu beruntung, tidak menjadi santapan pria tua yang sudah memiliki tiga orang istri itu," kata Narendra dengan tanpa bersalah. Dinara yang mendengarnya hanya dapat tersenyum masam, sepertinya dia mulai memahami karakter Narendra yang memiliki mulut tajam dan dapat mengalahkan ibu-ibu dengan kadar julid sangat tinggi. "Bapak memang menyelamatkan saya dari pria tua itu, tetapi Bapak juga yang telah mengambil kesucian saya," sindir Dinara yang lagi-lagi merasa jika harus mendebat Narendra. "Terus kamu mau apa? Tidak mungkin juga saya mengembalikannya kepada kamu, atau kamu mau langsung ke permainan inti kita meskipun saya masih agak kecewa dengan bentuk tubuh kamu yang sekarang." Selesai! Dinara tidak dapat lagi mendebatnya, yang ada wanita itu akan merasa lebih stress dan berujung tantrum karena menghadapi atasan gila seperti Narendra. Orang yang dapat mempermainkan pikiran seseorang hanya berdasar kata-katanya. "Apa Ibu Bonita tahu jika tunangannya ini memiliki pikiran m***m?" tanya Dinara dengan nada sarkas. "Kalau begitu kamu urus sebelum tunangan saya mengetahuinya," ujar Narendra yang kini menarik simpul ikatan dasinya. Dinara hanya dapat menghela napas berulang kali, Narendra benar-benar menguji kesabaran dan juga ... kewarasannya. Semoga saja Dinara tidak akan tertular gilanya pria yang sedang menatap ponselnya itu. Semoga saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN