Jika jodoh, tak perlu tempat bagus, indah, rapi, dan dikelilingi dengan berbagai bunga, serta cahaya, untuk bertemu. Terkadang, dua insan dipertemukan dalam kondisi dan situasi terjepit, hingga hancur. Namun, jika takdir mengatakan klik. Maka, dua insan akan bersatu.
Begitulah jalan pertemuan Ken dan Kalila. Namun siapa sangka, hubungan keduanya akan begitu erat dan sulit untuk dipisahkan. Meskipun perempuan berlesung pipi dalam itu terus saja menjauh dan menolak. Tetapi Ken masih saja mendekat, dan memeluknya.
Kalila berlari seperti orang gila. Pandangannya masih remang-remang, dan tak tentu arah. Sementara si sopir masih saja mengurus miliknya yang paling berharga, diakibatkan tendangan maut dari Kalila.
Rupanya, jarak antara lokasi pemberhentian si sopir dengan kediaman tuan Husain tak memakan waktu yang panjang. Ketika Ken sudah meninggalkan rumah mewah tersebut sekitar lima belas menit, ia melihat gerakan yang tak biasa di lajur pejalan kaki nan gelap.
Mata Ken menyipit, memastikan bahwa seseorang yang berada di ujung pandangannya adalah manusia. Bukan tanpa sebab, lokasi tersebut merupakan tempat yang telah dipersiapkan untuk membangun perumahan elit. Menurutnya, mana ada wanita yang akan bermain di dalam kesunyian dan kegelapan di ujung jalan sana.
Dari pandangan Ken, langkah Kalila tampak tersungut-sungut dan kewalahan. Tampilan itu membuat Ken masih menahan diri untuk mendekat dan membantu. Namun, ketika sosok lain keluar dari dalam mobil, dengan ekspresi kesal, Ken menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres di sana. Apalagi disaat sopir membanting pintu mobil dengan kerasnya, hingga terdengar suara kasar dari kejauhan.
"Eeemh!" pekik Kalila saat kedua pundaknya ditangkap oleh sopir taksi yang langsung menyeretnya ke bagian depan mobil.
Laki-laki muda tersebut, tampaknya sangat marah dan b*******h. Semua itu membuatnya tidak lagi waspada dan peka terhadap sekeliling. Bahkan, ketika Ken mendekati sopir tersebut, ia sama sekali tidak menyadarinya.
Ken berdiri di samping keduanya. Matanya pun langsung menatap wanita yang sedang dipaksa untuk melakukan sesuatu yang keji. Ketika menyadari bahwa Kalila lah yang berada dalam posisi tersebut, Ken langsung berang dan menarik kerah baju bagian belakang, sembari melayang kan tinjunya secara berulang.
"Agh!" keluh si sopir dalam kesakitan dan erangan tersebut terdengar di telinga Kalila.
Ken gelagapan di dalam kebingungan. Apalagi saat ia mengetahui bahwa wanita yang ia cari sejak dua hari lalu, tampak kesulitan untuk melihat, dan sebagian pakaiannya telah robek. Dengan cepat, Ken membuka jaket kulit yang ia kenakan untuk menutupi bagian depan tubuh Kalila.
Aroma jaket tersebut, tercium jelas oleh Kalila. Wanita pengingat ini, merasa tak asing dengan wewangian yang keluar dari pakaian berbahan tebal tersebut. Dengan tubuh yang bergetar hebat, Kalila memeluk tubuhnya sendiri, dan terus saja menggenggam bagian sleting jaket tersebut.
"Emh!" Kalila menangis, seolah ingin mengadu.
Hal ini baru pertama kali terjadi, setelah kematian Devan. Malam ini, rasanya Kalila mendapatkan pelindung baru dan kehadiran Ken terasa begitu berharga.
"Tenanglah! Ada aku, Lila," bisik Ken yang berusaha untuk menenangkan Kalila.
Bulir-bulir air mata Kalila runtuh begitu saja. Rasanya, sifat manja yang selama ini mati suri, kini telah sadar, bangun, dan meratapi sifat asli yang telah lama terkubur rapi.
Ken kembali pada sopir kurang ajar yang hendak menyentuh Kalila. Kepalan tangan terkuat ia hadiahkan kepada laki-laki berusia sekitar 25 tahun tersebut. Tanpa mampu mengelak, apalagi sampai memberikan perlawanan yang bisa mengalahkan polisi tampan tersebut.
Setelah si sopir babak belur, Ken menelepon rekan yang masih berada di kantor polisi, di mana ia bertugas. Sembari mengirim titik lokasi temu, Ken mencengkram erat leher musuhnya. "Kamu ingin menyentuhnya, ha? Langkahi dulu mayatkuuu!" teriak Ken terdengar sangat marah, dan Kalila kembali merasa terlindungi.
Borgol di keluarkan dari bagian belakang saku celana Ken. Ia mengikat sopir pada setir mobilnya, lalu mendekati Kalila. Ken ingin ingin sekali memeluk perempuan cantik yang sudah bergetar tersebut, namun ia khawatir jika Kalila malah ketakutan.
"Hei!" panggil Ken dengan suara yang lembut sutra bagai sutra, tepat di telinga Kalila.
"Eeemh," jawab Kalila sambil mencari sumber suara.
Saat itu, tanpa disadari, wajahnya dan Ken hanya berjarak satu ruas jari saja. Ketika Ken merasakan napas Kalila yang gelisah, hatinya langsung menjadi gundah. Rasanya, angin dan malam merayu, agar ia memberanikan diri untuk menyentuh wanita berkulit putih, bersih tersebut.
Jantung Ken mendobrak, seolah ingin keluar dan berdansa dengan gadis pemilik bibir bervolume tersebut. Tetapi lagi-lagi, Ken harus bersabar untuk dapat mendekati wanita yang sudah berhasil membuatnya ingin disentuh.
'Ternyata, kamu memang sangat cantik.' Ujar Ken tanpa suara.
"Lepasin aku!" bentak sopir dengan suara yang keras, seperti seorang yang tengah membangkang.
???????
Suara teriakan tersebut, berhasil mengacaukan sinyal romantis antara Ken dan Kalila. Suasana yang semula mulai terasa romantis, kini kembali menegangkan.
Kesal atas sikap sopir yang tampak menantang tersebut, Ken meninggalkan Kalila dan membantai pria muda tersebut. Satu hantukkan keras antara kepala dan pintu mobil tersebut berhasil membungkam. mulut laki-laki berkulit coklat tersebut.
Tak lama, suara sirine dari mobil patroli terdengar mendekati ketiganya. Ken pun merasa lega, dan langsung menjelaskan secara singkat mengenai apa yang telah terjadi. Kemudian, ia meminta izin untuk membawa Kalila pulang ke rumah orangtuanya.
Ken menyentuh Kalila tanpa suara. Spontan, wanita itu langsung menepis dan ekspresi wajahnya di penuhi dengan ketakutan. Sadar akan kekeliruannya, Ken memperbaiki keadaan dengan mengatakan sesuatu agar Kalila bisa mendengarkan suaranya.
"Ini aku," ucap Ken sambil berdiri di samping Kalila.
"Em," sahut Kalila yang sudah menerima kehadiran Ken.
"Kita pulang sekarang ya?!"
Kalila sedikit menjauh, seolah ingin mengatakan bahwa dia tidak ingin kembali ke kediamannya. Sadar akan reaksi tubuh Kalila, Ken kembali berusaha untuk membuatnya nyaman.
"Baiklah, jika tidak mau. Tapi, sebaiknya kita masuk ke mobil dulu ya!" saran Ken yang terus berusaha untuk berbicara dengan lembut. "Aku janji, akan menjagamu dari apa pun. Kamu juga tinggal mengatakan, ke mana ingin pergi!"
Kalila yang masih memeluk dirinya sendiri, dengan tubuh yang bergetar, merasa percaya kepada Ken. Jiwanya begitu tenang setelah mendengar suara laki-laki asing yang sama-sama bermain di dalam memorinya.
Tak lama, Ken memegang tangan Kalila, menarik, dan menggenggamnya. Sambil merangkul, ia membawa Kalila ke mobil yang diparkir cukup jauh. Kali ini, rasanya Kalila sangat percaya pada pria yang tengah bersamanya.
Setelah melihat Kalila cukup tenang, Ken menghidupkan mobil dan kembali membelah jalanan. Pada saat yang bersamaan, Kalila kembali mengatakan bahwa ia tidak ingin pulang. Entah apa alasannya, Kalila tidak tahu. Yang jelas, dia hanya tidak ingin kembali ke kediamannya.
"Kalau begitu, apa yang kamu inginkan?"
"Entahlah," sahutnya yang juga tampak bingung. "A-aku, aku hanya ingin melihat dunia dengan cara dan suasana yang indah."
Sesaat setelah mendengarkan kalimat yang keluar dari bibir Kalila, Ken langsung memiliki sebuah ide brilian. Ia bergerak cepat ke arah puncak sebuah gedung agar dapat mengawasi kota yang berada di bawahnya.
Ini merupakan lokasi favorit Ken bersama sang kakak yang telah tiada. Di dalam hati ia meyakini, jika pikiran Kalila sama dengannya, maka ia akan bahagia ketika bisa membuka mata dan melihat dengan benar.
Secara psikis, Ken paham betul tentang apa yang dirasakan oleh Kalila. Sementara bagi Kalila, ia begitu merasa dipahami. Sebab, biasanya orang yang berhadapan dengannya dalam posisi seperti ini, akan meminta atau membawanya ke dokter untuk diperiksa.
Setelah membelah jalanan kurang lebih 28 menit, Ken memarkirkan kendaraannya di zona khusus, di mana dia dan mendiang kakaknya biasa meletakkan (Menitipkan) mobil mereka. Saat hendak turun, Kalila semakin tidak menentu, sebab tubuhnya begitu ingin disentuh.
Ken bergerak cepat, memutar, dan membukakan pintu untuk Kalila. "Kamu oke?" tanyanya yang terus saja menilai keadaan Kalila.
Wanita cantik itu menganggukkan kepalanya berulang. Lalu ia berusaha untuk berdiri di atas kakinya sendiri, tetapi tidak mampu. Kala melihat Kalila melemah, Ken langsung menggendong, sembari menarik selimut bulu yang memang selalu berada di dalam mobilnya.
Perlahan namun pasti, Ken membawa Kalila pada pucuk gedung yang hanya tampak bagian datar, kosong, dan lapang saja, tetapi tidak kotor. Dari sinilah, ia biasa melihat kota bersama almarhum kakaknya.
"Kita sudah tiba," ujar Ken dengan suara yang tercekat, sambil mengatur napasnya.
Kalila menyadari apa yang telah Ken perjuangkan untuknya. Rasa simpati pun mengalir, tanpa ia ketahui. "Maaf!" gumamnya manja dengan bibir yang bergetar.
"Tidak masalah. Ayo kita cari posisi terbaik!" ajak Ken yang kembali melanjutkan langkahnya yang sudah semakin terasa berat.
Setibanya di tengah-tengah atap bangunan, Ken meletakkan sebagian selimut menggunakan salah satu tangannya untuk melapisi kursi kayu berdebu agar tidak mengotori kulit Kalila. Sisanya, akan ia gunakan untuk menutup tubuh wanita tersebut.
Hingga detik ini, Kalila masih tampak menahan sesuatu di dalam dirinya. Apalagi ketika tubuhnya dibaringkan, kesadaran itu pun tampak kian menurun. Akhirnya, Ken memutuskan untuk mendekati wajah Kalila dan menyatukan lututnya di lantai. Ia terus saja merapikan poni perempuan cantik tersebut, supaya tidak mengganggu tidurnya.
Awalnya, Ken mengira bahwa malam indah ini akan berakhir bersama terpejamnya mata Kalila. Namun, tampaknya ia salah kali ini. Tiba-tiba saja, Kalila memohon sebuah ciuman yang ternyata tak pernah berhenti.
Kalila mengangkat wajah, menyentuh kan bibirnya pada bibir Ken yang terasa hangat. Seketika, darah pria kekar itu mendidik dan ia pun langsung menyambut sentuhan tersebut. Ketika bibir keduanya bertemu, ada getaran nyata dan kuat yang mereka rasakan. Walau begitu, Ken berusaha untuk menyadarkan dirinya bahwa semua ini hanya tercipta karena keadaan, bukan perasaan.
Ken yang menyadari bahwa terjadi sesuatu yang tak beres dengan Kalila, tidak berani menyandarkan harapannya kepada perempuan yang ternyata sudah masuk cukup dalam, ke dasar jiwanya.
Kalila menggeser tubuhnya ke sudut. Dari gestur tubuhnya, Ken tahu apa yang Kalila mau. Tanpa memikirkan banyak hal, Ken pun langsung berbaring di samping Kalila dan menikmati kecupan nakal yang diiringi dengan alunan musik dari alam dan udara.
Sebenarnya, keduanya sangat rindu dengan sentuhan dan romantika. Hanya saja, mereka melindungi diri agar tidak merasakan sakit akibat cinta yang datang dan pergi berulang kali. Namun malam ini, semua terjadi begitu saja. Jelas sekali, hati keduanya saling menyambut dan tampak sama-sama terbuka.
Kalila tidak bersedia melepaskan lumatannya dari bibir Ken. Pria itu kini kewalahan dan hanya bisa mengatur napas berulang. Namun ada satu hal yang Ken ketahui, yaitu tidak boleh terjadi percintaan diantara keduanya. Sebab, hubungan dahsyat itu hanya akan terlaksana dalam kondisi sadar, dan dengan hati yang berbahagia.
"Eeemh," erang Kalila yang hampir mencapai puncaknya, hanya dengan usaha Ken saat menghimpit tubuhnya.
Keduanya benar-benar seperti ular yang tengah menari bersama, di atas susunan kayu yang hanya dialasi dengan selimut seadanya. Bahkan, tanpa sengaja Kalila telah merobek bibir merah muda milik Ken, dengan sedikit menggigitnya.
'Wanita ini, hasratnya begitu dahsyat. Dia seperti gunung berapi yang siap untuk meletus dan mengeluarkan lahar panas dari perutnya. Sangat berbahaya, sebab bisa menyambar dan mengeringkan setiap benda yang berada di hadapannya.' Ken terus berdiskusi pada dirinya sendiri. 'Dia seperti ratu lebah yang begitu agresif. Hmmm, Kalila. Aku tidak bisa melepaskan kamu begitu saja.'
Bersambung.
Apa yang akan terjadi ketika Kalila sudah sadarkan diri? Akankah dia akan menyalahkan Ken, atau malah jatuh cinta kepada pria tampan yang satu ini? Lanjut bacanya ya dan jangan lupa untuk meninggalkan komentar, tab love, serta follow aku. Makasih.