Debaran

1729 Kata
Bibir Elo bernyanyi, hatinya pun riang gembira. Apalagi rasanya, kesuksesan sudah berada di depan mata. Tinggal selangkah lagi dan dunia akan berada di dalam genggaman tangannya. Saat ini, bayang-bayang kecantikan Kalila terus saja menari di manik mata laki-laki berkulit putih tersebut. Untuk pertama kalinya, ia merasa dunia begitu indah dan dan berpihak kepadanya. Sambil bersiul di dalam mobilnya, Elo menghidupkan musik dengan tempo yang cepat. Api semangat kian membara, ditambah lagi dengan persiapan stamina yang sudah ia persiapkan untuk malam panjang bersama Kalila. "Malam ini, aku akan menjadi anjingg liar, kawan!" pekiknya saat di jalanan sepi, tak berteman. Kemudian ia mengikuti syair dari musik ceria tersebut. Tiga jam setelah kepergian Elo dari hotel mewah, Kalila dan Rania mulai mengantuk. Keduanya sudah menghabiskan setengah menu makan malam yang Elo siapkan untuk keduanya. Awalnya, kali lah khawatir untuk menelan makanan yang berada di depan matanya titik entah apa yang terjadi tetapi ada sedikit sentilan aneh yang berada di dalam hati seolah musik bahwa ia tidak baik jika mengkonsumsi menu makanan tersebut titik tetapi karena Rania terus saja memaksakan dan mengancam bahwa dia juga tidak akan makan malam ini maka Kalila terpaksa menikmati sedikit menu tersebut. hal semacam ini sudah dibayangkan oleh elo sebelumnya. sebab, kali lah tampak cukup berhati-hati terhadap dirinya selama beberapa waktu terakhir. untuk itu, Elo juga membubuhkan obat tidur di dalam air minum. laki-laki berkulit putih itu berharap, jika dari makanan tidak sampai kepada tujuan, maka pada minuman lah urusan akan diselesaikan. benar saja. sekitar 35 menit setelah menikmati hidangan makan malam, Rania dan kali lah mulai terlelap. Selain itu, tenggorokan keduanya juga terasa kering sehingga mereka terpancing untuk terus menikmati air mineral yang tersaji di meja tak jauh dari ranjang tidur. sesuai dugaan, kakak beradik itu semakin terpengaruh mata mereka untuk segera terlelap. di jalanan, Elo pun memastikan waktu dan berusaha untuk menelpon Rania demi memastikan bahwa istri dan kakak ipa-nya sudah dalam kondisi nyenyak. saat ini, tampak sekali bahwa elo berusaha untuk menghubungi Rania berulangkali. sepanjang usia pernikahan keduanya, pantang bagi Rania untuk tidak mengangkat telepon dari elo sekalipun jika sekarang hal seperti ini terjadi maka kemungkinan besar adalah Rania dalam kondisi tidak sadarkan diri atau tertidur sangat pulas. sadar akan kesuksesan rencana besarnya, Hello tertawa terbahak-bahak sembari menginjak gas mobilnya dan memutar setir untuk kembali ke arah hotel di mana ia sudah menempatkan Rania dan Kalila di dalam satu kamar yang sama. Setelah tiba di kamar, Elo kembali tersenyum bahagia. Sebab, kedua wanita itu benar-benar sudah tertidur pulas, dan ia tinggal menjalankan rencana selanjutnya. Elo keluar untuk sesaat, lalu membuka pintu kamar ruang lainnya (Di sebelah). Setelah ini, ia berniat untuk menggendong Rania dan kembali ke kamar semula untuk menikmati Kalila. Hingga detik ini, rencananya berhasil dengan sempurna. Demi memangkas waktu, sebelum memindahkan Rania, Elo memberikan suntikan khusus kepada Kalila untuk mengaliri obat perangsang dosis tinggi. Jika perhitungannya tidak meleset, seharusnya dalam waktu lima belas menit saja, Kalila sudah menggeliat seperti cacing kepanasan. Setahun berhasil menyuntikkan cairan yang bisa membuat seseorang menjadi gila, Elo langsung menciumi bibir Kalila sebagai ucapan selamat datang ke dalam hidupnya. Walau belum mendapat balasan apik dari perempuan berlesung pipi dalam tersebut, tetapi Elo sudah sangat merasa bahagia. "Tunggu aku ya, Sayang! Hanya butuh sepuluh menit saja untuk menyingkirkan dia," bisik Elo seolah Kalila juga membenci adiknya. Elo menjilati ujung lidahnya yang sudah menyentuh bibir Kalila. Karena sudah tidak sabar lagi, Elo pun langsung mengendong Rania untuk memindahkannya. Saat ingin memutar tubuh, tanpa sengaja, Ujung kaki Rania menyentuh gelas berkaki tinggi yang berada di meja kecil pada samping ranjang. Suara pecahan kaca yang berderai, akibat berbenturan dengan lantai, berhasil mengusik kesadaran Kalila. Perempuan cantik yang satu ini memeng seperti itu, jika mendengar suara yang tiba-tiba. Semua akibat trauma masa lalu yang masih terus saja mencekik lehernya. Kalila mengalami hypnic jerk. Perasaan itu mirip dengan rasa sedang terjatuh atau tersentak secara tiba-tiba. Rasa ini juga sering dideskripsikan dengan keadaan di mana tangan setan tengah bergerak dan memukul korbannya. Merasa bahwa dirinya di dalam bahaya, dengan hati yang berdebar kencang, Kalila berusaha untuk membuka kedua kelopak matanya. "Ra!" panggil Kalila yang masih berada di bawah alam antara sadar dan tidak. Kalila menggunakan tangan kanannya untuk meraba sisi, di mana Rania terbaring sebelumnya. Ada sesuatu yang mengganjal di hati perempuan berambut panjang, hitam, dan sedikit bergelombang di bagian ujungnya ini. Yaitu tentang rasa sepi yang tiba-tiba menyerang, bercampur aura ancaman yang tercium kental. Napas Kalila tampak sesak. Saat ini, ia kembali berusaha untuk membuka matanya lebar-lebar. Namun sayang, ia hanya mampu melakukannya dengan tidak sempurna, sehingga hanya sedikit cahaya buram yang menyinari pupil indah miliknya. "Hah!" Suara keluhan ketakutan, terdengar jelas di dalam kamar gulita tersebut. "Tidak! Pasti ada yang salah di sini. Tapi, di mana Rania?" gumamnya yang masih terus mencari dengan meraba sisi ranjang, sofa, dan meja makan karena ia masih mengingat susunan dari ruangan tersebut. Tiba-tiba saja, Kalila mendengar suara tawa Rania yang terdengar seru. Kalila pun seakan terbawa pada keadaan bahwa dirinya hanya tinggal seorang diri di tempat gelap, dan Rania ingin dikejar olehnya. Rupanya, halusinasi acak telah menghampiri otaknya. Kalila pun meninggalkan ruangan tersebut, berbekal suara dari adiknya dan juga sedikit cahaya seperti seekor kunang-kunang di malam hari, yang menerangi manik matanya. "Lila, sini! Aku punya kejutan untukku," suara Devan juga terdengar jelas di telinga Kalila. Hal itu membuatnya berada di dunianya sendiri, sambil terus bergerak untuk meninggalkan kamar tersebut. Sepanjang jalan tanpa alas kaki, Kalila berusaha menyembunyikan wajahnya yang tampak bingung. Ia sangat mengenal hotel ini, sehingga tidak sulit baginya untuk pergi dari tempat tersebut. Pada saat yang bersamaan, Elo juga keluar dari dalam kamar di samping. Dengan cepat, ia menangkap Kalila dan mendekapnya erat. Wanita itu semakin tahu arti dari sentuhan kasar tersebut. Dengan sekuat tenaga, ia melawan dan berniat untuk berteriak. Namun sayang, Kalila seperti lupa tentang bagaimana cara membuka mulutnya dan ia tidak bisa memohon pertolongan. "Mau ke mana kamu?" bisik Elo dengan mencengkram kedua sisi bibir, sehingga suaranya tersamarkan. "Agh!" Kalila mengantuk bagian belakang kepalanya dengan wajah Elo. Benturan ini terasa sangat sakit karena mengenai hidung Elo dan menyebabkan laki-laki itu mimisan ringan. Spontan, rasa perih tersebut membuat Elo melepaskan tangannya dari Kalila. Kesempatan baik itu pun Kalila pergunakan untuk lari menuju lift dan meninggalkan segalanya. Ingatan Kalila tentang Rania semakin pudar. Saat ini, yang ada hanya kobaran hasrat yang menyelimuti tubuhnya. Bahkan, tubuh molek itu sampai menggigil di dalam pelariannya. "Kenapa, Mbak? Ada masalah?" tanya seseorang yang tidak Kalila kenali. Laki-laki itu, sudah berada di dalam lift sejak tadi. Detik ini, Kalila sangat ingin menjawab. Namun sekali lagi, bibirnya seolah terkunci dan tubuhnya terus saja seperti terserang sentuhan nakal bertubi-tubi. Kalila hanya bisa bergumam dan itu membuat si penanya bingung. "Bagaimana kalau saya antar sampai ke mobil?" tanya laki-laki yang tidak mengenal Kalila. Ia berusaha untuk ramah dan membantu, tetapi Kalila tampak aneh dan menakutkan. "E," jawab Kalila dengan satu anggukan. Setelah melihat kondisi Kalila yang tidak sedang baik-baik saja, pria asing tersebut menolong Kalila untuk keluar dari koridor hotel dan memanggilkan taksi untuknya. "Anda yakin tidak membutuhkan saya?" tanyanya sambil membuka pintu mobil sebelah kiri di bagian belakang. "Em," sahut Kalila yang makin tampak gemetaran. "Bawa Mbaknya pulang ke rumah atau ke rumah sakit terdekat!" pesan laki-laki tersebut kepada sopir taksi tersebut. "Baik, Tuan. Terima kasih," ucapnya saat melihat tips dalam jumlah banyak yang diberikan untuknya. Sopir tersebut berpikir bahwa Kalila sengaja dibuang oleh laki-laki yang baru saja mengantarkannya keluar dengan berbagai alasan. Menurutnya, hal semacam ini lazim terjadi di dunia malam ataupun lingkungan hotel. Laki-laki yang tengah menginjak rem dengan cepatnya ini, terus saja melirik ke arah Kalila yang mengenakan rok span di atas lutut. Kaki jenjang, mulus, dan tampak terawat sempurna, membuatnya terpancing hasrat. Apalagi, Kalila juga terlihat seperti memancing syahwatnya. Hingga disaat setengah perjalanan, sopir mencari jalanan yang sepi, lalu memutuskan untuk berhenti, demi dapat menyentuh Kalila dan menikmati tubuhnya. Sadar akan sentuhan asing dan gelagat busuk dari laki-laki yang berada di sisinya, Kalila langsung meraba pintu untuk keluar dari dalam mobil. Namun, aksi itu terbaca dengan baik oleh si sopir. Alhasil, laki-laki tersebut berhasil merobek pakaian yang Kalila kenakan. Tidak ingin menyerah, secara tidak sadar, Kalila langsung menerjang bagian bawah perut laki-laki yang ingin mencicipi tubuhnya hingga terjungkal. Lalu dengan cepat, Kalila keluar dari mobil dan berlari, tak tentu arah, demi terus menjauh. Kalila berjuang untuk mempertahankan kesucian dirinya. Sebab, satu-satunya hal yang sangat ia impikan di dunia ini adalah melihat suaminya tersenyum bangga, saat malam pertama. Sementara di sisi Ken, tanpa ingat untuk mengisi perutnya sejak tadi siang, ia melanjutkan langkah ke alamat rumah Kalila, pasca jam tugasnya berakhir. Debaran hati pria kekar ini juga terasa nyata, padahal ia belum berjumpa dengan Kalila. Mungkin benar kata orang, jika cinta datang merasuk ke dalam hati, maka bisa membuat jantung berdebar-debar tak beraturan. Selain itu, frekuensinya juga lebih cepat dari pada biasanya. Sekarang, Ken dapat merasakan hal yang sama dengan kata dari para pujangga. Apakah dia telah jatuh cinta pada wanita yang tak dikenalinya? Aneh memang, bahkan ia sendiri tidak mengetahui jawabannya. "Permisi, selamat malam!" Ken memukul lonceng besi yang terhubung dan berbunyi nyaring di dalam kediaman mewah tersebut. "Halo!" Sayangnya, tidak seorang pun menjawab pertanyaan yang muncul dari bibir Ken. Bahkan, hanya suasana sepi sajalah yang terpampang jelas. Hatinya pun mengusik untuk terus memanggil dan berusaha. Tetapi ia tidak juga mendapatkan jawabannya. "Heh, bagaimana ini? Padahal aku sudah berusaha," gerutunya tampak kesal. "Iya-iya, ada apa?" Terdengar suara langkah cepat dari dalam, sambil bertanya. "Benar ini kediamannya Kalila, Pak?" tanya Kenapa pada pak Adi yang tampak sangat mengantuk. "Iya, benar. Aden siapa ya?" tanya pria baya tersebut, sambil membuka pagar rumah mewah tersebut. "Aku Ken, Pak. Kalilanya ada?" Pak Adi menatap Ken dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Non Kalila?" "Iya." "Ini benar rumahnya non Kalila, Den. Tapi, beliau belum pulang sejak pagi," jelas pak Adi dan ia sama sekali tidak berbohong. "Oh, begitu ya?" "Mau tunggu di dalam, Den?" tanyanya dengan kepala tertunduk. "Emh ... nggak usah aja, Pak," tolak Ken yang terbawa hatinya untuk melanjutkan perjalanan. "Tapi, tolong sampaikan kepada Kalila, kalau ada Ken mampir malam ini!" pintanya dalam pesan. "Baik, Den. Pasti akan saya sampaikan," jawab pak Adi yang tampak senang melihat ada seorang laki-laki tampan dan tampak mapan, sedang menyambangi rumah ini, demi Kalila. Bersambung. Bagaimana malam ini? Apakah Ken akan segera bertemu dengan Kalila? Akankah tercipta kenangan manis diantara keduanya? Lanjut bacanya. Jangan lupa untuk meninggalkan komentar, tab love, dan follow aku. Makasih ya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN