2. Gue, beautiful Jasmine!

1845 Kata
Pak Asep menghentikan mobilnya tepat di gerbang British International High School. Sebuah bangunan sekolah yang cukup megah dengan 4 lantai yang mengelilingi sebuah lapangan hijau dengan rumput yang rapi dan terawat. Sebuah pintu gerbang tinggi berdiri dengan kokoh di depannya seolah menjadi benteng betapa megahnya sesuatu di balik sana. Sudah bisa dibayangkan berapa kocek yang harus dikeluarkan dan hanya oerang-orang dari kalangan atas yang mampu menyekolahkan anaknya di sana.   Pagi itu suasana sekolah sudah terlihat ramai karena waktu sudah hampir menunjukkan jam masuk sekolah. Setiap pagi pak Asep menjalankan rutinitasnya, yaitu mengantar anak majikannya ke sekolah. Dari namanya saja sudah bisa ditebak, pak Asep berasal dari sunda. Ia sudah bekerja hampir lima belas tahun sebagai sopir bribadi keluarga Anggoro.   Jasmine Alfreya Hananto, remaja berusia tujuh belas tahun yang duduk di bangku kelas dua SMA. Jasmine yang berarti bunga melati, bunga yang harum dan cantik. Nama itu adalah pemberian almarhumah Liliana, ibunya karena Ia begitu menyukai bunga yang menjadi lambang kesucian dan kemurnian itu. Dan kebetulan Jasmine pun menyukai bunga kecil yang cantik itu. Ia hanya pasrah ketika Liliana membelikan berbagai barang-barang bermotif bunga melati, termasuk tas sekolah yang sering Ia pakai sekarang. Liliana membelikan tas itu tepat sehari sebelum Ia meninggal. Karena itu Jasmine menganggap tas itu sebagai kenang-kenangan terakhir dari ibunya. Sudah tiga tahun berlalu dan tas itu pun masih Ia pakai.   “Udah sampe Neng…” kata pak Asep sambil menoleh ke kursi belakang.   Jasmine yang sedari tadi memainkan smartphone-nya menoleh ke sekeliling untuk memastikan Ia benar-benar sudah sampai di sekolahnya. Ia turun dari mobil dan melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah tepat saat bel masuk berbunyi. Semua siswa berlarian masuk ke dalam kelas masing-masing, tapi Jasmine tetap berjalan dengan santainya seolah tidak perduli dengan bel masuk yang terus meraung hingga terdengar sampai ke setiap sudut sekolah. Padahal Ia tahu jam pelajaran pertama di kelasnya adalah pelajaran matematika dan bu Christin selalu datang tepat waktu.   Di sepanjang koridor hingga sampai di ruang kelasnya, Jasmine bak model papan atas yang sedang berjalan di atas catwalk. Hampir semua mata tertuju padanya. Tak hanya menarik perhatian setiap laki-laki, tapi juga perempuan. Tak hanya mereka yang mengagumi, tapi ada juga segelintir dari mereka yang menaruh rasa iri melihat kepopuleran dan semua yang Jasmine miliki.   Jasmine Alfreya Hananto, tak hanya cantik, modis, tapi juga pintar, berprestasi, kaya raya, dan menjadi dambaan setiap laki-laki yang mengenalnya. Jasmine terlihat begitu sempurna untuk remaja lain seusianya. Pesonanya selalu membuat siapa pun mengarahkan pandangan kepadanya. Itulah yang membuat Jasmine begitu bangga dengan apa yang Ia miliki saat ini.   “Hai Jas… makin cantik aja.” Kata Haland sambil mengangkat alisnya. Halland adalah teman satu angkatan Jasmine tapi berbeda kelas. Laki-laki yang terkenal playboy dan suka menggoda perempuan. Ia memang selalu menunjukkan kekagumannya terhadap Jasmine. Tak hanya Halland, tapi juga beberapa teman lainnya. Ada pula yang diam-diam menyukai dan mengagumi Jasmine tanpa berani mengatakannya.   Jasmine menoleh ke arah Halland sambil tersenyum sinis. Ia sangat tau sepak terjang Halland selama ini. Jasmin pun tak pernah menggubris gombalan yang Halland lontarkan padanya.   Jasmine kembali mengarahkan pandangannya ke depan sambil terus berjalan menuju ruang kelasnya yang berada di ujung koridor. Tepat sekali sesuai dugaannya, bu Christin sudah duduk di meja guru di ruang kelasnya.   “Permisi bu… maaf telat.” Jasmine dengan tanpa rasa bersalah masuk ke dalam ruang kelas dan langsung duduk di kursinya. Ia mengambil buku tulis dan buku pelajaran matematikanya, lalu meletakkan tas ranselnya ke rak di bawah kursinya.   Bu Christin hanya menarik napas dalam dan menghembuskannya kasar. Ia memandang ke arah Jasmine hingga Jasmine selesai dengan perlengkapan belajarnya di atas meja agar siswa yang lain bisa kembali fokus melanjutkan belajar mereka.   Bu Christin adalah guru yang terkenal killer di sekolah. Ia tak segan menghukum siapa pun yang tidak disiplin, termasuk saat ada siswa yang terlambat masuk ke kelasnya. Ia tidak akan mengizinkan mereka masuk ke dalam kelas atau menghukumnya untuk berdiri di depan kelas. Tapi sepertinya itu semua tidak berlaku untuk Jasmine. Bu Christin cukup segan untuk menghukum atau sekedar menegurnya. Semua penghuni sekolah pun tahu, ayah Jasmine adalah penyumbang dana terbesar di sekolah mereka. Bahkan ketika ada acara-acara besar di sekolah, Anggoro selalu mensponsori acara mereka dan juga menggaet perusahaan lain yang menjadi rekan bisnisnya.   “Ya sudah anak-anak… kita lanjut lagi belajarnya.” Kata bu Christin dengan suara lantang sambil membetulkan kaca matanya. Semua pun kembali fokus belajar tanpa ada yang berani bersuara. Mereka tidak ingin mendapat teguran dan memancing kemarahan bu Christin. Jika bu Christin marah? Habislah mereka semua dengan senjata andalannya. Ulangan mendadak! Cukup membuat horor semua murid yang pernah diajarnya. Lagi pula bu Christin selalu mengecek pemahaman siswanya dengan memberikan soal di papan tulis dan menunjuk siapa saja yang Ia inginkan di akhir pembelajaran.   Beberapa kali Jasmine terlihat menoleh ke kanan dan kekiri memperhatikan siswa yang lain. Pelajaran bu Christin terlihat begitu membosankan. Bahkan Ia sempat beberapa kali diam-diam berkirim pesan dengan Salsa melalui smartphone-nya.   Satu setengah jam telah berlalu, tiba waktunya bu Christin membuat soal untuk dikerjakan dua orang siswanya di depan kelas sebelum Ia mengakhiri pelajarannya hari ini. Bu Christin membuat garis vertikal tepat di tengah white board dan mulai menulis dua soal di sana. Satu soal di papan sebelah kiri dan satu soal lagi di papan sebelah kanan.   Selesai membuat soal waktunya bu Christin menunjuk dua orang untuk maju ke depan. Seketika ruang kelas menjadi tegang. Semua siswa menghadap ke depan dan duduk dengan rapi agar tidak menarik perhatian bu Christin, kecuali Jasmine. Ia terlihat tetap tenang dan cuek sambil mencoret-coret buku tulisnya dengan pulpen. Pandangan mata bu Christin menyapu seluruh ruang kelas dengan pandangan matanya yang tajam seperti pemburu yang sedang mengintai mangsanya.   “Devan! Maju ke depan.” Kata bu Christin dengan tegas.   Mati gue! Mana gue ngga ngerti lagi, batin Devan sambil celingukan berharap ada teman lain yang bersedia membantunya, tapi itu adalah hal yang sangat mustahil.   “Jasmine.” Panggil bu Christin singkat. Ia menunjuk Jasmine untuk mengerjakan soal kedua. Diam-diam bu Christin memberi soal yang sulit untuk Jasmine sebagai hukuman karena Ia sudah terlambat masuk ke kelasnya tadi pagi.   Dengan sedikit malas Jasmine berdiri dan mengambil spidol boardmaker di atas meja guru. Sekilas Ia membaca soalnya dan mulai mengerjakan.   “Selesai!” ucap Jasmine sambil menutup spidol setelah beberapa saat.   Devan hanya melongo sambil menoleh ke arah Jasmine. Sementara Devan masih berpikir bagaimana menyelesaikan soal mengerikan itu, Jasmine sudah kembali duduk di kursinya. Kecerdasan Jasmine memang sudah tidak diragukan lagi. Bu Christin pun mengakuinya. Soal yang Ia aggap sulit tapi dengan mudah bisa Jasmine taklukkan.   ***   “Gue balik dulu ya.” Ucap Jasmine sambil berdiri dan mengaitkan tas ranselnya ke pundak.   “Yaahh… ngga asik deh lo. Bentar lagi dong…” rengek  Karen yang sedang asyik menceritakan kencan pertamanya dengan Kevin, pacar barunya, seorang mahasiswa semester awal yang baru dikenalnya satu bulan yang lalu.   “Iya nih… selalu deh sok sibuk…” tambah Friska.   “Gue mesti pulang. Bokap gue mau lamaran.” Ucap Jasmine dengan nada datar.   “Bokap lo mau nikah lagi Jas??” tanya Mila heran karena selama ini yang Ia lihat om Anggoro begitu mencintai tante Liliana. Mereka selalu terlihat harmonis dan mesra setiap kali Mila ke rumah Jasmine. Lagi pula tante Liliana baru meninggal sekitar tiga tahun yang lalu. Bagi Mila, itu adalah waktu yang cukup singkat untuk menikah lagi. Mila cukup mengenal orangtua Jasmine karena Ia dan Jasmine adalah teman baik sejak mereka masih duduk di bangku SMP dan kebetulan sekarang mereka diterima di sekolah yang sama.   “Gila kan? Harusnya bokap gue yang ngater gue lamaran. Bukan gue yang nganter bokap!” Kata Jasmine mulai terlihat kesal jika membicarakan hal itu. Salsa yang kembali melihat kekesalan Jasmine hanya bisa menahan tawanya. “Udah ah, gue balik!” ucapnya cepat sambil  berlalu sebelum mereka bertanya macam-macam.   “Hati-hati Jas! Salam buat calon nyokap tiri lo!” teriak Salsa menggoda. Ia sengaja ingin membuat Jasmine semakin kesal. Jasmine hanya menoleh sambil menunjukkan jari tengahnya, membuat Salsa cekikikan sambil berlindung dibalik tubuh Mila.   Jasmine berjalan sedikit cepat menyusuri koridor sekolah. Ia takut terlambat sampai di rumah dan membuat acara bokapnya berantakan. Sekolah sudah mulai sepi, hanya beberapa siswa yang masih terlihat lalu lalang karena bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar tiga puluh menit yang lalu.   Sampai di samping lapangan, Jasmine dikejutkan dengan kehadiran Crist, ketua osis British International High School. Sepertinya sudah menjadi hal yang umum jika ketua osis pasti selalu populer, ganteng, dan banyak disukai siswi perempuan di sekolahnya. Apalagi Crist adalah anak konglomerat yang memiliki segalanya. Apa yang Crist inginkan pasti selalu Ia dapatkan. Banyak yang bilang Jasmine dan Crist adalah pasangan yang serasi, sama-sama dari keluarga kaya raya, terpandang, dan fisik yang mendukung.   “Mau pulang Jas?” tanya Crist setelah menghampiri Jasmine. Sejak tadi Crist melihat Jasmine berjalan sendiri di koridor. Inilah kesempatan Crist untuk mendekatinya karena biasanya Jasmine selalu bersama teman-teman genk-nya kemana pun Ia pergi.   “Eh, iya nih. Kenapa?” tanya Jasmine.   “Boleh minta waktunya sebentar? Ada yang mau gue omongin sama lo?” kata Crist sambil memasukkan smartphone-nya yang sedari tadi Ia genggam ke dalam kantong celananya.   Jasmine melirik ke jam tangan Hermes-nya, masih ada waktu untuk memenuhi permintaan Crist. “Mau ngomong apa?” tanya Jasmine sambil melepas jepit rambutnya hingga rambut hitam panjangnya tergerai menutupi sedikit wajah mulusnya. Jasmine menyibakkan rambutnya, lalu menatap Crist yang sedari tadi memandangnya. Sepertinya Crist begitu terpesona hingga Ia tidak menyahut saat Jasmine bertanya padanya.   “Crist?” panggil Jasmine.   “Eh, iya sorry Jas.” Jawab Crist gelagapan. Ia terlihat salah tingkah.   “Lo mau ngomong apa?”   “Mmm… itu Jas.” Crist tersendat. “Gue suka sama lo.” Kata Crist cepat. “Lo mau ngga jadi cewek gue?” lanjutnya.   Jasmine menahan senyumnya. Ia sudah bisa menebak apa yang akan Crist katakan. Sebelumnya pun Jasmine pernah mendengar dari teman-temannya kalau Crist diam-diam menyukainya.    Jasmine terlihat begitu tenang. Padahal biasanya seorang perempuan yang sedang “ditembak” akan terlihat salah tingkah atau malu, tapi itu tidak berlaku untuk Jasmine.   “Kenapa Crist? Lo minta gue jadi cewek lo?” Jasmine terdengar sengaja mengeraskan suaranya hingga membuat beberapa siswa mengarahkan pandangan ke arah mereka. Crist yang menyadari hal itu, terlihat sangat malu, tapi Ia berusaha tenang karena Ia yakin pasti Jasmine akan menerima cintanya. Karena selama ini tidak ada seorang pun yang pernah menolaknya.   “Gimana Jas?” tanya Crist pelan.   “Duh, maaf ya Crist, gue ngga bisa. Masih banyak kok cewek yang lebih daripada gue… Sorry ya Crist.” Ucap jasmine yang terdengar merendah….. untuk meninggi.   Jasmine kembali melihat jam di tangan kanannya. “Eh, sorry Crist, gue mesti cabut nih, udah ditunggu bokap di rumah.” kata Jasmine sambil berlalu tanpa menunggu Crist mengatakan sesuatu. Terlihat beberapa siswa yang tak jauh dari mereka saling berbisik dengan tatapan menyelidik. Sementara Crist hanya terdiam sambil menatap tajam ke arah Jasmine sampai Ia menghilang di balik pintu gerbang sekolah.   Sial, gue ditolak! Lo bikin malu gue! Awas lo Jas… apa yang bisa gue lakuin buat lo!, batin Crist.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN