"Aku tahu kamu pasti datang." Perempuan berkaca mata itu tersenyum menyambut kedatangan Mulya di salah satu kedai kopi di mal ini, kurang dari setengah jam lagi launching buku terbarunya akan digelar, dan perempuan yang tak lain adalah Abigail itu merasa tidak bisa memulainya tanpa bertemu dulu dengan Mulya. Abigail tahu, jauh di lubuk hati Mulya, laki-laki itu masih peduli padanya. Buktinya dia tetap datang di waktu yang tepat meski sebelumnya bersumpah tidak akan datang. Mulya hanya berbohong. Pada Abigail, pada istrinya, bahkan pada dirinya sendiri. "Aku nggak punya alasan ke sini, seandainya kamu nggak mengancam akan datang ke rumahku." Abigail itu tersenyum lagi, seolah sikap dingin Mulya tidak berarti apa-apa baginya. "Kamu ingat ini, Ya?" Abigail menunjukkan sebuah gelang pipi