‘Kesialan’ Untuk Klara masih berlanjut?

2116 Kata
Klara menatap dengan putus asa keadaan jalan di luar. Persis sebagaimana cerminan atas peta jalur yang tergambar di layar telepon selulernya yang berindikasi ‘merah’, jalanan yang dilaluinya memang super macet. Kemacetan bertambah parah sekeluarnya dari jalan bebas hambatan. Jika semula dirinya masih berdecak gemas, berdoa memohon kepadatan jalanan ini berkurang dan macet terurai, seraya mencari alternatif jalan menuju kompleks pemakaman, kini dia sudah diam seribu bahasa. Tampaknya Dia sudah berada di tahap pasrah. Mungkin mendekati menyerah. Angkat tangan. Apabila sebelumnya dia masih bertanya-tanya lewat gumaman lirih, “Ini pada ngapain sih? Apa hari ini semua Orang keluar rumah? Dan apa sebagian besar dari mereka sama seperti dirinya, menuju kompleks pemakaman yang sama? Pada waktu yang berbarengan pula?” Pada momen ini Klara sudah mengunci mulutnya. Dia tak lagi memedulikan telepon genggamnya yang berbunyi. Toh di pikirnya, ini hanya akan menambah tingkat stress-nya saja. Tidak ada manfaatnya sama sekali. “Wah, kira-kira ada apa ya Bu? Apakah ada kecelakaan di depan sana? Kok bisa ya, kendaraan mengular panjang begini?” tanya Sang Pengemudi kepadanya. Klara tergugah karenanya. Pertanyaan Sang Pengemudi menggerakkan dirinya untuk mencari sejumlah informasi melalui gawai di tangannya. Dia juga berusaha mencari tahu dari status sejumlah Orang di daftar kontaknya. Dipikirnya, Siapa tahu Salah Satu dari mereka tengah melintas di dekat situ. Sekian menit mencari tahu, tidak ada petunjuk yang pasti. Namun ada status yang mengusik, dan itu baru saja diperbaharui sekian detik lalu. Status Vino, yang mana nomor telepon genggamnya baru saja disimpannya ke dalam daftar kontak seusai menerima panggilan telepon dari Irene tadi. Status yang cukup panjang, “Kata Orang, yang namanya Bertemu, Berpapasan, Berkenalan, Berpisah atau Menetap, semuanya itu telah digariskan. Jadi tidak ada yang namanya kebetulan. Hari ini, tanpa direncana ketemu sama Bidadari yang membuat kagum pada pandangan pertama dulu. Seseorang yang sempat hilang kontak beberapa waktu lalu. Ternyata dia adalah Seseorang yang hangat dan rendah hati. Dan saking terpesonanya, pada saat berpisah tadi sampai lupa mengucapkan kalimat standard : ‘hati-hati di jalan, ya.’ Semoga masih ada kesempatan untuk bertemu lagi sama dia.” Entah mengapa, Klara langsung merasa bahwa Bidadari yang dimaksud oleh Vino dalam status yang dibacanya tak lain adalah dirinya. Dan meskipun dia sedikit terusik dengan gaya Seorang Laki-laki yang bukan hanya terlalu ‘rapi’ bahkan sudah mengarah ke keadaan terlampau ‘pesolek’, yang mana Klara juga dapat memastikan betapa Vino rajin merawat dirinya karena terpancar dari wajah Vino yang demikian bersih dan bercahaya tanpa adanya komedo atau jerawat, dan kini juga aktif memasang status bak Seorang Cewek yang suka pamer apa saja yang dirasakannya, toh Klara tersipu. Dia memang tak suka dengan type Cowok yang terlalu senang mengumbar perasaan. Ya jangankan Cowok, pada teman Cewek saja dia kurang senang dengan sikap mereka yang telalu mengobral, membagi apa yang dirasa dan dialami ke media sosial. Tetapi atas sebuah alasan yang kurang dimengertinya, Klara langsung mengkategorikan Vino sebagai ‘Perkecualian.’ Klara masih ingat ketika dirinya berusaha mengurai pegangan Vino di pinggangnya tadi. Dia dapat menangkap adanya kegugupan dalam nada Suara Cowok itu kala mengucap, “Maaf. Maafkan saya, saya nggak ada maksud untuk kurang ajar.” Dan dia percaya sepenuhnya. Selagi dirinya tengah membayangkan wajah Vino, sebuah pesan teks masuk. Dia sudah hampir marah karena berpikir pesan tersebut datangnya dari Irene. Namun segera matanya terbelalak mendapati bahwa yang mengirim pesan teks kepadanya adalah Vino. Sepertinya Vino telah mengecek bahwa posisi Klara sedang ‘online’ saat ini. Klara langsung membacanya. From : Vino - Channel 789 Hai. Sudah sampai mana, Ra? Maaf tadi karena kamu terburu-buru sampai lupa mengucapkan untuk hati-hati di jalan. Semoga pesan teks dariku nggak mengganggu kesibukan kamu ya. Have a nice day! Senyum Klara langsung mengembang. Tuh, kan, benar! Pasti yang dia maksud dengan Bidadari di dalam status yang dia unggah barusan itu ya aku, batin Klara geli. Persis Gadis Remaja yang dibuat gede rasa oleh Sang Gebetan yang mengisi hati serta pikiran nya. Klara tak membuang waktu barang sedikit pun. Ia mengetik jawabannya. To : Vino - Channel 789 Hallo Vin. Masih stuck sekeluarnya dari jalan tol menuju lokasi pemakaman nih. Kelihatannya bakalan telat ini, untuk mengikuti prosesi pemakamannya. Hati-hati di jalan juga, ya. And have a nice day, too! Klara mengklik tombol send. Jawaban dari Vino langsung masuk. From : Vino - Channel 789 Ya. Di mana-mana macet. Aku sendiri juga sedang terjebak macet sekarang. Dan nggak ada pilihan selain menikmatinya saja. Siapa yang meninggal, Klara? Pantas kamu begitu tergesa di bandara tadi. Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya, ya! Semoga kemacetan di tempatmu berada segera terurai sehingga masih cukup waktu untuk bisa mengikuti semua prosesi dengan baik. Take care! Klara sedikit terhibur membacanya. Dia segera membalas. To: Vino - Channel 789 Oh. No wonder. Mungkin semua Orang serentak mau mengukur jalan hari ini. Terima kasih atas ucapan bela sungkawanya. Kerabatku, yang meninggal. Vino balik membalasnya. Begitu cepat. From : Vino - Channel 789 Sekali lagi aku ikut berduka cita. Yang sabar, ya. Semoga kerabat yang meninggal diterima amal ibadahnya , diampuni salah dan dosanya, dan mendapat tempat terbaik di sisi Sang Pencipta. Dan semoga semua keluarga, Kerabat dan Handai tolan yang ditinggalkan diberikan ketabahan serta keikhlasan. Semoga pesan teks dari aku nggak menambah stres dan kesedihanmu, ya. Sampai nanti. Vino menambahkan ikon senyum yang berlimpah serta telapak tangan dengan sikap menjura, di akhir kalimatnya. Klara sampai bingung harus membalas apa. Maka di dalam kebingungan yang melandanya, Gadis mandiri itu memutuskan untuk mengakhiri percakapan itu dengan membalas singkat dengan mengetik tiga patah kata saja, “Amin. Sampai nanti.” Klara menatap lagi ke arah luar. Dia sedikit menarik napas lega lantaran mulai merasa ada sedikit pergerakan dari kendaraan ayng ditumpanginya. Dia berpikir, sepertinya energi baik yang dikirimkan oleh Vino melalui rangkaian pesan teks-nya barusan turut bersatu padu dengan alam raya, sehingga memberikannya kemudahan secara nyata. “Syukurlah. Sudah mulai bergerak, ya Pak,” kata Klara penuh syukur. “Iya, Bu. Semoga saja semakin lancar.” “Amin.” Di saat Klara menebar harapan, telepon genggamnya berbunyi. Irene lagi. Kali ini dia memutuskan untuk menjawab. “Ra, kamu sudah sampai mana?” Suara Irene terdengar berbisik dan ditekan. Klara juga mendengar latar belakang suara Orang yang sedang menyanyikan sebuah lagu rohani yang umum diperdengarkan pada saat misa pelepasan. Sayup-sayup, Paduan Suara dari sekian banyak umat yang hadir menyapa telinga Klara, “... makin dekat Tuhan, kepadaMU...” Hati Klara tersentuh hinga ke dasarnya yang terdalam. Maaf ya, Tante Virny. Maafkan atas keterlambatan kedatangan Rara ini. Rara akan doakan Tante dari sini, bisik hati Klara, yang kerap menyebutkan namanya ketimbang memakai kata ganti ‘aku’ atau ‘saya’ di kala berbicara kepada Orang tuanya maupun Sahabat Orang tuanya. “Ra, kamu sudah sampai mana sekarang?” Pertanyaan Irene terdengar lagi, mengimbangi Suara nyanyian di sekitarnya. “Masih kena macet, Kak. Ini baru jalan sedikit.” “Di mana, tepatnya? Masa pertanyaanku kurang jelas?” Klara memperhatikan ke arah jalanan, mencari-cari adakah papan penunjuk jalan atau apa yang dapat menentukan dengan tepat dan akurat keberadaannya saat ini. Tetapi sayang sekali, tidak ada satu pun yang khas. “Aku nggak tahu pasti Kak. Tapi kalau dari titik lokasi di gps seharusnya kalau lancar, beberapa belas menit lagi aku bakal sampai di lokasi.” Hening sesaat. Lalu ada helaan napas lega yang terkirim dari seberang sana. “Cepat ya, Ra!” Itu yang diucapkan oleh Irene kemudian. berbalut perintah yang tidak terbantah. Klara sampai menahan napas mendengarnya. “Sudah ya Kak. Kak Irene semestinya mengikuti misa pelepasan dengan baik, bukannya disambi telepon ke aku. Daagh!” Klara tak menunggu reaksi Sang Kakak. Dia sudah menganggap Sang Kakak keterlaluan karena tidak berkonsentrasi dalam misa yang diikuti. Jangankan hati, pikirannya saja sibuk mengurusi soal kedatangan Sang Adik. Dan Klara jadi gemas karenanya. Lantas apa bedanya sama aku yang di sini? Badannya di sana, tapi otak dan hatinya entah di mana! Batin Klara sebal. Tidak jelas apakah perkataan Klara yang manjur ataukah ada sesuatu hal ayng tidak memungkinkan Irene untuk menghubungi Klara kembali, yang jelas setelah itu keadaan relatif tenang. Klara tidaklagi menerima panggilan telepon dari Sang Kakak. Situasi yang demikian sungguh memungkinkan dirinya untuk mengeluarkan Rosario dari dalam tasnya, lalu mempersiapkan hatinya. Dia berniat mengirimkan doa khusus untuk mengiringi perjalanan Bu Virny menuju ke alam baka. Dan di saat jemari Klara bergeser dari manik-manik Rosario yang satu ke manik-manik berikutnya sembari mendaraskan untaian doa ‘Salam Maria’, dia merasakan ketenangan yang menyapanya. Terus melingkupi benaknya. Hanya beberapa saat setelah Klara menyelesaikan Doa Rosario-nya, dia merasakan kendaraan berjalan lebih cepat. “Kita hampir tiba, Bu,” kata Sang Pengemudi. Tentu saja setelah memastikan Klara menyelesaikan doanya. Dia menatap kaca spion tengah terlebih dahulu. Sebagai Pengemudi yang kerap mengantarkan Klara kemana-mana, dia sudah hafal dengan kebiasaan Klara. Gadis itu tampaknya senantiasa membawa untaian Rosario di dalam tas yang dibawanya, sehingga ketika memungkinkan, dia akan berdoa di dalam mobil. Tak jarang, Sang Pengemudi juga menyaksikan hal tersebut selepas Klara menutup sebuah event dengan sukses. Dan diam-diam, Pengemudi itu salut atas kedisiplinan Klara. Pantas saja kalau usahanya Bu Klara diberkati walau dia masih muda. Soalnya dia itu nggak melupakan Tuhan, sesibuk apa pun dirinya. Celah waktu yang dia miliki, seperti di perjalanan saja bisa dia gunakan untuk berdoa. Salut. Pasti ini didikan dari Keluarganya juga, pikir Sang Pengemudi pula. “Nanti Bapak tunggu di parkiran ya,” pesan Klara begitu mereka telah mendekati gerbang kompleks pemakaman. “Baik, Bu.” Usai memarkir kendaraannya, Sang Pengemudi segera turun dan membukakan pintu untuk Klara. “Terima kasih, Pak.” Sang Pengemudi mengangguk. Klara setengah berlari menuju ke arah pemakaman Bu Virny. Dari kejauhan saja, dia melihat Orang-orang sudah mulai membubarkan diri. Itu pertanda bahwa misa pelepasan sudah selesai. Bahkan lebih dari itu, prosesi pemakaman telah purna. Hati Klara tercekat. Dia menyaksikan Pak Suwandi tengah disalami oleh Seorang yang tampaknya seumuran dengannya. “Diikhlaskan, ya Pak. Semoga Mendiang Bu Virny bahagia di alam sana.” “Terima kasih. Mohon maaf kalau Istri saya ada kesalahan, ya.” “Nggak. Ibu nggak ada salah, Pak. Sudah nol, semuanya. Dan Ibu Orang baik, pasti jalannya lancar menghadap Tuhan. Pasti Ibu masuk surga.” "Amin. Terima kasih doanya." Lantas Orang tersebut mengangguk dan berlalu. Orang yang selanjutnya menyalami Pak Suwandi dan mengucapkan kata-kata serupa. Demikian seterusnya. Klara melangkah mendekat. Dia sudah mempersiapkan diri untuk berbagai kemungkinan. Termasuk, jika dicemooh karena terlambat datang. Dia bertekad akan menerima dengan kebesaran hati. Saat itulah, dia mendengar ada Suara yang mirip dengan seruan tertahan, “Ra!” Suara itu jelas-jelas dibalut kejengkelan. Jantung Klara rasanya hendak meloncat keluar saja. Bukan lantaran dirinya terlampau gentar untuk menghadapi kejengkelan dari Si Pemilik suara, melainkan karena dia tak ingin mereka berdebat di muka umum. Baginya, itu sunguh tak pantas, tak perlu dan tentu saja memalukan. Terlebih di tengah suasana duka begini. “Rara!” Suara itu terdengar kembali. Kali ini, sepertinya kian mendekat ke posisi Klara. Tak heran kalau terdengar lebih jelas. Klara menoleh dan terkejut luar biasa. Sejarak kurang dari satu setengah meter darinya, berdiri Irene, Sang Kakak. Tetapi, Irene tidak sendirian. Dia bersama Seseorang. Dan Seseorang itu bukanlah Dhika, Suaminya Irene. Mendadak, perasaan Klara langsung tidak enak melihat ekspresi wajah Cowok yang tengah bersama Irene itu. * $ $ Lucy Liestiyo $ $ Fan page B!telucy
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN