9. Yellow Snake

1726 Kata
Kurang lebih lima belas menit mereka beristirahat di bawah pohon berwarna kuning itu, setelah merasa kalau tubuh mereka sudah lumayan kuat lagi untuk berjalan akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka lagi. Masih di tempat yang serba kuning ini mereka berjalan, hutan kuning yang warnanya hampir menyerupai emas. Perasaan Bright mulai tak enak ketika samar-samar ia merasa sepertinya ada yang tengah memerhatikan mereka, Bright memang begitu perasa sehingga pergerakan apapun akan ia dengar, sama seperti sekarang ketika ia merasa kalau di belakang mereka seperti ada yang mengikuti ia langsung panik. Ia sudah mengatakan apa yang ia rasakan pada Lyodra dan Steven, tetapi kata mereka kalau itu hanya perasaan Bright saja. Tempat ini begitu sepi, tak ada tanda-tanda kehidupan. Mana mungkin ada orang lain selain mereka, jika pun ada apakah di sini memang ada orang lain selain mereka? Hanya menerka-nerka sama sekali tak bisa mendapat jawaban, tetapi berkali-kali pun mereka menoleh, mereka sama sekali tak mendapati siapapun di belakang. Maka dari itu Steven dan Lyodra mengatakan kalau itu hanya perasaan Bright saja, jika pun ada sesuatu seharusnya sesuatu itu sudah muncul dari tadi. Sampai sekarang, tidak ada yang muncul. Itu pertanda kalau apa yang Bright rasakan tak benar, Bright terlalu takut sehingga berpikir dan merasa takut berlebihan. "Kau jangan terlalu berpikir berlebihan, Bright. Tidak ada apa-apa di sini," ujar Lyodra yang sudah merasa bosan dengan ocehan Bright dan segala ketakutannya. "Bagaimana aku tidak berpikir berlebihan kalau aku sedari tadi mendengar suara-suara aneh? Tidakkah kalian juga mendengar suara itu?" tanya Bright. "Ya, kami pun mendengar. Tapi tidak ada siapapun di belakang, kita sudah memeriksanya 'kan?" tanya balik Lyodra. Memang benar, mereka sudah memeriksanya. Namun, tidak ada yang tahu 'kan kalau memang benar ada hal aneh di sana? Buktinya suara aneh itu selalu muncul, tetapi herannya tidak ada apa-apa ketika mereka memeriksa di belakang sana. Tidakkah itu hanya ilusi pendengaran mereka saja? Apakah merasa cemas berlebih itu termasuk bahaya yang menerpa mereka? Mungkin saja iya karena Peri Eayli pun tidak memberitahu mereka macam-macam bahaya yang akan menyapa. Semoga saja memang itu dan tidak ada hal aneh yang benar-benar aneh seperti yang Bright pikirkan, mereka ingin agar misi ini cepat selesai. Mereka ingin segera menyelamatkan dunia ajaib itu dari kesengsaraan dan mereka juga ingin pulang, karena pasti keluarga mereka mencari-cari keberadaan mereka yang entah berada di mana. Padahal, mereka berada di tempat yang jauh sekali, saking jauhnya tidak sembarang orang yang bisa masuk ke sini. "Iya aku tahu, tapi jujur perasaanku tidak enak. Suara itu terdengar semakin mendekat," ujar Bright mengutarakan apa yang ia rasakan. "Lantas kita harus apa, Bright? Dari tadi perasaan kau terus saja mengeluh, bilang saja kau merasa keberatan 'kam ikut bersama kami?" Lyodra menuduh tanpa alasan. "Hei, mengapa kau berpikir seperti itu? Bahkan aku sama sekali tak memikirkan penyesalan-penyesalan yang kau katakan itu." "Bukannya memang begitu? Kau tidak ikhlas 'kan ikut bersama kami? Makanya sedari tadi kau tidak berhenti mengeluhkan ini itu, kalau kau tidak mau ikut mengapa tidak tinggal di sana saja tadi? Biar kami berdua yang pergi," ucap Lyodra menatap Bright dengan kesal. Bright pun ikutan kesal karena Lyodra menuduhnya tanpa alasan yang jelas, padahal dirinya sama sekali tidak memikirkan penyesalan itu. Bright ikut karena keinginan dirinya sendiri dan karena ia yang ingin bersama kedua temannya, tidakkah Lyodra bisa mengerti itu? Mengapa gadis itu selalu menuduhnya yang tidak-tidak? Jika dipikir, tak hanya menuduh. Lyodra juga sering sekali membuatnya kesal dengan mengejeknya sebagai laki-laki penakut, ia bukannya takut hanya cemas saja. Cemas dan takut bukankah hal yang sama, Bright? Entahlah, intinya ia tidak merasa takut tetapi cemas. "Kau ini memang suka sekali menuduhku sembarangan ya? Sudah aku katakan kalau aku ikut bukan karena terpaksa, aku ikut karena keinginan diriku sendiri. Memang apa salahnya aku mengutarakan apa yang aku cemaskan? Aku hanya ingin waspada saja, apakah hal itu kau anggap berlebihan?" Kalau hanya kecemasan biasa, Lyodra masih bisa memahami. Namun, Bright sudah berkali-kali mengatakan itu dan hal itu membuat kepalanya sakit. "Kau sudah mengatakan kecemasanmu berkali-kali tidakkah kamu lupa itu? Itu yang membuatku kesal padamu, cemas boleh asal jangan terlalu. Kecemasanmu terlalu berlebihan, hingga mengganggu aku yang berpikir. Kau tahu!? Kita hampir tersesat di sini gara-gara kecemasanmu itu!" sentak Lyodra kesal. Memang benar, gara-gara kecemasan Bright mereka hampir tersesat hanya untuk mencari suara aneh itu. Bright memang suka sekali berlebihan seperti ini, terkadang Lyodra heran. Apakah Bright ini merupakan titisan perempuan penakut? Takutnya itu loh mengalahkan seorangpun perempuan sekalipun, benar-benar ajaib atau unik? Atau bahkan menyebalkan? Entahlah, Lyodra tak ingin memikirkan Bright. "Apa itu?" tanya Bright ketika berbalik ke belakang. "Apa lagi sekarang, Bright!" tanya balik Lyodra yang merasa lelah. "I-itu emas?" Bright bertanya terbata ketika melihat ada emas bulat berukuran cukup besar yang tergeletak di tanah tandus itu begitu saja. "Aku ambil ya? Lumayan bisa kita bawa pulang dan menunjukkan pada orang-orang songong itu," ujar Bright mendekati emas itu. Lyodra dan Steven baru ingat perkataan Peri apa, mereka dilarang memegang benda aneh apapun yang ada di sini. Apalagi mereka kini sudah memulai misi. "Bright jangan pegang benda itu!" Steven berteriak, tetapi terlambat karena benda itu sudah Bright pegang menggunakan kedua tangannya. "Ada apa memangnya?" tanya Bright dengan kening berkerut. "Benda itu berbahaya, Bright. Kau buang saja." "Buang? Benda ini tidak aneh kok, ini benar-benar emas," ujar Bright sambil melihat emas besar yang ada di tangannya. "Buang, Bright!" pekik Lyodra. "Tidak mau!" Bright keras kepala tidak mau membuang benda itu. Mereka masih memperdebatkan benda itu, hingga tanpa didasari benda emas yang Bright pegang tiba-tiba bergerak. Bright yang terkejut ketika merasakan pergerakan di tangannya pun refleks menjatuhkan benda itu. Benda itu semakin bergerak, hingga tiba-tiba benda itu memanjang dan tiba-tiba menjadi ular yang sangat besar dan panjang. "Ular!" teriak Bright menjauhi ular itu untuk mendekati Steven dan Lyodra. Terlambat, karena ular itu dengan cepat menangkap Bright. Membelit tubuh Bright di tengah-tengah perutnya, ular itu semakin membesar. Steven dan Lyodra mundur sambil melihat ular itu, mereka menatap panik ke arah Bright. "Bright!" teriak mereka. "Tolong aku!" Bright tidak bisa bergerak karena belitan ular itu begitu kencang. "Bagaimana ini, Steve? Apa yang akan kita lakukan?" tanya Lyodra sambil menatap Bright prihatin. "Kita harus menyelamatkan Bright, ayo keluarkan semua benda yang Peri Eayli berikan tadi!" Lyodra dengan cepat mengeluarkan benda-benda ajaib pemberian Peri Eayli. "Benda apa yang akan kita pakai? Aku tak tahu apa fungsi benda-benda ini," ucap Lyodra sambil menatap benda itu satu persatu. "Aku pun begitu, tapi ayo kita coba pistol ini." Steven mengambil sebuah pistol kecil itu. "Bright, tenanglah. Kami akan menyelamatkanmu," ujar Steven pada Bright yang merasa begitu panik. "Ayo, Steve. Kita harus cepat, Bright sepertinya sudah bernapas!" Steven mengangguk hingga akhirnya ia mulai menembakkan sebuah pistol yang ia pegang itu, dan tut ... terdengar bunyi tembakan yang begitu aneh, suaranya seperti seseorang yang buang angin. Tiba-tiba saja ular itu berubah menjadi begitu kecil setelah mendapatkan tembakkan pistol ajaib itu, tetapi hal yang membuat mereka kembali panik adalah karena Bright pun ikut-ikutan mengecil. Mereka kembali panik, apa yang harus mereka lakukan? Mengapa mereka malah membuat Bright ikut mengecil? "Mengapa Bright ikut mengecil, Steve?" tanya Lyodra panik. "Aku pun tak tahu, tetapi kita harus menyelamatkan Bright dengan cepat. Ayo kita selamatkan dulu, Bright." Steven mengambil ular kecil itu di tangannya, dengan mudah ia bisa melepaskan belitan itu dari tubuh Bright. Sayangnya tubuh Bright juga ikut mengecil, mereka begitu khawatir. Steven menatap Bright yang berdiri di atas telapak tangannya, Bright sepertinya ingin mengatakan sesuatu padanya. Ia pun mendekatkan Bright yang tubuhnya sekecil semut ke telinganya. "Terima kasih karena telah menyelamatkanku, Steve." Bright berucap begitu. "Iya sama-sama, Bright. Kau itu sahabat kami, tentu saja kami akan menyelamatkanmu." Steven membalas kata terima kasih dari Bright. "Tapi mengapa aku menjadi kecil seperti ini, Steve? Apakah ada cara agar aku bisa kembali seperti dulu?" tanya Bright. "Aku pun tak tahu, Bright. Lyly, apakah kita harus memanggil Peri Eayli untuk menanyakan hal ini?" tanya Steven pada Lyodra. "Tapi jika kita memanggil Peri Eayli, itu berarti kita nantinya hanya memiliki dua kesempatan lagi untuk memanggilnya. Kau lupa hal itu, Steve?" "Aku tentu tak lupa, Ly. Hanya saja aku kasihan pada Bright, dia begitu kecil sekarang ini. Aku tidak tahu bagaimana cara mengembalikan Bright seperti semula, siapa tahu saja Peri Eayli bisa mengembalikan Bright lagi. Bagaimana pendapatmu?" "Aku ikut kau, Steve. Kalau kau ingin memanggil Peri Eayli tidak apa-apa, aku pun khawatir pada Bright." Steven mengangguk. "Peri Eayli, Peri Eayli. Datanglah, kami membutuhkan bantuanmu." Ia sudah memanggil, tetapi Peri Eayli tak kunjung datang. "Mengapa Peri Eayli tidak kunjung datang? Aku 'kan sudah memanggilnya," ujar Steven merasa bingung. "Entah, Steve. Apakah cara kau memanggil itu salah? Tapi Peri Eayli tak mengatakan apapun tadi, apakah Peri Eayli lupa? Atau malah dia sedang ada urusan sekarang? Tapi bagaimana dengan Bright?" Lyodra menatap prihatin ke arah Bright, kasihan sekali Bright yang penakut kini sudah mengecil. Meskipun terkadang Bright itu menyebalkan, Lyodra menyayangi Bright sama seperti ia menyayangi Steven. Bright pun juga sahabatnya, ia akan merasa khawatir jika terjadi sesuatu pada Bright. Pertengkaran mereka pun tidak pernah ia masukkan ke dalam hati, kerena Lyodra sudah sangat paham sekali sifat Bright itu seperti apa. Bright yang penakut, Bright yang tidak mau mengalah, dan banyak lagi keburukan Bright yang jelas saja ia sudah mengerti. Manusia itu tidak ada yang sempurna, tentu saja dari masing-masing insan itu memiliki kekurangan. Ia pun memiliki kekurangan yang hanya Bright dan Steven saja yang mau memahami, bukankah sahabat itu memang harus bisa saling memahami? Agar persahabatan itu abadi haruslah memiliki rasa toleransi dan saling memahami yang tinggi. "Aku pun tak tahu." Kini Steven beralih menatap Bright. "Bright, maafkan kami karena sudah membuatmu mengecil seperti ini. Kami tidak bermaksud seperti itu, tadi kami menggunakan alat itu secara asal. Kami tidak tahu menahu apa alat yang kami gunakan tadi. Andai saja aku tahu kau akan berubah kecil seperti ini, aku tidak akan menggunakan alat itu." Steven berucap penuh sesal. "Tidak apa-apa, Steve. Kau tidak salah, yang salah aku karena aku tadi memegang benda sembarangan. Padahal Peri Eayli sudah mengatakan kalau kita tidak boleh menyentuh benda aneh di sini, aku pun minta maaf karena sudah menyusahkan kalian. Namun, sepertinya aku tidak akan bisa mengimbangi langkah kalian dengan tubuh kecilku ini. Maukah salah satu dari kalian memberiku tumpangan?" tanya Bright. "Tentu saja, Bright. Kau tak berat, tentu saja kami akan memberikan kau tumpangan, ya 'kan, Ly?" Lyodra mengangguk sambil tersenyum. *** Benar-benar berat nulis cerita fantasi ternyata, alhamdulilah masih bisa up. Yuk komen biar author semangat (•‿•)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN