Setelah berhasil pergi meninggalkan rumah Daniel.
Amelia yang saat ini, berada di dalam sebuah taksi menatap ke arah luar jendela dengan pemandangan langit sore yang sangat cerah.
Namun, tidak secerah hatinya yang saat ini, yang diselimuti badai kesedihan, kekecewaan dan rasa sakit yang teramat dalam.
Karena, hatinya yang sudah hancur tak bisa diperbaiki dan saat ini, hanya mencoba untuk meninggalkan semua yang sudah membuat hatinya kecewa.
"Mas! Maafkan aku! Aku tidak bisa memenuhi janjiku kepadamu!" Ucap Amelia sambil menitikkan air matanya dan rasa sesak di dadanya kembali mencekik lehernya, sehingga dirinya merasa sulit untuk bernapas.
Membuat Amelia, harus memenangkan dirinya sambil meremas kuat dadanya.
"Sakit! Sangat sakit sekali!" Ucap Amelia sambil memejamkan matanya dan bayangan tentang pengkhianatan Daniel kembali datang menghampiri pikirannya saat ini.
Bayangan senyum kebahagiaan Daniel yang berdiri di atas pelaminan bersama wanita lain dan Daniel benar-benar sudah melupakan dirinya.
"Mas! Kamu sudah melupakan aku dan lebih memilih sepupuku daripada aku. Bahkan kamu melakukan ini semua tepat di belakang aku dan tanpa ada rasa sesal sama sekali, kamu … Kamu mengatakan semuanya begitu mudah tanpa memikirkan perasaan aku! Hiks … Hiks … Cinta! Cinta yang dulu sempat kamu katakan padaku ternyata hanya sampai di sini saja dan … Dengan kejamnya kamu menyakiti aku tanpa ada sedikit rasa bersalah sama sekali! Jadi … Maafkan aku mas! Maafkan aku yang hanya bisa melakukan hal seperti ini, agar kamu bisa bahagia dengan Karisa dan juga anak yang sangat kamu juga keluarga kamu inginkan aku! Aku … Aku hanya bisa mencoba untuk mengikhlaskan kamu mas! Hanya ini jalan terakhir yang bisa aku lakukan," ucap Amelia sambil mengusap air mata yang sudah membasahi pipinya. Lalu Amelia berusaha menarik napas panjang, untuk memenangkan hatinya yang semakin sulit di kendalikan, karena emosi di dalam hatinya masih belum stabil dan masih terjebak dalam lingkaran penderitaan yang masih memenjarakan hatinya saat ini.
Sehingga, sebisa mungkin Amelia harus melepaskan belenggu yang mengikat hatinya dan berusaha untuk mencintai dirinya sendiri, karena rasa cinta untuk seorang pria sudah hancur bersama dengan pengkhianatan, penghinaan serta sikap dingin Daniel, yang membuat Amelia merasakan trauma dalam hidupnya. Trauma yang mungkin akan sulit dia sembuhkan dari luka hati yang benar-benar menghancurkan hatinya tanpa tersisa sama sekali.
Sehingga, Amelia pun hanya bisa menghargai dirinya sendiri dan hanya dirinya sendiri saja, yang kini bisa dia andalkan. Karena, Amelia hanyalah anak yatim piatu serta memiliki paman dan saudara tidak bisa dia andalkan bahkan merekalah musuh yang sangat nyata di depan matanya saat ini.
Sehingga, semakin mengingat kejahatan dari keluarga dari pamannya. Amelia semakin membenci mereka semua dan sempat merasa menyesal, karena berkali-kali sudah membantu keluarganya.
Bahkan dirinya juga, yang membuat Karisa bisa bekerja di dalam perusahaan Daniel dan Itu seperti sedang memasukkan ular ke dalam rumah tangganya, hingga pada akhirnya, dirinya yang mendapat gigitan itu dari ular yang sudah dia tolong sebelumnya.
"Bodoh! Aku sungguh sangat bodoh!" Keluh Amelia pada dirinya sendiri yang seketika, dia harus mengingat segalanya yang membuat dirinya hancur seperti saat ini.
"Semuanya gara-gara kebodohan aku sendiri! Seharusnya saat itu, aku tidak memiliki rasa kasihan atau iba kepadanya! Aku ini sungguh sangat lugu dan memang sangat bodoh! Benar, apa kata mama mertua! Aku ini memang wanita yang sangat bodoh dan tidak berguna sama sekali! Bahkan aku … Aku tidak bisa memberikan anak untuk mas Daniel! Aku ini memang wanita tidak berguna sama sekali!" Ucap Amelia yang terus menyalahkan dirinya sendiri, lalu menatap perutnya yang rata dengan tatapan sedih.
"Andai saja aku bisa hamil! Mungkin aku … aku tidak akan menderita seperti saat ini! Dan hasil tes itu … Hasil tes sialan itu! Mengatakan jika aku tidak bisa mengandung dan aku ini memang … Seperti ayam busuk yang tidak bisa bertelur sama sekali dan pantas untuk dibuang dari keluarga mas Daniel!" Ucap Amelia yang sangat kesal pada dirinya sendiri sambil memukul perutnya untuk menyalahkan perutnya yang tidak bisa hamil itu.
"Benci! Aku sangat membenci perut ini! Aku benci dengan diriku yang tidak berguna ini! Aku benci dengan hidupku! Aku benci semuanya!" Teriak Amelia yang tanpa sadar terus menyakiti dirinya sendiri.
Membuat sopir taksi itu terkejut dan segera menepikan taksinya di sisi jalan, lalu berhenti saat itu juga.
"Mbak! Anda baik-baik saja kan? Apakah ada sesuatu yang membuat mbak sakit?" Tanyanya dengan tatapan khawatir.
Amelia pun segera menghentikan semua aksinya dan dia merasa sangat malu sendiri, karena sudah melakukan hal bodoh semacam itu di depan orang yang tidak dia kenal.
"Ah! Tidak pak! Saya baik-baik saja! Hanya saja tadi … Saya … Merasa sedikit merasakan sakit di perut saya ini, jadi … Maafkan saya karena sudah membuat bapak terkejut," jawab Amelia yang segera menghapus air matanya dan dia memalingkan wajahnya untuk menatap ke arah luar jendela, karena dia ingin menghindari tatapan sopir taksi itu.
Mendengar itu, si sopir pun menganggukkan kepalanya dan tidak mau bertanya lebih jauh lagi.
"Oh seperti itu? Baiklah saya mengerti mbak!" Jawabnya yang kemudian, segera duduk kembali dengan posisi semula.
Lalu, sopir itu pun berkata lagi.
"Syukurlah kalau Mbak baik-baik saja? Tapi apakah kita akan ke rumah sakit dulu? Atau mbak tujuannya mau ke mana? Karena sejak tadi kita sudah berputar-putar di daerah sini tapi mbak belum memberi tahu saya, tujuan utama mbak mau ke mana?" Ucap sang sopir dengan nada canggung.
"Maafkan saya mbak! Saya tidak bermaksud untuk ikut campur dengan urusan. Anda, tapi …." Si sopir belum selesai bicara, karena Amelia langsung menyelanya.
"Saya juga tidak tahu pak! Yang jelas saya sedang mencari rumah yang bisa saya sewa, tidak apa-apa kecil juga, asal saya bisa tinggali. Emm … Apakah bapak memiliki informasi tentang rumah yang bisa disewakan? Tidak apa-apa hanya sepetak saja, saya tidak keberatan sama sekali!" Ucap Amelia.
Mendengar itu, si sopir taksi yang kebetulan umurnya ada sekitar empat puluh lima tahun pun tersenyum dan menjawabnya.
"Ada mbak! Kebetulan ada kontrakan kosong dekat tempat tinggal saya. Emmm … Saya akan membawa anda ke tempat itu. Tapi letaknya di daerah perkampungan dan padat penduduk, lalu bentuknya hanya petakan. Apakah mbak mau di tempat seperti itu?" Tanya sang sopir, karena dia merasa sedikit canggung terhadap Amelia, yang terlihat sangat cantik, memakai pakaian cukup mahal dan tempat saat dia menerima Amelia, dia berada tepat di depan sebuah rumah mewah yang tidak lain, adalah rumah Daniel.
Sehingga, sedikit canggung untuk sang sopir mengajak Amelia, untuk bisa tinggal di kontrakan berbentuk petakan yang ada di daerah rumah itu.
Namun, Amelia langsung tersenyum cerah, karena malam ini dia tidak harus tidur di hot atau terlantar di pinggir jalan, karena dia bisa mendapatkan rumah sewaan yang cocok dengannya, karena di dalam daerah perkampungan selain murah, dia juga akan merasa aman tanpa khawatir lagi, bisa bertemu dengan Daniel di masa depan dan juga, Amelia bisa menenangkan dirinya bersama orang-orang kampung yang setahu dia, sangat baik dan peduli sesama tetangganya.
Sehingga, Amelia tanpa mau berpikir panjang lagi.
Dia pun segera menyetujuinya.
"Baiklah! Pak bawa saya ke tempat yang tadi bapak katakan! Emmm … Terima kasih sudah membantu saya!" Ucap Amelia yang tersenyum dan membuat sang sopir pun menghela napas lega.
"Syukurlah! Kalau begitu saya akan membawa anda ke tempat yang saya katakan! Semoga mbak bisa cocok di tempat yang saya tunjukkan!" Ucap sang sopir sambil menyalakan mesin mobil taksinya, lalu dia pun segera menginjak pedal gas, menuju tempat yang akan mereka tuju.
"Pasti cocok pak. Sekali lagi saya ucapkan banyak terima kasih ya pak!" Ucap Amelia sambil tersenyum cerah dan dia menatap ke arah luar jendela yang perlahan langit untuk mulai terlihat gelap dan malam pun sebentar lagi akan tiba.
Membuat Amelia memiliki harapan agar setelah ini, dia bisa menjalani kehidupan barunya sebagai Amelia yang baru, lebih kuat, lebih baik dan hanya mencintai dirinya sendiri.
Sedangkan sang sopir dia terus menyetir hingga pada akhirnya, mereka pun sampai di tempat yang mereka tuju.