Laut dan Penyu

1690 Kata

“Kamu nggak perlu merasa bersalah. Kamu udah berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan dia,” kataku pada Sabda di telepon. Sejak kematian salah seorang pasiennya, yang seingatku bernama Dinda, Sabda sering murung dan tidak keluar rumah. Bahkan untuk bicara dengannya saja, aku perlu menunggu waktu yang tepat setelah menimbang sangat lama. Seperti malam ini, saat kami berada di rumah, namun berinteraksi dengan ponsel. Aku di teras menengadah memandang ia yang berdiri di balkon, menatapku. “Terima kasih,” jawabnya. Dari tempatku, masih bisa kulihat sangat samar senyumnya. “Kamu selalu ada di waktu yang tepat.” Aku menyengir. “Oh ya?” “Ingat pertama saat ketemu? Sejujurnya, saat itu aku sedang kesal dan lelah. Aku punya banyak urusan yang harus diselesaikan. Pekerjaan dan rumah.Terus ngeli

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN