Leo mendengar suara grasak-grusuk dari arah dapur dan ia memilih melihatnya padahal masih mengantuk karena semalam main game.
Seorang gadis berambut panjang yang mengenakan piyama bermotif kuda bertanduk berdiri membelakangi Leo. Gadis itu tengah mengaduk-aduk sesuatu di atas wajan. Leo langsung was-was. Jangan-jangan, ini calon gue?!
"Naya, nasi gorengnya sudah?"
"Sudah, Tante."
Leo menajamkan telinganya. Gadis yang disapa Naya oleh Lexi memiliki suara lembut tetapi cempreng. Entahlah, Leo tidak bisa menjelaskannya. Ketika gadis berpiyama membalikan tubuhnya, saat itu juga Leo melihat wajah baby face, bibir tipis, hidung mancung tetapi pipinya sedikit cubby. Tidak terlalu cantik, tapi imut.
"Kalian belum kenalan ya semalem? Kenalan sekarang," kata Lexi setelah sadar putranya sudah ada di dapur.
Leo berdeham kemudian melangkahkan kakinya mendekat pada gadis piyama itu. "Hai," katanya.
"Leo Adhyastha Gardana!" Jika Lexi sudah memanggil nama lengkap Leo seperti itu, berarti mami mulai marah.
"Gue Leo, senang kenalan sama lo." Leo merubah kalimatnya.
"Naraya. Panggil Naya aja." Gadis piyama tersenyum kecil pada Leo yang memasang wajah biasa-biasa saja tapi tetap tampan walaupun belum mandi. Baru kali ini Leo malas menggoda cewek. Di mata Leo gadis ingusan ini sangat kekanak-kanakan dengan piyama tidurnya.
Lexi berkata, "Ini Leo anak tante, Nay. Ganteng kan?"
Leo bisa melihat wajah Naya memerah. Gadis itu menundukkan wajahnya dan tersenyum malu-malu. Leo merasa dirinya seperti badut.
"Ayo sarapan." Lexi menarik lengan Leo untuk duduk dan menyantap nasi goreng hasil masakan Naya. Tidak bohong, gadis piyama itu ternyata lumayan bisa memasak.
"Enak nggak, Yo?" Kedua alis Lexi naik turun dan Leo hanya bisa mengangguk biar cepat. "Enak katanya, Nay. Berarti kamu harus sering-sering masak buat Leo, ya."
"I-iya, tante." Gadis itu kembali tersenyum dengan malu-malu. Leo benar-benar geli melihatnya. Begitu polos. Setelah tahu bahwa akan bertunangan dengan playboy kelas kakap, nampaknya gadis ini akan langsung masuk UGD.
"Setelah sarapan, Leo anterin Naya ke sekolah. Oke?"
Leo tersedak dengan ucapan sembarangan dari Mami. Tak bisa diprediksi keinginannya.
"Naya udah selesai, Tan. Naya mau mandi dulu terus siap-siap ke sekolah. Piring kotornya kumpulin aja nanti Naya cuci." Ada sebuah senyuman dari bibir Naya.
Lexi menggeleng, berkata bahwa piringnya nanti dicuci oleh pembantu. "Cantik kan, Yo?" tanyanya ketika Naya sudah beranjak. Wanita itu sangat on fire pagi ini.
Leo hanya berguman tidak jelas. "Imut."
"Mami sih yakin kamu bakal bahagia sama Naya."
Leo sih yakin kalau dia ngerti cara ciuman aja nggak, Mi.
"Rajin banget. Seneng deh Mami kalau dia bisa jadi istri kamu nanti."
Leo hanya menghela napasnya gusar. Istri? Bahkan Leo tidak pernah punya pikiran untuk menikah. Tidak akan setia pada satu cewek, ingat? Lagipula, dia masih muda!
Naya sudah kembali, Leo hanya memperhatikan gadis yang memakai seragam putih-abu dengan tas gendong berwarna biru serta sepatu tali berwarna putih itu. Naya mengepang rambutnya menjadi dua.
Melangkah pelan menghampiri Leo yang masih memandanginya dengan tatapan aneh. "Berangkat sekarang, Kak Leo?" tanyanya.
"Oke." Leo bangkit dari duduk dan berjalan menuju garasi. Sengaja langsung masuk ke mobil karena ingin tahu apa yang akan dilakukan seorang gadis polos bernama Naraya. Ternyata gadis itu mengerti dan sekarang sudah duduk di kursi depan. Karena jika gadis itu duduk di belakang, Leo tidak segan-segan akan mengikis habis rambutnya yang dikepang dua itu.
"Rambutnya harus dikepang?" Leo bertanya setelah ia menacap gas.
"Oh, Ini..." Naya menyentuh rambutnya kemudian tersenyum pada Leo. "Biar nggak berantakan, kak."
Iya, tapi kepangan lo itu bikin otak gue barantakan. "Lo umur berapa?" tanya Leo dengan nada sok bersahabat.
"Mau 16, Kak."
Gilak, underage. Mami nyuruh gue tunangan sama bocah?
"Kelas 11, dong?" Leo ingin tahu lebih spesifik dan ia mendengar jawaban benar. Melirik sedikit pada Naya yang tersenyum padanya. "Yakin mau tunangan sama gue?"
"Kenapa nggak?" Ada nada serius di sana. "Gue kenal kak Leo sejak kakak SMA."
"Oh?" Tapi, gue nggak kenal sama lo dan baru ketemu tadi. "Kenal gimana maksudnya? Muka lo asing di mata gue."
Mendengar Naya hanya tertawa dengan semangat tapi tak menjawab, Leo langsung bergeridik ngeri. "Oke-oke, stop."
Leo menepikan mobilnya ketika sudah sampai di gerbang sekolah menengah atas yang dulu menjadi sekolahnya juga. Naya ternyata adik kelasnya, mengapa ia tidak sadar?
"Makasih ya, kak," ujar gadis itu pelan. Leo mengangguk dan berniat langsung pergi tanpa repot-repot menanyakan gadis ini akan pulang dengan siapa. Tetapi, ketika dia akan melajukan mobilnya, suara cempreng yang berlari ke arahnya, atau lebih bisa dibilang ke arah Naya, membuat Leo melirik.
"Gilsss!! Naya, jangan bilang lo dianterin Kakak cute?!"
"Dee, apaan sih lo. Jangan teriak-teriak!"
"Nggak bisa lah! Nih, plat B 1234 LEO. Itu kan punya kak Leo!!"
Leo menurunkan kaca mobilnya, dan dengan seketika gadis cempreng teman Naya berteriak histeris, lagi. "Hai, kak Leo! Astaga, ya Tuhan, dari deket mulus banget itu muka!"
Mendengar itu, Leo hanya memamerkan senyum.
"Kakak makin ganteng. Rambut gondrongnya bagus. Walaupun lebih keren kalau gaya rambut yang kemaren!" Gadis cempreng itu menaikkan dua jempolnya. "Kenalin, nama gue Adeeva. Panggil aja Dee. Gue sahabat sematinya Naya, fans-nya kak Vano!"
Leo mencoba menjabat dengan senyum yang tak lepas dari dirinya. Selalu kelewat ramah. Maka dari itu, terkadang para cewek suka salah mengartikan. "Fans Vano?" dan sedikit tergelitik mendengar kalimat terakhir Dee.
"Iya. Fans kak Tovano Malik Adiputra."
"Vano dingin lho. Awas beku."
"Manis tahu, kak." Dee memajukan bibir, tidak terima idolanya kena bully. "Dingin juga nggak pa-pa kalau manis. Kaya es krim, enak! Uhuuuy!"
Naya langsung mencubit pinggang Dee sampai gadis itu meringis. "Kenapa sih, Nay? Lo kan tahu gue nge-fans sama kak Vano dari kelas 10! Lo juga fans-nya kak Leo, kan?! Tapi kok lo beruntung sih karena bisa dianterin Kak Leo?! Diskriminasi terhadap sesama fangirl!"
"Diem lo!" Kini, Naya benar-benar kesal.
Leo memperhatikan perdebatan dua gadis yang saling menunjukan otot mereka karena tidak mau kalah satu sama lain. "Fans gue?" tanyanya hati-hati.
Ketika Naya mendengar itu, dia langsung berhenti berdebat dengan Dee kemudian melirik Leo dengan wajah memerah.
"Naya nge-fans sama Kakak. Dia tuh---"
"Dee!" Naya membekap mulut sahabatnha kemudian menyeret tubuh Dee menjauhi mobil Leo. "Makasih udah mau nganter, kak. Bye!"
Setelah gadis itu pergi, Leo merapikan rambut gondrongnya kemudian mengusap bibir bawah menggunakan jempol. "Fans gue? Menarik."
***
Suara langkah kaki memasuki rumah membuat Leo melirik pada pintu yang baru saja dibuka oleh seseorang. Lagu soundtrack Spongebob (sepertinya, Leo sedikit kenal) menggema dan langsung mendominasi rumah yang awalnya sangat sepi. Leo menutup telinga sehingga puding yang sedang ia pegang terjatuh. "s**t!" umpatnya sambil memungut puding yang sudah tidak berbentuk.
"Kak Leo, kenapa pudingnya dibuang-buang?" Itu suara Naya.
Leo memasang wajah sangat ceria kemudian tersenyum pada Naya yang membantunya memungut puding. "Jatoh sendiri."
"Masa, sih?" Naya bertanya dengan wajah tanpa ekspresi. "Kalau kak Leo mau, nanti Naya bikinin lagi pudingnya."
Leo langsung menggeleng. "Nggak usah."
"Oke." Naya melangahkahkan kakinya sambil melanjutkan bernyanyi, meninggalkan Leo yang terdiam. Pemuda itu memukul kepalanya sendiri dan mencoba meyakinkan bahwa dia tidak akan bertunangan dengan gadis mengerikan seperti Naya. Hal yang perlu Leo lakukan adalah berbicara pada gadis itu dan menjelaskan bahwa mereka tidak akan bertunangan.
Leo menyusul Naya, mencoba menjelaskan semuanya. "Gue boleh masuk?" dan tidak menemukan gadis aneh itu di dalam kamar, tapi suara shower terdengar. Leo berjalan pelan, melihat sedikit pada pintu yang tidak terlalu tertutup rapat. Kaca bening memisahkan shower dan bath up, langsung menunjukkan sebuah tubuh telanjang dari belakang yang tengah membasahi rambutnya dengan guyuran air dari shower. Pemuda itu langsung mundur dan mengutuk dirinya sendiri karena tidak sopan sudah mengintip seorang gadis yang sedang mandi. Tapi, apa yang tadi Leo lihat sekilas adalah; tubuh gadis aneh itu ternyata tidak sekurus yang Leo bayangkan-pinggulnya terlihat cukup bagus.
Apa, Yo?!!
Leo keluar dari kamar Naya karena takut melakukan hal-hal yang selalu ia lakukan jika melihat seorang gadis telanjang. Walaupun Naya bukan tipe Leo, tapi, yang namanya berengsek tetap b******k, kan? Cari aman itu wajib.
Gara-gara tidak sengaja melihat Naya mandi, Leo jadi tidak jadi menjelaskan tentang pertunangan mereka. Sialan.
***
Leo menutup pintu kamarnya kemudian merogoh kunci mobil di dalam saku celana jeans. Ia melirik kanan-kiri untuk mencari Naya karena mereka berdua harus pergi jala. Lexi yang memaksa Leo.
Naya terduduk di dekat jendela merenungi hujan. Apakah termasuk ke dalam jajaran gadis yang mempunya prinsip; "Aku menyukai hujan, karena hujan bisa menyembunyikan aku ketika aku sedang menangis." ?
"Jadi jalan?" Sebenarnya tak enak mengintrupsi me time milik orang, tapi Leo harus bertanya.
Naya melirik Leo kemudian tersenyum sedih. "Kan hujan."
"Kan naik mobil," jawab Leo dengan nada mengikuti Naya.
"Males, ah."
Oke, Leo mulai kesal dengan sifal labil gadis ini. "Tadi katanya mau makan siang plus jalan bareng sama gue?
Naya mengangkat kedua bahunya. "Udah males."
Baru kali ini ada seorang cewek yang malas diajak makan oleh Leo. Itu membuatnya berpikir apa gadis ini normal atau tidak. Bukannya sekarang sedang marak kaum LGBT? Tenang, Leo tidak membeci mereka kok. Leo respect karena semua orang punya jalan masing-masing. Tapi jika misalnya Naya tidak suka cowok, Leo harus bicara pada mami.
"Ya udah kalau nggak jadi. Gue emang masih kenyang. Tapi, lo udah makan?"
Naya menggeleng pada pertanyaan Leo.
"Makan, dek. Ntar sakit gimana?" Meyakinkan sekalih, seolah bener-benar peduli.
"Udah biasa nggak makan, sih."
Leo melongok mendengarnya. Jika semua perempuan akan tersipu-sipu disuruh makan oleh Leo, karena ge-er merasa diperhatikan, kali ini Naya membuat Leo bingung.
Bukannya wajah gadis ini memerah ketika sarapan? Tapi mengapa sekarang sangat cuek? Dan lagi, bukannya Naya itu fans Leo? Mana ada penggemar yang menolak berdekatan dengan idolanya? Atau mungkin ucapan gadis cempreng bernama Dee itu bohong?
Emang lo aja terlalu pe-de, Yo!
"Kak Leo, gue tahu lo playboy, tapi bisa nggak jangan masukin sahabat gue ke daftar korban lo?" ujar Naya tiba-tiba setelah hening yang panjang.
Leo kurang paham. "Maksud lo apa, Raya? Gue nggak ngerti." Leo mencoba tersenyum ramah.
"Lo tadi ngegoda Dee dengan senyum lo. Dia gadis baik. Gue mohon cari aja korban yang lain." Naya bangkit dari duduknya kemudian berjalan meninggalkan Leo.
"Ngomong-ngomong, nama gue Naya. Bukan Raya." Setelah mengatakan kalimat itu dengan dingin, Naya melangkahkan kakinya menaiki tangga. Menghiraukan Leo yang terdiam di tempatnya.
Apa tadi tuh cewek ngancem gue?
***
"Yo, berhenti. Gue juga pengen minum."
"Gelas terakhir!"
"Lo ngomong itu setengah jam yang lalu."
Leo memandang Axel yang terus menceramahinya. Ia seharusnya mengajak Dion untuk menemaninya minum karena si cenayang itu tidak pernah berisik. Sedangkan Axel alias teman SMP-nya senang sekali menggurui Leo. Hal itu membuatnya tambah pusing.
"Harusnya gue ajak Vano, atau Bara, lah." Terdengar seperti penyesalan.
Axel ingin ngakak. "Vano di London, Dude. Dan Bara di Singapur. Keajaiban kerang ajaib nggak ada di pihak lo."
"Sial...." Leo mendengus kemudian kembali meminum sesuatu yang membuat tenggorokannya terbakar.
"f**k you, Dude. Lo hampir habis satu botol. Kalau lo mabuk, gue harus gotong lo dan nggak bisa minum segelas pun!" Axel protes.
"Berisik. Gue nggak akan mabuk, elah."
"Lo di Jerman nggak pernah minum apa gimana? Sampe malem ini lo gila-gilaan."
Leo menggeleng kemudian menepuk bahu Axel. "Cariin gue cewek."
"Nggak."
"Dude..." Leo tak tahu persis apa yang ia ucapkan, sudah sangat mabuk. "Cariin satu. Ayolah."
"Dari awal lo masuk, semua cewek udah pada lirik-lirik lo. Tapi, percaya sama gue, Dude, nggak ada yang bagus. Gue yakin udah pada longgar semua."
Leo menggeleng, entah untuk apa, dengan mata terpejam. "Satu aja, Dude. Gue bener-bener butuh."
"Bawa k****m nggak?"
Leo terkekeh dengan pertanyaan Axel. "Gue cuma mau lolipop aja. Nggak sampe tidur."
"Wait." Axel bangkit dari duduknya kemudian memanggil satu perempuan yang tengah terdiam dari tadi sambil memandangi Leo.
"Kenapa, handsome?" tanya cewek itu dengan suara yang sengaja dibuat-buat. Axel memintanya menemani seorang teman. "Yang hot itu?" Menunjuk Leo dengan centil kemudian Axel mengangguk.
"Tapi dia cuma kepengen lolipop-an. Jangan ngajak lebih." Axel menjelaskan.
Cewek itu mengedipkan sebelah matanya pada Axel kemudian melangkah mendekati Leo yang langsung menariknya menuju toilet.
Setelah berhasil menemukan toilet kosong dan mengunci pintu, cewek asing itu langsung mendekatkan wajahnya pada Leo tetapi pemuda itu menghindar. "Without kiss, babe." Mengedipkan sebelah matanya pada cewek asing yang sekarang tengah menatapnya dengan kecewa. Mungkin Leo bisa tidur dengan siapa saja. But, kissing? Leo tidak mau sembarangan.
Baru saja Leo ingin bersenang-senang, sebuah panggilan mengintrupsi ponselnya.
Mami Calling...
***
Leo memarkirkan mobilnya di garasi dan berjalan pelan menuju pintu utama dengan tenang. Jika Lexi sedang kunjungan bisnis ke Jogja, berarti dirinya aman dari amukan Mami tersayangnya. Meski tak jadi senang-senang, tapi Leo dapat berita bagus karena tadi Lexi menelepon bahwa dia tak akan di rumah selama dua minggu.
Leo bersiul kecil memasuki rumah dan ia langsung terlonjak kaget ketika melihat siluet yang terduduk di kursi makan. Leo meraba sesuatu di tembok dan lampu dapur akhirnya menyala. Memperlihatkan Naya yang tengah terduduk dengan mata menutup. Ini cewek ketiduran apa sengaja tidur di dapur?
Berjalan menghampiri Naya kemudian Leo mencoba membangunkannya dengan hati-hati. "Dek, lo ngapain tidur di sini?"
Naya membuka matanya secara perlahan dengan gerakan yang menurut Leo sangat lucu. "Udah balik? Akhirnya."
Tunggu... "Lo nungguin gue?"
Naya mengangguk kemudian memberikan satu gelas kosong. "Buatin gue s**u. Gue nggak bisa tidur kalau belum minum susu."
"Oh...," Leo mengangguk, sok paham. "Emang bikin sendiri nggak bisa?"
"Rasanya beda."
"Sorry?"
"Gue pernah bikin s**u dan rasanya beda. Kalau di rumah biasanya papa yang bikinin. Semenjak gue tinggal di sini, tante Lexi yang bikinin."
"Ada Bi Hun." Adalah nama pembantu rumah tangga keluarga Leo.
"Bi Hun baru dateng tadi sore. Gue belum cukup kenal. Kalau Bi Hun masukin sesutu, gimana?"
"Bi Hun orang baik," ujar Leo, serius.
"Tahu, kok." Naya mengangguk. "Tapi kata Papa, s**u gue harus dibikinin sama orang yang udah gue kenal. Di antara Kak Leo sama Bi Hun, gue lebih kenal Kakak."
Leo bingung darimana Mami mendapatkan gadis seperti ini.
"Untuk dua minggu ke depan Kak Leo harus bikinin naya susu." Naya memberikan gelas itu kemudian melangkahkan kakinya menuju anak tangga. "Anterin ke kamar ya, Kak Leo." dan gadis itu tersenyum dengan gembira.
"Gue jadi pembantu apa gimana, sih?" Leo menggaruk kepalanya kemudian melirik gelas yang sedang ia pegang. "Oke, bikin s**u nggak perlu waktu lama. Tinggal tuang terus seduh."
Leo berjalan menuju mini bar, mengambil sekotak s**u vanilla yang sepertinya sudah disiapkan oleh Naya. Leo kembali berpikir, mengapa ada gadis yang mempersulit dirinya sendiri? Menunggunya pulang hanya untuk segelas s**u? Apa gadis ini benar-benar agak kurang?
Membaca takaran untuk satu gelas dan Leo mengutuk dirinya sendiri karena perbuatannya tidak lebih seperti seorang baby sitter. Untuk apa coba repot-repot menakar? Seharusnya ia sengaja membuat rasa susunya tidak enak agar Naya tidak menyuruhnya membuatkan s**u untuk besok-besok. Lagian, malam-malam yang akan datang Leo akan berkencan dengan berbagai perempuan karena Lexi sedang tidak ada di rumah. Yes!
Leo mengetuk pintu kamar Naya dan gadis itu membukanya dengan wajah mengantuk. "Ini susunya."
"Oh, iya. Makasih." Naya tersenyum pada Leo dengan sangat tulus. Leo sebenarnys ingin mendengus dengan perubahan mood gadis yang sekarang memakai piyama bermotif upin-ipin.
Pagi seperti gadis polos, pulang sekolah berubah dingin, menyuruhnya membuat s**u dengan gaya bossy, sekarang tersenyum lembut seperti gadis manis. Well... baru satu hari tapi Leo bisa mengetahui 4 emosi yang berubah-ubah dari gadis di hadapannya. Menarik sekaligus menjengkelkan.
"Gue ke kamar, ya. Good night, Raya," kata Leo dengan senyum yang mencoba dihangat-hangatkan seperti kompor.
Tapi saat pemuda itu hendak melangkah pergi, ada sebuah sahutan, "Gue Naya. Huruf R ke N jauh, Leo Adhyastha Gardana."
Oh...
Shit, Man!