chapter 10

3604 Kata
Semalam ketika Leo tidak sengaja tertidur di kamar Naya, ia bermimpi sesuatu yang aneh. Di mimpi itu ia melihat ada seseorang yang memberi nama panggilan pada Naya. Yang lebih anehnya, seseorang itu adalah dirinya sendiri. Bukannya terlihat seperti mimpi, hal semalam malah terlihat seperti de javu. Leo makin bingung karena ia belum pernah bertemu dengan Naya sebelumnya. Atau mungkin...pernah? Tapi Leo tidak ingat. "Kak Leo!!" Suara cempreng yang memanggilnya membuat Leo kembali ke dunia nyata. Dee terlihat berlari dengan begitu semangat menghampiri Leo yang sedang melambaikan tangannya di koridor sekolah. "Gue nggak tahu kenapa lo bisa masuk ke sini terus, tapi gue seneng liat lo, Kak," kata Dee heboh. "Gue juga seneng. Lagi boring aja makanya pengen nyamperin lo sama Naraya." "Kak Vano hari ini ke London, ya? Galau deh, gue." "Jangan galau, dong." Leo mengacak-acak rambut Dee agar gadis itu tidak terjangkit virus fans baper. "Eh, ngomong-ngomong kenapa sekolah rame?" "Setelah kemaren ngadain bazar, sekarang perlombaan antar kelas, kak." Leo hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti. Tidak menunggu lama, Dee langsung membawa Leo menuju lapangan. Di sana banyak sekali para murid yang bersorak-sorai memberi semangat kepada anggota kelasnya yang sedang mengikuti beberapa lomba yang diselenggarakan. "Naya lagi lomba makan bakpau, kak. Ayo nonton!" Dee menarik-narik tangan Leo menuju panggung kecil di tengah lapangan. Di atas panggung itu terdapat beberapa murid yang duduk di depan meja berisi bakpau besar yang ditumpuk. Naya termasuk menjadi peserta. Leo melongok melihatnya, karena ia ingat bahwa cara makan Naya sangat rapi. Mana mungkin Naya ikut lomba makan bakpau? Ketika suara juri terdengar menyuruh para peserta memulai makan bakpau, saat itu juga Leo bisa melihat seorang Naya yang begitu berbeda. "Edan," komentarnya. Naya terlihat begitu bersemangat menghabiskan potongan-potongan bakpau yang besar itu. Saking semangatnya ia memasukan bakpau secara terus menerus ke dalam mulutnya. Tidak terlihat seperti Naya yang anggun. Malah, gadis itu terlihat seperti Jingga ketika sedang kelaparan. Naya menjadi pemenang. Gadis itu terlihat sangat senang sehingga berteriak heboh. Leo hanya terkekeh melihat Naya yang begitu bersemangat sehingga sepertinya gadis itu melupakan kehadirannya. "Kak Leo?" Ketika Naya turun dari panggung, ia terpekik kaget ketika tahu Leo sedang tertawa bersama Dee. Ia langsung membersihkan mulutnya dengan kasar, tetapi Leo menahan tangannya. "Bibir lu bisa berdarah nanti," kata Leo sambil mengacak-acak rambut Naya, membuat wajah gadis itu memerah dengan seketika. "Kak Leo ngapain di sini?" "Ngapelin elu," goda Leo. Naya kembali memerah sehingga Leo semakin gemas. Sepertinya membuat Naya tersenyum malu-malu seperti ini akan menjadi hobi barunya. "Dee, lo mau kan dukung gue buat lomba sebentar lagi?" Seorang cowok berkulit putih dengan name tag; 'Kevin Adarma' menghampiri mereka bertiga sehingga Leo berpikir bahwa cowok itu pacarnya Dee. "Ih, ogah. Jauh-jauh lo!" "Aih...," Leo menahan tawanya. Dee terlihat sangat jutek dan cowok kulit putih bernama Kevin itu ternyata bukan pacarnya Dee. "Dee, lo jangan nolak gue terus. Lo tahu kan cinta itu datang karena terbiasa? Lo itu nggak mau nyoba, makanya lo belum cinta sama gue sampe sekarang," ucap Kelvin dengan frustasi. "Bro, dia nggak mau. Jangan dipaksa," kata Leo. "Siapa lo?" tanya Kelvin dengan judes. "Oh, lo ngambil Dee dari gue?!" "Lo salah paham, dude." Leo mengangkat kedua tangannya tanda tidak tahu menahu. "Oke, fine. Gue tantang lo buat ikut lomba Karate!" Leo langsung menggeleng pelan. "Ih, apa-apaan? Gue nggak mau ikut campur masalah ABG." "Kevin! Jangan gara-gara gue nolak lo terus, lo jadi lebay! Pergi sana lo! Kak Leo gak tahu apa-apa!" usir Dee emosi. "Bodo amat." "Kevin, lebih baik lo pergi aja. Lagian kak Leo udah bukan murid di sini. Dia gak bisa ikut lomba." Naya bersuara. "Kalau lo cowok, lo bakal ikut lomba sama gue." Kelvin memberi jari tengahnya di hadapan wajah Leo dengan sangat angkuh. Leo sebenarnya malas, tetapi ia paling tidak suka ditantang oleh bocah ingusan yang sok. Leo yakin pasti Kevin belum bisa o*****e dengan sempurna. Cih! "Jangan belagu, Tong. Kerjaan masih o***i aja bangga!" Leo membuang ludah di samping kanannya sehingga membuat Kevin makin panas hati. Jika tahun kemarin yang menjadi most wanted di SMA Citra bangsa adalah Leo dkk, sekarang memang predikat itu dipegang Kevin. Tapi Kevin tidak tahu bahwa fans Leo masih bertebaran walaupun ia sudah menjadi alumni. Jangan lupakan juga wajah baby face Leo yang membuat para cewek makin takluk. "Kak Leo," Naya menepuk bahu Leo mencoba memperingatkan. "Kevin anak ketua yayasan." "For your information, Dion yang punya sekolahan ini. Dan gue bisa beli nih sekolah kalau gue minat!" kata Leo dengan nada serius. "Oh, ya?" ledek Kevin. "Jangan didengerin, Kak. Ayo!" Naya menarik tangan Leo keluar lapangan. Masih terdengar cibiran Kevin di telinga Leo sehingga cowok itu hendak berbalik, tetapi dengan cepat ia merasakan tubuhnya dipeluk seseorang dengan erat. Leo beku di tempat. "Si Kevin emang suka cari perhatiannya Dee. Jangan dilayanin. Jangan didengerin, Kak. Jangan. Demi gue?" Leo mencondongkan kepalanya supaya bisa melihat Naya yang sedang menempelkan pipi tembam miliknya di d**a Leo. Gadis itu menutup matanya sambil melapalkan doa-doa dengan gerakan bibir yang menurut Leo sangat lucu. "Perasaan, gue buka dedemit, deh." Leo terkekeh. "Yaiya, mana ada dedemit enak dipeluk!" Leo merasa aneh. Ia sering dipeluk perempuan tetapi mendengar ucapan gamblang dari Naya bahwa gadis itu menikmati tubuh hangatnya untuk dipeluk, entah mengapa naluri lelaki Leo yang mengatakan bahwa ia dibutuhkan oleh Naya, langsung membuatnya senang. "Jadi sekarang seorang Naraya udah berani meluk gue di depan orang banyak, nih?" Naya langsung membuka matanya kemudian melonggarkan pelukannya sehingga Leo merasa kehilangan tubuh mungil itu. "Sini, ah. Lagi." Leo membawa Naya kembali ke dalam dekapannya dan melupakan posisi mereka yang sedang berdiri ditengah lapangan dengan sorak-sorai dari para murid. Sedangkan si caper Kevin sudah diseret entah ke mana oleh Dee. "Masih ada kegiatan, nggak?" "Emangnya kenapa?" tanya Naya dengan pelan dan lebih terdengar seperti gurauan. "Gue culik, ya? Mau?" Naya mengangguk sambil menyembunyikan wajahnya yang memerah di d**a Leo. "Oh My N... gemes banget gue sama lo!" Leo mencubit pipi tembam Naya sehingga gadis itu mengerucutkan bibirnya. "Sakit, tahu!" "Sini coba, mana yang sakit?" Leo mensejajarkan wajahnya dengan wajah Naya. Mau tak mau Naya langsung susah bernapas karena ia begitu dekat dengan wajah tampan milik cowok di hadapannya ini. Leo mengangkat tangannya untuk mengusap-usap pipi Naya yang barusan ia cubit sehingga gadis itu makin menahan napas. "Masih sakit?" Naya menggeleng, menggenggam tangan Leo yang berada di pipinya. Dengan malu-malu, berkata, "Sekali lagi, lo bikin gue terbang, Kak." "Ya. Dan mulai sekarang gue bakal terus bikin lo terbang." "Gue sayang lo, Kak." Leo mengangguk kemudian menggenggam tangan Naya menuju gerbang sekolah. Naya terus-terusan tersenyum tanpa ia sadari bahwa pikiran orang yang sedang menggenggam tangannya malah melayang ke mana-mana. (*) Skak mat. Leo benar-benar dibuat mati kutu. Seharian ini Naya mengajaknya bermain di semua wahana khusus anak-anak. Karena mereka berdua bukan anak-anak lagi, maka dari itu Leo harus merogoh koceknya lebih dalam untuk menyuap abang-abang yang jaga di wahana. Sekarang mereka sedang makan di stand ramen yang direkomendasikan Jingga. Naya makan dengan lahap sehingga Leo sangat senang melihatnya. Ini memang konyol. Tapi suasana Leo saat ini sangat-sangat bagus. Tambah konyol karena alasan di balik itu semua adalah gadis s**u vanilla yang bernama Naraya. "Lo bisa makan selahap ini, tapi kenapa kalau di rumah kalem banget?" tanya Leo. Naya terkekeh. "Karena kata tante Lexi, gue harus kalem di depan tunangan gue." "Lo juga kocak kaya Jingga. Jangan ditutup-tutupin lagi, ah. Jangan dengerin kata mami gue." "Iya, kak." "Gue lebih suka yang apa adanya." Naya tersenyum kecil sambil menyeruput mie ramen-nya. "Gue juga suka sama kakak." Dasar polos. Maksud gue kan bukan itu. Ya, tapi gue juga nggak bisa pungkiri kalau gue bisa aja mulai tertarik sama lo. Atau mungkin udah? kata Leo dalam hatinya. Main rasional, siapa sih yang tidak akan melirik seseorang yang tinggal serumah dengan kalian? Nah, Leo juga begitu. "Balik, yuk? Udah sore kayanya mau ujan." Leo mengulurkan tangannya pada Naya dan mengajak gadis itu agar segera pulang. Ketika menculik Naya, Leo memang tidak membawa mobil. Selepas ia mengantar Vano dan Jingga ke bandara, ia nebeng dimobil Bara, jadilah sekarang mereka duduk di halte menunggu busway. Rintikan hujan yang awalnya kecil berubah menjadi deras. Leo langsung mundur ke tengah supaya kaosnya tidak terciprat air. Berbeda dengan Naya yang menaruh tasnya di kursi tunggu kemudian ia berlari menuju tempat yang tidak beratap. Alhasil, kemeja sekolahnya mulai basah. "Dek, lo apa-apaan? Jangan ujan-ujanan!" teriak Leo. "Gue udah lama gak main air ujan. Sini, kak!" Leo menggeleng sambil memeluk dirinya sendiri. "Dingin. Sini cepetan lo juga berhenti, dek." "Enggak ah!" Naya memeletkan lidahnya kemudian menggerakan tubuh layaknya sedang menari-nari dengan hujan. Para pengunjung yang sedang berteduh di halte tertawa melihat kelakuan Naya yang seperti anak kecil. Leo terpaku karena ia melihat sebuah tawa yang begitu lepas dari bibir Naya. Gadis itu seolah-olah menumpahkan segala bebannya dengan cara menari dengan gembira di bawah rintikan hujan sore. "Cukup, nanti lo masuk angin, My fiance...." Leo tidak habis pikir. Naya terkekeh pelan kemudian mengangguk dan kembali berteduh di halte. Tubuh mungilnya terlihat baik-baik saja dan tidak terlihat menggigil sama sekali. "Ketahuan. Ternyata lo itu nakal," ledek Leo. "Dingin? Mau dipeluk cogan?" "Ih, apaan sih." Wajah Naya kembali memerah. Leo langsung terkekeh karena ia benar-benar senang melihat Naya yang tersipu-sipu walau hanya dengan kata-kata sederhana. "Tuh, busway-nya udah dateng. Ayo, Kak!" Leo mengangguk kemudian membawa gadis di sebelahnya untuk masuk busway. Tidak sumpek, tetapi mereka berdua harus berdiri karena kursi sudah terisi semua. Sebenarnya ada satu kursi yang tersisa, tetapi Naya memberikannya kepada seorang nenek-nenek tunanetra. Leo bertepuk tangan dalam hati. Ia saja terkadang masih tidak memperhatikan sekitar, tetapi Naya begitu peka. Not bad lah buat jadi calon istri. Leo terkekeh mendengar ucapan ngaurnya sendiri. "Eh, posisiin kameranya yang bener, t***l! Jangan sampe ketahuan! Liat deh, bulet-bulet...." Leo mendengar suara gaduh dari kursi paling belakang, memasang telinganya dengan tajam sampai ia sadar apa topik yang sedang dibicarakan oleh anak-anak SMP yang duduk di kursi paling belakang itu. "Kenapa, Kak?" tanya Naya heran karena Leo menatapnya begitu lekat dari mata, kemudian turun ke...dadanya! "Kakak liat apa?!" Naya langsung menutup dadanya menggunakan kedua tangan. Ia makin heran karena Leo malah berjalan menuju kursi belakang, dan... Plak!!! Satu tempelengan keras mendarat pada salah seorang cowok berseragam SMP yang sedang memegang ponsel. "Bang! Ngapa lu nempeleng temen gua?!" seru cowok beranting satu di telinganya. "Berdiri lo!" titah Leo pada si bocah SMP pemegang ponsel. "Berdiri!" "I-iya, bang." Bocah itu berdiri dengan gemetar. Bahkan ketiga temannya yang lain langsung tidak bersuara karena takut melihat mata Leo yang seperti elang. "Adaw!" Bocah itu meringis ketika Leo memplintir p****g s**u yang baru saja dalam tahap pertumbuhan itu. "Bang! Apa salah saya, bang?!" "Kak Leo," Naya menyentuh bahu Leo tanda berhenti tetapi Leo malah makin ganas mencubit p****g si bocah SMP. "Apa yang tadi lo video-in sama temen-temen lo?" Leo terdengar mendesak. "Gak ada, bang... beneran." "Apaan?!" Satu cubitan lagi terasa dan bocah SMP itu makin menjerit. Ketiga temannya memandang ngilu bercampur kasihan. "Ampun, Bang... saya gak rekam apa-apa. Aww!!!" Naya mencoba menghentikan aksi Leo karena mereka sudah menjadi tontonan satu busway. Bahkan sang supir dan kenek malah taruhan. Dasar edan! "Jangan tahan gue, karena dia udah ngelecehin lo. Dia rekam tete lo yang tembus karena baju seragam lo basah." "Huh?" Wajah naya langsung memerah mendengar ucapan tanpa saringan dari Leo. Ia langsung berdiri di belakang Leo agar dadanya tidak terlalu terekspos. "Siniin handphone lu! Cepet!" Leo menggeram. "I-iya, Bang, aw! Ampun, bang!" Leo merampas ponsel berlogo apel digigit sebelah itu kemudian ia memutar sebuah video yang ternyata memang menunjukan rekaman d**a Naya. Gundukan yang tidak terlalu besar itu tercetak jelas dan terekspos karena kemeja seragamnya basah. Putingnya juga terlihat menonjol karena bra yang dipakai Naya juga mungkin ikut-ikutan basah. "c***l!" bentak Naya pada bocah SMP itu. Ia sangat tidak terima pada perbuatan tidak sopan seorang bocah di hadapannya. Untung saja Leo langsung sadar jika ada yang berbuat tidak senonoh padanya, jika tidak? Mungkin saja video itu tersebar dan Naya tidak tahu nasibnya akan seperti apa. Leo langsung men-klik tanda hapus kemudian menginjak ponsel itu sampai hancur. "Bang! Itu HP gue, bang!" Leo kembali mencubit p****l si bocah SMP sehingga bocah itu kembali berteriak kesakitan. "Heh, bocah sange! Kalau lo pengen liatin tete, lo beli kaca yang gede, terus lo berdiri di depan kaca dan pandangin sendiri tete lo! Atau, kalau lo belum puas, ajak temen-temen lo yang sama sangenya ini buat liat tete kalian bareng-bareng! Paham?!" Naya meringis mendengar ucapan Leo dan juga sedikit merasa kasihan pada bocah SMP itu. Tetapi bocah itu memang pantas mendapat hukuman dari Leo. Biar kapok dan menjadi pelajaran semua orang agar tidak ada lagi yang sembarangan mem-videokan tubuh seseorang. Itu privasi! "Sekarang minta maaf sama cewek gue. Sekarang juga! cepet!" "Ma-maaf, Kak." Bocah itu langsung bersujud di jaki Naya kemudian ia mengambil serpihan ponselnya yang sudah hancur. "Makasih ya, Kak. Naya nggak tahau kalau---" "Hust," Leo langsung membawa tubuh mungil Naya ke dalam pelukannya. "Kak, baju Naya kan basah, nanti kakak dingin." "Gak papa. Gue rela dingin, tapi gue gak rela kalau ada orang songong kaya tadi ngelecehin lo. Maafin gue karena gue berdiri disebelah lo tapi gak bisa lindungin lo," ucap Leo lembut sambil mengeratkan pelukannya. "Gue tahu kenapa cewek-cewek takluk sama lo, Kak. Lo lembut banget. Lo ngebuat cewek serasa jadi putri. Lo ngebuat cewek serasa jadi the one. Walau kenyataannya bukan the one." Leo melepasan pelukannya kemudian menatap Naya. "Lo, the one," ucapnya tanpa sadar. Naya membalas, "I know." *** Suara blender yang berputar, menjadi musik pengiring mereka berdua siang ini. Leo sedang membuat jus sedangkan Naya sedang membuat pancake. "Seneng ya kalau punya calon istri jago masak kaya gini." Ledek Leo sambil menoel-noel pipi Naya dengan buah pisang. "Jangan mulai. Dasar tukang gombal." "Hahaha..." Entah sejak kapan Leo tidak tertarik lagi pada Miyabi. Jika ia badmood atau apapun, sekarang ia lebih memilih menggoda Naya. Jika gadis itu sedang tidak dirumah, Leo akan mengiriminya pesan-pesan gombal. Dan jika Naya ada dirumah, ia ledeki habis-habisan sampai gadis itu kesal. "Katanya rumah seberang ada yang nempatin ya, Kak?" "Hm." "Gue nanti mau masak deh buat tetangga baru. Itung-itung kenalan." Leo langsung melirik Naya heran. "Lo baik banget sih sama orang. Tuh tetangga baru belum tentu baik ke elo." "Jangan pamrih." Leo hanya bergumam tidak jelas sambil menuangkan jus kedalam gelas, lalu ia melangkah menuju sofa dan menyalakan TV. "Bawa pancake-nya kesini dong, My N." "Manja, ih." "Makasih banget deh kalau dibawain." Naya menaruh sepiring pancake dimeja sehingga Leo langsung tersenyum. "Makasih, cantik." Ucap Leo gombal. "Makin cantik kalau bersedia gue cium. Bersedia, ya?" "In your dream," Leo terkekeh. Ia sebenarnya bisa saja menarik tangan Naya agar tubuh mungil itu duduk dipangkuannya dan mencium seluruh wajah Naya, tapi itu bukan gayanya lagi. Leo ingin mencoba menghormati pasangannya dimulai dengan tidak memaksakan kehendaknya. Mungkin lama-lama, ia bisa kembali kejalan yang lurus lagi. Tidak bohong, sedikit demi sedikit Leo juga mulai merasa bosan main cewek. Entah itu perasaan sesaat karena ia sudah jarang ke club, atau ia memang benar-benar ingin mewujudkan janjinya pada Dion untuk setia pada Naya.  Apa ke-insyaf-an akan segera datang? Terpujilah... Tapi jangan terlalu berharap. Kebrengsekan Leo sudah mendarah daging. Jika dipancing, mungkin saja ia akan belok lagi. *** Malam ini Leo berniat mengajak Naya ke rumah Dion untuk menonton film bersama-sama. Ia menunggu Naya di depan TV, lalu tak lama Naya sudah siap dengan dress tanpa lengan berwarna peach. Sangat cantik! "Dek, pake jaket. Di luar ujan," kata Leo. Naya berniat kembali ke kamarnya tetapi ditahan. "Gue aja yang ambil jaketnya. Lo bilang ke bi Hun kita bakal pulang agak malem. Gih...." "Baik, tuan." Leo terkekeh kemudian mengambil langkah menuju kamar Naya. Mencari jaket di sekitar sofa tetapi tidak ada karena keadaan ruangan ini sangat rapi. Berbeda dengan kamarnya. Bahkan Leo merasa semua barangnya ada di sofa dan bertebaran di mana-mana. Jangan dicontoh. Leo membuka pintu lemari dan mencari-cari letak baju hangat itu, sampai perhatiannya tertuju pada jaket berwarna hitam yang digantung bersama baju seragam Naya. Jaket itu terlihat tidak asing. "Ini punya gue?" Leo melihat bordiran berhuruf 'L.A.G' di kerah jaket, sehingga ia semakin yakin bahwa jaket yang berada di lemari Naya adalah miliknya. Tapi, mengapa ada pada Naya? "Apa sebenernya gue pernah ketemu Naya?" lirih Leo. Tetapi ia tidak ingat. Leo membawa jaket itu turun karena ia ingin menanyakan mengapa jaketnya bisa ada di dalam lemari Naya dan gadis itu hanya menjawab dulu Leo pernah menolongnya saat SMA dari keusilan senior. * "Vano!!" "Yo, mending lo pergi. Lo lagi pelajaran olahraga, kan?" Leo mengerucutkan bibirnya. "Gue males olahraga. Pengen maen sama lo." "Pergi deh lo." Akhirnya Leo melangkah keluar dari kelas Vano menuju ke mana saja. Ketika ia lewat di depan UKS, langkahnya dihadang seseorang. "Yo, bad mood. Maen, yuk?" "Keila? Duh, tapi di mana?" tanya Leo. "UKS sepi, yuk!" Keila langsung menarik tangan Leo masuk ke dalam UKS. Mereka mengambil tempat di pojok ruangan kemudian Leo mulai beraksi. Sreeet! "Awwww!!" Leo langsung menghentikan aksinya ketika ada seseorang yang membuka tirai berwarna putih yang sengaja ia tutup. "Kalian ngapain?!" Seorang gadis memakai jas putih kas dokter UKS memandang horror pada Leo dan Keila. "Lo gak sopan, ya!" Keila melotot dengan galak, tetapi Leo langsung menyuruhnya agar keluar dan Leo berjanji akan melanjutkan kegiatan mereka yang sempat tertunda ini. "Gue gak akan aduin lo ke guru. Tapi jangan lakuin hal itu di sini lagi," kata gadis itu. Leo langsung terkekeh karena ia sama sekali tidak takut pada guru. "Nama lo siapa? Gue belum pernah liat lo. Btw, gue Leo." "Bukan urusan gue!" Gadis itu langsung keluar dari UKS. Leo cukup dibuat menganga karena ini baru pertama kalinya ada seorang cewek yang menolaknya. "Sial!" Leo menggeram lalu berjalan menuju lapangan. Disana ada teman-teman sekelasnya yang sedang senam. Leo mencubit lengan Dion sambil bergumam, "Tahu siapa nama dokter UKS baru?" "Siapa?" Leo melirik sekeliling lalu tatapannya tertuju pada gadis yang beberapa waktu lalu menolaknya. "Tuh, yang itu." Tunjuknya. "Enggak tahu, kenapa?" (*) Leo berjalan mondar-mandir menunggu Bara. Setelah sahabatnya itu datang, Leo langsung menyuruh Bara memapahnya menuju UKS. "Buat apaan sih, Yo?" tanya Bara kesal. "Gue harus masuk ke UKS. Ini cara terbaik. Pura-pura sakit." Bara akhirnya menurut dan membawa Leo ke UKS. Ia menyerahkan sahabatnya itu pada pengurus UKS kemudian ia sendiri kembali ke kelasnya. Leo sudah berbaring di tempat tidur tetapi gadis yang ia tunggu itu belum datang juga. Ia harus tahu nama gadis itu karena dengan tidak sopannya sudah mengganggu kegiatannya. Sreeet! "Lo?!" Leo menyeringai pelan ketika gadis yang ia maksud sudah berada di hadapannya. "Hai. Gue sakit. Periksa dong." "Lo gak sakit. Lo bohong, ya?" katanya, galak. "Ya. Demi ketemu sama lo, dokter UKS cantik." "Jangan ngegombal. Pergi sana." "Nama lo siapa, sih?" Sreeet! Tirai putih itu ditutup kasar. Leo menggeram lagi. Sungguh tidak boleh dibiarkan. Leo sangat penasaran siapa nama gadis itu. Sebenarnya bisa saja Leo bertanya pada orang lain, tapi ia ingin menaklukan gadis itu sendiri. Leo berlari mengejar ke mana perginya gadis itu sampai ia melihat gadis itu berjalan menuju taman belakang. Ia sudah tidak memakai jas putihnya tetapi membawa jaket ditangannya. "Hai, tunggu!" Gadis itu berbalik, Leo sempat melihat ke arah name-tag nya tetapi gadis itu langsung memakai jaketnya dengan cepat. "Nama lo siapa, sih? Kok kesannya misterius banget?" Gadis itu membisu. "Nama lo siapa? 'Ya'? Ujungnya 'Ya'? Depannya apa?" "Buat apa?" "Gak boleh kenal, ya? Nama lo siapa sih? Kenapa harus pake jaket? ini dilingkungan sekolah. Gak boleh. Gak boleh pake karena gue jadi gak bisa baca name tag lo." "Bukan urusan gue." "Please, siapa nama lo? Gue kakak kelas lo, kasih tahu, elah." Gadis itu memutar kedua bola matanya kesal. "Naraya." "Panggilannya?" "Naya." "Ribet amat? Gue bakal panggil lo Raya aja. oke? Salam kenal..." "Hmm." "Dasar dokter UKS jutek." Naya berdecak. "Pergi sana lo." "Oke, gue bakal pergi. Next time kalau gue ketemu sama lo lagi, lo harus jadi cewek anggun, ya. Jangan galak begini." "Gue kan dokter UKS jutek." Leo terkekeh. "Maka dari itu, kalau ketemu gue lagi lo harus sopan. Ya, mungkin lo kepang dua rambut lo itu? Pasti manis. Dan gue pasti bakal suka deh sama lo." * "Lo... Raya si dokter UKS jutek!" Leo membulatkan mulutnya tidak percaya sedangkan Naya terdiam menunduk. "Kenapa gue gak sadar? Penampilan lo...berubah. Gue gak bisa ngenalin lo. Kenapa lo gak bilang dari awal, dek?" "Karena..." Naya menundukan wajahnya. "Karena gue kira, kak Leo lupa sama gue." "Gue emang gak inget sama sekali. Tapi, sorry. Gue juga gak tahu kenapa gue gak inget sama lo. Astaga," Leo terkekeh. "Apa dunia sempit banget? Gue dulu ngejar-ngejar lo demi tahu nama lo. Pantesan aja gue selalu manggil lo Raya karena emang gue yang milihin panggilan itu buat lo." "Kak Leo dulu ngejar-ngejar gue?" "Ya, tapi karma berbalik. Buktinya lo sekarang cinta sama gue 'kan? Lo yang ngejar-ngejar gue sekarang." Wajah Naya memerah. "Sumpah ya, gue sempet nolak tunangan sama lo karena lo chilldish. Tapi, gue ternyata yang nyuruh lo ngepang rambut. Kalau gue tahu dari awal ini elo, gue bakal langsung setuju tunangan sama lo." "Why?" "Karena gue udah tertarik sejak awal sama lo." Naya tersenyum kecil. "Kenapa lo gak bilang, dek? Tapi itu gak masalah sih. Yang penting sekarang gue inget walau gak tahu kenapa kemaren-kemaren gue bisa lupa." "Apa kak Leo gak akan ngelupain Naya lagi?" Leo terdiam melihat Naya yang mengigit bibir bawahnya sambil menunduk. Tatapan gadis itu lesu. "Iya, gue gak akan lupa sama lo lagi." Leo memeluk Naya secara perlahan. "Lo sadar gak sih, tuhan emang takdirin kita buat ketemu lagi?" Naya mengangguk. "Kalau ternyata dari awal gue emang udah tertarik sama lo, berarti gampang dong sekarang buat lo ngebuat gue lebih dari kata tertarik ke lo, Nay?" Leo mengedipkan sebelah matanya dengan genit. Ia juga semakin mengeratkan pelukannya pada Naya. Leo menggerakan tubuhnya kekanan dan kekiri seolah-olah seperti memeluk boneka teddy bear yang sangat besar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN