Setelah kejadian penampakan hal gaib di rumahnya, Ferdi tidak bisa memejamkan mata sama sekali. Hingga pagi pun tiba dan sinar matahari mulai memancarkan cahayanya dan memasuki area perumahan elite tersebut. Ferdi memilih segera mandi dan bersiap untuk keliling kota Jakarta mencari bangunan lantai tiga yang disewakan untuk usahanya dengan Dimas.
Seperti biasa Ferdi mandi dengan air hangat yang mengucur dari shower kamar mandinya. Terasa segar karena udara pagi begitu dingin, maklum mulai masuk musim penghujan. Apalagi kemarin gerimis mengguyur sekitar perumahan elite itu. Setelah usai mandi lelaki itu segera memakai pakaian dan menuju ke lantai bawah untuk sarapan di ruang makan. Tentu saja dia sudah memberi tahu kepada Pak Jono kalau pagi ini pun mereka akan pergi keliling Jakarta untuk mencari lokasi tempat membuka bisnis restoran.
“Pagi, Bi!” sapa Ferdi yang kemudian menarik kursi dan duduk di atasnya.
“Pagi, Tuan. Tidur nyenyak tadi malam, Tuan? Tadi Mas Danar cerita kalau ada kucing masuk bikin kaget Tuan,” jawab Bi Jainun sambil menyiapkan secangkir kopi giling yang diseduh langsung.
“Eh, iya. Ada kucing bikin kaget. Aku nggak bisa tidur, Bi, setelah kaget lihat kucing. Cuma main handphone aja di kamar soalnya lagi cari tempat sewa buat bisnis baru,” jelas Ferdi yang bersemangat saat melihat sepiring nasi goreng yang terlihat masih hangat karena asap mengebul tipis.
“Iya, Tuan. Semoga cepat dapat tempat strategis, ya. Ini kopinya. Itu nasi goreng spesial buatan Bibi moga Tuan suka,” kata Bi Jainun sambil meletakkan secangkir kopi di dekat piring nasi goreng di atas meja makan tersebut.
“Terima kasih, Bi. Jangan lupa makan juga dengan Mas Danar, Pak Jono, dan Mas Andre.”
Ferdi pun segera menyantap nasi goreng spesial dengan campuran telur serta sayur dan ada acar mentimun segar juga. Lelaki itu lebih suka makanan mengenyangkan seperti ini daripada roti bakar, telur tanpa nasi, serta sandwich yang biasanya orang-orang kaya raya makan untuk sarapan. Tetap saja Ferdi terlihat lucu saat makan. Seperti anak kecil yang takut makanannya akan diambil oleh orang lain sehingga makannya sangat cepat dan terburu-buru.
“Pelan saja yang makan, Tuan. Lainnya sudah sarapan, kok, di belakang.” Bi Jainun tersenyum menatap bosnya. Sampai Tak habis pikir lelaki yang usianya masih sangat muda itu memiliki kekayaan yang sangat melimpah seperti ini dan hidup sendirian tanpa ada orang tua atau sanak saudaranya di rumah.
"Iya, Bi. Terima kasih."
Setelah sarapan selesai party pun bergegas keluar untuk menemui Pak Jono dan pergi segera dengan mobil Civic sport miliknya. Untungnya saat Ferdi tidak bisa tidur dini hari tadi dia sudah menemukan beberapa lokasi tempat sewa untuk usaha restorannya. Tentu saja dia sudah menandai lokasi-lokasi tersebut dan tinggal menuju ke sana untuk mengecek langsung. Apakah tempat itu sesuai dengan apa yang diinginkan untuk membuka bisnis atau tidak?
Kali ini, Ferdi sudah memulai untuk menyombongkan semua yang dia punya. Mulai dari foto story sosial media dengan mengambil foto dirinya di dalam mobil bersama sopir pribadinya. Dia mengunggah story tanpa tulisan agar orang-orang menebak sendiri. Dia juga akan mengambil foto bangunan tempat usahanya nanti kalau sudah menemukan yang cocok dan deal.
Pak Jono hanya mengikuti apa yang bosnya perintahkan untuk ke beberapa lokasi tempat yang sudah disiapkan alamatnya. Berbekal dengan GPS yang di miliki dalam mobil mereka menuju ke lokasi-lokasi bangunan yang menjadi calon tempat usaha bisnis Ferdi. Tentu saja Ferdi memiliki standar sendiri dalam pemilihan tempat bisnisnya. Selain tiga lantai seperti yang Dimas bilang, Ferdi juga harus mencari bangunan yang bisa digunakan setiap lantainya ada kamar mandi dan juga dapur. Kalau dipikir-pikir struktur bangunannya hampir mirip dengan gedung perkantoran tiga lantai, tetapi tentu saja Ferdi akan menyulap tempat itu menjadi restoran mewah dengan berbagai kelas seperti yang diusulkan oleh sahabatnya.
“Ini lokasi pertama, Tuan,” kata Pak Jono setelan menepikan mobil yang dia kendarai dan menatap ke arah gedung tiga lantai di sampingnya.
“Tunggu di sini, Pak. Aku akan mengecek gedung itu dan melihat dari seberang jalan,” kata Ferdi yang kemudian keluar dari mobil.
Lelaki itu bergegas menyeberang jalan untuk melihat gedung dari arah yang lebih menjangkau penglihatannya luas menyeluruh. Gedung tiga lantai yang disewakan ini cukup bagus dan berada di letak yang strategis tetapi heran mengapa tidak ada yang menyewa untuk membuka usaha. Sempat Ferdi berpikir mungkin biaya sewanya terlalu tinggi sehingga tidak menutup pengeluaran yang direncanakan oleh orang yang tidak membuka bisnis. Namun ternyata tidak seperti apa yang dipikirkan olehnya, karena seseorang mengamati dirinya dan berjalan menuju ke arah Ferdi.
“Mas, mau sewa gedung ini?” tanya seorang bapak-bapak yang terlihat usianya sekitar sebaya Pak Jono.
“Iya, rencananya, Pak. Ini sewanya mahal atau gimana? Kok, lokasi strategis begini tapi nggak ada yang sewa?” Ferdi mulai penasaran dengan gedung tiga lantai di hadapannya.
“Mas, semua yang sewa gedung ini apes terus. Ada beberapa kejadian pengunjung jatuh di tangga dan luka parah. Ada juga yang terpeleset di kamar mandi lantai tiga sampai kepalanya luka parah. Orang-orang di sini bilang kalau gedung itu angker. Sudah ganti beberapa kali orang tetapi sama saja kejadian serupa terjadi berkali-kali. Lalu rumor ini pun menyebar sehingga orang-orang tidak berani lagi menyewa bangunan itu meski harganya sangat murah. Termasuk murah, loh, Mas uang sewanya. Tapi mereka sewakan langsung untuk jangka waktu sepuluh tahun biar nggak rugi, Mas,” jelas bapak itu pada Ferdi bukannya membuat lelaki itu takut dan mengurungkan niat untuk menyewa tempat tersebut, justru semakin semangat untuk menyewa karena harganya murah.
“Oh, gitu, ya, Pak. Terima kasih infonya. Ini uang buat Bapak,” kata Ferdi sambil menyodorkan selembar uang seratus ribu rupiah pada bapak tersebut.
“Terima kasih banyak, Mas.”
“Pak, kalau aku sewa tempat ini, Bapak mau bekerja di sini?” tanya Ferdi membuat bapak itu terkejut setengah mati.
“Eh, anu, Mas. Bapak tidak berani. Kalau mau sewa silakan saja. Maaf, Bapak permisi dulu,” ujar orang itu segera berlalu pergi meninggalkan Ferdi.
Ini sebuah tantangan baru bagi Ferdi untuk mengubah gedung lantai tiga yang harga sewanya sangat murah, tetapi memiliki latar belakang horor yang cukup membuat orang-orang ketakutan untuk pergi ke sana. Hal yang jelas lumayan sulit untuk Ferdi mengubah mindset orang-orang terhadap gedung tersebut, tetapi entah mengapa dia yakin kalau gedung ini bisa membawa kesuksesan untuknya dalam membuka usaha. Dia pun teringat tentang istri gaibnya yang bisa melakukan apa saja untuk dirinya, termasuk mengatasi hal-hal gaib seperti ini pasti bagi Marry Ann ini hal yang sangat kecil.
“Ketemu! Sudah ini saja. Gue pasti bisa meraup untung besar dengan harga sewa kecil. Ha ha ha ha ....”
Ferdi bergegas menyeberang jalan kembali dan menuju ke mobil tempat Pak Jono menunggunya. Dia meminta Pak Jono untuk mengendarai mobil menuju ke sebuah cafe di dekat sana karena Ferdi hendak menghubungi pemilik gedung tersebut untuk melihat isi gedung terlebih dahulu sebelum melakukan transaksi penyewaan.
“Pak, ke Cafe Coffee dulu di depan sana. Aku mau hubungi yang punya gedung, lihat isinya dulu,” kata Ferdi yang sudah duduk di samping Pak Jono dan memakai sabuk pengamannya.
“Iya, Tuan. Tapi sepertinya gedung itu agak nggak beres, Tuan,” lirih Pak Jono yang sudah merasakan sesuatu yang ganjil dari gedung tersebut. Apalagi tadi ada orang yang mengajak bicara Ferdi, Pak Jono makin yakin kalau gedung itu tidak beres.
“Malah justru itu, Pak. Harga sewa murah sama dengan modal yang dikeluarkan lebih kecil dan untung yang didapatkan akan lebih banyak. Pak Jono tenang aja, nanti saya atasi kalau soal mistis-mistis seperti itu ada jalan keluarnya,” sahut Ferdi dengan penuh percaya diri.
Pak Jono pun mengemudikan mobilnya menuju ke Cafe Coffee yang dimaksud bosnya. Sesampainya di Cafe itu, Ferdi mengajak Pak Jono masuk sekalian untuk pesan secangkir kopi dan mengobrol bersama sambil menghubungi pemilik gedung tadi. Ferdi juga mencoba komunikasi dengan Marry Ann lewat batin.
"Marry Ann ... sayangku ... bagaimana dnegan gedung tadi untuk bisnis pertamaku? Orang-orang mengatakan gedung itu angker. Apakah menjadi masalah untuk kita?" batin Ferdi yang mencoba merayu istri gaibnya agar turun tangan membantu.
"Tak apa, Ferdi. Tempat itu cocok untukmu. Soal penghuni di sana, aku akan bereskan. Semua akan baik-baik saja," jawab Marry Ann membuat Ferdi merasa tenang karena sudah mendapatkan persetujuan dari kekasih dunia lain yang memberi semua kemudahan untuknya.
Lelaki itu tersenyum dan dengan mantap menghubungi nomor pemilik gedung tersebut. Dahulu gedung itu pernah digunakan untuk kantor hanya bertahan enam bulan. Pernah juga digunakan untuk swalayan hanya bertahan delapan bulan. Pernah juga digunakan untuk butik dan hanya berjalan tiga bulan. Semua tidak berani melanjutkan karena banyak hal ganjil dan juga selalu ada saja kecelakaan kerja terjadi.
Meski semua cerita itu di luar nalar manusia, tetapi tidak menutup kemungkinan kalau hal itu bisa saja terjadi pada kehidupan manusia. Gedung atau tempat tertentu memang bisa digunakan makhluk gaib sebagai tempat tinggal atau sarang dan tidak mau manusia mengganggu tepat tinggal itu dengan membuat celaka beberapa orang dan menebar ketakutan.
Ferdi: "Hallo selamat pagi, apakah ini benar nomor handphone pemilik gedung tiga lantai di daerah xxxxx?"
Pemilik gedung: "Hallo juga selamat pagi. Iya benar. Saya Pak Samuel. Anda siapa?"
Ferdi: "Saya Ferdi, Pak. Bisakah saya melihat dalam gedung dan bertemu langsung dengan Anda? Saya minat dengan gedung ini."
Pemilik gedung: "Tentu. Boleh. Mau kapan Tuan Ferdi?"
Ferdi: "Sekarang bisa, Pak Samuel? Saya ada di dekat gedung saat ini."
Pemilik gedung: "Oke, baik. Saya akan segera ke sana. Terima kasih."
Ferdi tersenyum karena merasa semua dipermudah. Dia pun mengakhiri panggilan teleponnya dan menikmati kopi Arabika yang tersaji di hadapannya. Seakan semesta mendukung usahanya untuk membuat bisnis agar hal sesat yang dia jalani tidak terbongkar begitu saja.