Firasat Buruk

1570 Kata
Terkadang orang tua mempunyai feeling atau firasat yang tepat tentang anaknya. Meski tidak menutup kemungkinan, terkadang juga bukan firasat buruk melainkan rasa khawatir yang berlebihan pada anaknya. Pak Eka dan Bu Eka memang curiga pada putra semata wayangnya yang tiba-tiba mengirimkan mobil untuk mereka di Bantul, Yogyakarta. Sedangkan Ferdi masih di Jakarta entah bekerja apa. “Pak, Ibu kok ngerasa nggak beres sama Si Ferdi,” ujar Bu Eka yang sedang menyeduh teh untuk suaminya malam itu. “Lah, Ibu tahu sendiri kalau anak kita memang nggak beres dari dulu. Kalau dia anak baik-baik aja nggak bakalan bikin masalah banyak begini,” jawab Pak Eka dengan santai sambil duduk membaca koran yang sejak pagi belum dia pegang. “Bapak, kok, bilang begitu. Bukan itu maksud Ibu. Firasat Ibu mengatakan kalau Ferdi ini pasti ngelakuin sesuatu yang buruk. Kalau nggak, mana mungkin bisa beli mobil kirim ke sini, Pak,” jelas Bu Eka yang kemudian duduk di samping suaminya serta meletakkan secangkir teh yang tadi Pak Eka minta. “Kalau itu ya jelas, Bu. Udah nggak usah dipikir daripada jadi beban. Ferdi biar selesaikan masalahnya sendiri.” Pak Eka berbeda jauh dengan istrinya. Sebagai kepala rumah tangga, dia tidak mau ambil pusing soal kelakuan putranya yang sudah di luar batas. Terakhir soal begal membuat Pak Eka sadar betapa buruknya sifat Ferdi karena terlalu dimanja. Bahkan Ferdi tega berbohong dan terus meminta uang pada orang tua maupun kawannya. Pak Eka tidak mau lagi mengurus semua hal tentang Ferdi karena dia sudah cukup usia untuk dewasa dan berpikir maju, bukan hanya menyusahkan orang sekitarnya. Alih-alih jelaskan permasalahannya sendiri tanpa menyusahkan orang lain, Ferdi justru ikut jalan sesat yang ditawarkan Marry Ann. Teror itu pun berlangsung mulai hari ini. Berawal dari kedua orang tua Ferdi yang sudah menerima mobil. Meski mobil itu tidak dipakai, mereka tetap mendapatkan gangguan gaib. “Ibu mau ke mana?” tanya Pak Eka saat istrinya tiba-tiba beranjak dari kursi. “Mau masak dulu buat nasi goreng. Kan, belum makan malam, Pak,” jawab Bu Eka yang sebenarnya kecewa dengan semua perkataan dari suaminya yang tidak mau lagi mengurusi soal putra semata wayang mereka. Sebagai seorang ibu jelas saja Bu Eka sangat khawatir dengan kondisi Ferdi. Apalagi tempo lalu putranya itu mengalami kesulitan dan sampai di begal oleh orang jahat. Tetap saja walau dilarang oleh suaminya, Bu Eka masih menghubungi Ferdi dan mencoba untuk mencari tahu bagaimana kondisinya saat ini. Bu Eka: [ Nak, bagaimana kondisi kamu sekarang? Ibu belum bisa telepon soalnya masih ada Bapakmu di rumah. ] Bu Eka mengirim pesan kepada putranya, tetapi belum juga mendapat balasan. Pesan itu terkirim saat Ferdi berada di rumah Meira dan merasa terpukul atas meninggalnya Meira. “Paling masih sibuk, ya? Ferdi juga bilang kalau ada pekerjaan baru,” gumam Bu Eka yang segera mengambil bawang putih, cabai rawit merah, dan bumbu lainnya untuk dihaluskan dengan cobek dan muntu. Tidak lupa Bu Eka mengambil nasi di piring untuk bahan utama nasi goreng. Dia juga menyiapkan sawi hijau dan telur ayam sebagai campurannya. Saat meracik semua itu, rasanya tengkuk Bu Eka tiba-tiba. Seolah ada yang mengawasi dan berdiri di belakangnya. Bu Eka mencoba untuk menengok dari samping kanan perlahan melihat apa yang ada di belakangnya. “Astagfirullah!” seru Bu Eka yang memegang piring berisi nasi langsung jatuh ke lantai dan pecah karena tangannya gemetar ketakutan. Suara piring yang jatuh tak membuat Bu Eka berkedip saat melihat sosok mengerikan dengan penuh darah di belakangnya, berdiri dekat kulkas. *Pyarrr .... Perempuan yang sepertinya Bu Eka pernah melihatnya, tetapi di mana? Kepalanya miring ke kanan sepertinya leher penuh darah itu patah. Terlihat tulang kering di kakinya keluar dan berdarah yang menandakan kakinya patah. Seluruh tubuh berlumuran cairan merah darah. Matanya melotot dan bibirnya tersenyum miring sangat menakutkan. Belum sempat Bu Eka bergerak, penampakan itu tiba-tiba menghilang. Tepat saat Pak Eka masuk ke dapur. “Ada apa, Bu?” Pak Eka khawatir dengan kondisi istrinya. Terlihat piring berisi nasi itu pecah dan lantai penuh nasi yang berceceran. Bu Eka masih syok dan terdiam menatap ke arah kulkas meski penampakan sudah menghilang. “Pa-Pak ... I-itu ... Itu ta-tadi ....” “Tadi apa, Bu? Ada apa?” tanya Pak Eka makin khawatir. “Pak ... Ingat teman Ferdi yang datang ke rumah sakit sambil menangis? Temannya yang pendiam? Tadi ... Tadi .... Ibu lihat dia di sini dengan kondisi berdarah-darah. Pak, jangan-jangan ada hal buruk menimpa putra kita .... Seram sekali tadi penampakannya itu,” ujar Bu Eka yang masih gemetar. Firasat buruk seorang ibu biasanya adalah hal yang benar terjadi. Bu Eka khawatir kalau ada hal buruk menimpa putranya juga jika benar penampakan tadi itu adalah teman dari Ferdi. Berbeda dengan Bu Eka, suaminya justru mengira kalau dia berhalusinasi atau terlalu banyak pikiran. “Bu, kalau capek istirahat saja. Ini biar Bapak yang bereskan. Nanti kita beli makan aja di warung depan desa. Ibu mungkin kecapekan dan banyak pikiran jadi halusinasi yang macam-macam.” Pak Eka pun menggandeng istrinya untuk meninggalkan dapur dan menuju ke kamar agar istrinya bisa istirahat. “Pak, Ibu lihat jelas. Ibu nggak gila atau berkhayal,” kata Bu Eka masih mencoba meyakinkan suaminya kalau apa yang barusan dia lihat adalah kenyataan yang sangat menakutkan. “Bapak nggak bilang soal gila. Bapak cuma bilang kalau Ibu kecapekan. Sudah istirahat saja dulu di sini. Bapak bersihkan dapur dahulu,” ucap Pak Eka mencoba menenangkan istrinya. Pak Eka meninggalkan istrinya di dalam kamar, kemudian menuju ke dapur untuk membereskan pecahan piring dan nasi yang berceceran di lantai. Sebagai laki-laki dewasa jelas saja Pak Eka merasa kalau hantu dan semacamnya memang ada tetapi hal yang tidak logis. Namun hal yang tidak logis itu justru terjadi di depan mata Pak Eka. Bekas pecahan piring dan nasi yang berceceran di lantai itu tiba-tiba menghilang entah ke mana. Lalu ada ada bercak darah di dekat kulkas seperti cap kaki seseorang. Pak Eka segera mengambil alat untuk mengepel dan membersihkan bercak darah tersebut agar istrinya tidak takut. Beliau pun membaca dalam hati Surah Al-Mu’minun Ayat 97-98. Surah Al-Mu’minun merupakan surah ke-23 dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 112 ayat. “Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan dan aku berlindung pula kepada-Mu ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekati aku.” Rasanya memang ada hal aneh di rumah Pak Eka, padahal selama ini tidak pernah ada kejadian mistis sebelumnya. Jika rumahnya memang angker, seharusnya dari dahulu ada hal buruk terjadi. Namun Pak Eka jadi terpikirkan soal putranya seperti yang istrinya bilang kalau firasat buruk itu menuju pada Ferdi. Pak Eka pun menelepon Ferdi tanpa sepengetahuan istrinya. Beliau segera mengambil ponsel dari kantongnya dan menghubungi putra semata wayangnya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Pak Eka: “Assalamualaikum, Ferdi.” Ferdi: “Wa’alaikumsalam, Pak. Ada apa, ya? Sudah malam tumben menelepon.” Pak Eka: “Gimana kondisi kamu sekarang? Walau Bapak masih kesal, tetapi setidaknya kamu kirim kabar ke Ibumu. Sampai Ibumu stress mikir kamu!” Ferdi: “Iya, Pak. Maaf. Ferdi lagi sibuk belakangan hari ini. Bapak Ibu gimana kondisinya?” Pak Eka: “Ibumu halusinasi. Katanya lihat kawanmu yang waktu itu nangis-nangis di rumah sakit. Temanmu sekantor dulu. Ibumu lihat katanya berdarah-darah mengerikan macam s-e-t-a-n. Kamu besok pagi teleponlah Ibu.” Ferdi: “Bentar, Pak. Maksud Bapak, Ibu lihat si Meira? Gadis berkacamata temanku kerja dulu?” Pak Eka: “Bapak nggak tahu namanya, tapi iya pakai kacamata waktu jenguk kamu di rumah sakit.” Ferdi: “Meira sudah meninggal kecelakaan mobil, Pak.” Pak Eka: “Innalilahi ....” Ferdi: “Tadi Ferdi baru aja ke rumahnya dan ibunya cerita. Meira meninggal kecelakaan taksi ditabrak truk dan semuanya meninggal di tempat. Pak, mungkin Ibu kecapekan. Jangan marah-marah, ya, Pak. Ferdi minta maaf kalau kemarin-kemarin nyusahin. Sekarang Ferdi mau berusaha lebih giat.” Pak Eka: “Iya, iya. Kamu banyak doa dan jangan tinggalkan salat lima waktu. Bapak percaya kamu bisa menjadi orang yang lebih baik lagi. Kalau begitu Bapak tutup dulu teleponnya. Wassalamualaikum.” Ferdi: “Ya, Pak. Salam buat Ibu. Wa’alaikumsalam.” Ferdi bingung mengapa tiba-tiba ayahnya menelepon malam hari. Padahal dia tahu persis kalau ayahnya sedang marah pada dirinya, pasti tidak mau tahu lagi soal kehidupan Ferdi saat ini. Lalu mengapa ibunya justru melihat penampakan seperti sosok Meira? Ferdi pun memikirkan hal tersebut dan tidak bisa tidur. Banyak hal ganjil belakangan ini yang belum dia sadari kalau itu adalah perbuatan dari Marry Ann, kekasih atau istri gaibnya yang selalu menawarkan kepuasan lahir batin. Ferdi terlalu bahagia dengan kekayaan yang diberikan tanpa berpikir efek lainnya. Sedangkan Pak Eka merasa apa yang dirasakan istrinya adalah benar. Seperti ada sesuatu pada Ferdi yang berbeda. Biasanya putranya selalu uring-uringan minta uang transfer, tetapi sekarang justru jarang memberi kabar dan tiba-tiba mengirimkan mobil baru ke Bantul, Yogyakarta. Sepertinya tidak mungkin orang langsung kaya raya dalam waktu singkat apalagi Ferdi dengan tingkah laku seperti itu. "Ferdi ... sebenarnya apa yang terjadi di sana. Jangan-jangan ... kamu ...." gumam Pak Eka yang berpikir hal buruk tentang putra semata wayangnya. Mungkin saja Ferdi memang melakukan hal yang menyimpang dari kehidupan manusia seharusnya. Pak Eka khawatir dan sangat takut kalau putranya menjadi waria yang mangkal menunggu Om-o*******g yang kaya raya. Pak Eka juga resah dan takut kalau putranya jangan-jangan menjadi simpanan Tante girang. Pikiran itu berkecamuk membuat Pak Eka hampir jantungan. Uang sebanyak itu untuk beli mobil dalam waktu sekejap memang tidak masuk akal. Entah mengapa Pak Eka jadi berpikir hal buruk itu bukannya memikirkan sesuatu soal pesugihan atau babi ngepet misalnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN