Leaving

1585 Kata
Begitu keluar dari lift, Wanita itu berjalan tergopoh.   “Ardi! Bobby! Steph nggak ada di kamar, apa dia sudah kemari?” Pertanyaan Tante Meily yang lebih tepat disetarakan dengan seruan bernada cemas itu bagai menggema ke segenap ruangan makan, setelah menemukan posisi duduk Ardi dan Bobby. Ardi dan Bobby serentak menoleh ke asal suara. Kening mereka berdua sama-sama berkerut. Tante Meily menghampiri Dua Bersaudara itu, setelah celingukan beberapa saat di seantero sudut restaurant milik hotel tempat mereka menginap dan mencari-cari dengan matanya, keberadaan Stephanie. “Maksud Tante apa?” tanya Bobby yang terkaget. Dia sampai lupa  untuk mengontrol suaranya, menjadi semacam bentakan saja. Wajah Tante Meily kontan memucat. “Tadi setelah dia mandi, memang Tante sarankan untuk sarapan duluan saja. Tapi dia malah bilang bahwa dia belum lapar. Makanya Tante tinggal mandi dulu,” terang Tante Meily Ardi dan Bobby bagai tersengat lebah mendengarnya. Rasa panik memuncak seiring firasat buruk yang melintas di benak mereka, terlebih teringat apa yang telah terjadi kemarin, seusai pembicaraan dengan Om Danny. Saking kaget, Ardi setengah membanting garpu ke piring sehingga menimbulkan bunyi yang menarik perhatian serta decak kesal Para Tamu lain yang tengah menikmati sarapan di sekitarnya. Reaksi Bobby lebih parah lagi, kopi yang tengah disesapnya, tertumpah ke t-shirt polonya, meninggalkan noda campur rasa panas di sana. Di detik ini, firasat mereka mengatakan, ada yang tidak beres. “Dia nggak di suite? Kok bisa, sih, Tante?” Ardi segera bangkit berdiri. Selera makannya lenyap sudah. Tanpa disadarinya, nada suaranya ikut meninggi, membuat Tante Meily merasa disalahkan dan berusaha menekan rasa tersinggung campur kecemasannya. Tante Meily berusaha sabar dan memahami posisinya sebagai Orang yang berada satu kamar dengan Stephanie. Dia mencoba untuk mengerti keresahan yang melanda Ardi serta Bobby tentunya melebihi rasa gelisah yang memenuhi benaknya. “Kemarin itu Steph nggak mau ngomong apa-apa. Dia juga nggak mau keluar dari kamar. Dibujuk makan saja begitu susah biarpun Tante sudah pesankan makanan buat dia. Dia hanya mau menyentuh sedikit sekali. Itu juga kelihatannya karena enggak enak sama Tante. Tapi malamnya, Tante pikir dia sudah sedikit tenang. Atau mungkin.., sekarang ini dia sedang berada di suite-nya Ryan? Yang ini Tante belum cek, sih. Soalnya Tante lebih berpikiran bahwa dia turun kemari. Siapa tahu dia sudah kelaparan,” jelas Tante Meily hati-hati. “Tante sudah tanya sama Resepsionis hotel?” tanya Ardi, berusaha meredam kegundahannya. Ia langsung mendengus kesal kala melihat Tante Meily menggeleng ragu. “Kita ke atas deh. Siapa tahu Steph hanya keluar sebentar dari suite, mencari udara segar sambil jalan-jalan di thematic garden yang ada di roof top dan balik lagi saat Tante turun,” harap Ardi. “Ayo! Cepat kita cek!” seru Bobby sembari mendorong punggung Ardi. Mereka tidak menghabiskan santapan pagi mereka dan meningglkannya begitu saja. Secepatnya Ardi, Bobby dan Tante Meily menuju lift yang terletak tak jauh dari restaurant. Kepergian mereka diiringi tatap lega tamu hotel yang terganggu sedikit kehebohan yang mereka timbulkan. Begitu masuk ke suite yang ditempati Stephanie dan Tante Meily, Ardi dan Bobby memanggil-manggil nama Stephanie. Tante Meily mengecek ke kamar hingga kamar mandi. Malahan saking kalut, Tante Meily juga mengecek sampai ke lemari dan kolong tempat tidur segala. “Steph nggak ada,” kata Tante Meily sekembalinya dia ke ruang duduk. “Ya ampun, kemana dia sebenarnya?” Bobby mulai mengeluh. “Tante, tadi gimana ceritanya sih? Tahu-tahu Steph ninggalin Tante, begitu?” tanya Ardi. Terlihat benar betapa dia berusaha tenang. Tante Meily menyabar-nyabarkan hatinya, sekaligus berusaha keras meredakan rasa khawatir dan sesal yang menyerangnya serempak. Ia menggigit bibir. “Jadi begini. Tadi pagi Tante tanyai dia, mau sarapan di restaurant, atau di kamar? Soalnya Tante takut dia sakit. Apalagi kelihatannya dia juga masih down begitu. Dia bilang, di restaurant saja. Terus Tante lihat, dia mandi dan merias diri di depan kaca. Pas Tante mau mandi, dia tanya apa Tante melihat telepon selulernya. Tante bilang, enggak. Tante tawari untuk turun makan duluan saja. Dia menolak. Katanya, nanti saja,” papar Tante Meily. “Terus, Tante?” kejar Ardi tak sabar. “Waktu Tante selesai mandi, karena nggak melihat dia di kamar, Tante langsung cek ke ruang duduk sini, nggak ada juga. Tante pikir, mungkin dia berubah pikiran dan turun duluan. Makanya Tante balik ke kamar dan cepat-cepat berganti baju. Tapi Tante kurang yakin dan mengetuk suite kalian juga. Karena lama nggak ada sahutan, ya Tante langsung turun,” terang Tante Meily. “Aduh! Dimana sih dia? Coba aku cek di suite Ryan. Bisa jadi dia ngobrol sama Ryan karena lumayan lama nggak ketemu,” Bobby membalikkan badan. Ardi segera bertindak dengan menghalangi langkah Bobby. “Eng.., Kak Bobby, biar aku saja,” cegah Ardi, mengantisipasi hal yang tak diinginkan. Tante Meily menatap dengan resah, seolah baru tersadar akan sesuatu. “Tapi apa mungkin dia di sana? Tante mulai ragu.” Tante Meily setengah bergumam. “Kenapa, Tante?” tanya Ardi bingung. “Masa iya Steph tega mengobrol sama Ryan di suite? Bagaimana pun, suaranya pasti terdengar ke kamar, kan? Steph itu orangnya nggak enakan, dan sangat menjaga perasaan Orang lain. Jadi mana mungkin dia mengobrol di suite?” Tante Meily melempar kalimat retorik. “Memangnya kenapa, Tante?” Bobby mulai tak sabar. Tante Meily menghela napas dan menahannya sesaat sebeum mengembuskannya secara amat perlahan.  “Rasanya Om masih tidur deh. Tadi malam, Om itu menunggu Ryan balik ke otel. Lewat jam tiga pagi, dia baru balik ke hotel. Om sengaja nggak mau kasih tahu ke kalian, takut kalian cemas,” jelas Tante Meily. Wajah Bobby langsung merah padam. “Dasar anak itu! Benar-benar Minta dihajar dia! Sudah tahu keadaan sedang begini malahan carai gara-gara melulu!” Bobby memukul meja tamu dengan keras. Ardi menggeleng dan berkata pelan namun penuh ketegasan, “Kak, kita fokus sama urusan Steph dulu.” Tante Meily meninggalkan keduanya di ruang duduk dan sekali lagi memeriksa kamar dengan saksama. Tak sampai tiga menit kemudian, jeritnya terdengar, “Ardi! Bobby! Koper Steph juga nggak ada!” Hal yang tadi terluput dari pengamatannya. “Hah?!” sahut Ardi dan Bobby serentak, lalu ikut melongok ke kamar. “Apa ini?” Ardi memungut secarik kertas yang terjatuh dari meja rias dan membawanya keluar. Tanpa ba bi bu lagi Bobby segera menyambar kertas itu. Pikirannya sudah kacau balau. Badannya melesak di sofa ruang duduk. Dibacanya dengan pikiran penat. Tante Meily dan Om Danny sangat Steph sayangi juga Steph hormati. Maaf, Steph terpaksa pergi tanpa pamit. Steph perlu sedikit waktu buat mencerna semua kejadian ini. Setelah Steph bisa menerima dan berdamai sama semua ini, Steph pasti menghubungi Tante, Om, Kak Bobby, Kak Ardi, dan Ryan. Terima kasih Om, Tante, sudah banyak dibuat repot sama kami. Terima kasih juga telah mengurus keperluan kami selama di sini. Steph pasti jaga diri, jangan khawatir. Salam, Stephanie.   Air mata Tante Meily jatuh berderai. Pertahanannya runtuh sudah. “Tante ini memang nggak becus. Cuma sebentar jagain Steph saja bisa kecolongan. Maafkan Tante. Tante bisa terima kalau Om dan kalian marah besar ke Tante,” isak Tante Meily. Bobby terdiam. Jauh di lubuk hatinya, dia memang  ingin menyalahkan Tantenya ini. Hanya saja, dia belum menemukan pilihan kat ayang tepat untuk menegur Sang Tante. “Di..!” panggil Bobby kala tatapan mata mereka berdua bersirobok.   Ardi menghela napas dengan berat, “Tante..., saya nggak bisa ngomong apa-apa. Saya..”   “Kita kasih tahu Ryan sama Om sekarang,” Tante Meily berusaha tegar dan menghapus air mata yang masih membasahi pipinya. Wajahnya kini menampilkan kepasrahan, tampak menerima bila harus menghadapi kemarahan ataupun kemurkaan dari Empat Orang Laki-laki yang terdekat dengan Stephanie itu, disebabkan dia tak dapat menjaga Stephanie dengan baik, di saat Gadis itu dapat dikatakan berada di titik terendah. Sikap Pasrahnya Tante Meily itu juga demi menyamarkan was-was dan sesal yang mengentak di dadanya.   Steph, kamu kemana sebenarnya? Jangan perlakukan Tante seperti ini, Steph! Kamu itu pergi dalam keadaan kalut. Bagaimana Tante dan semuanya nggak khawatir? batin Tante Meily.   Melihat wajah tante Meily yang muram, akhinya Ardi tersapa rasa bersalah juga.   “Tante, maafkan saya. Nggak ada maksud untuk menyalahkan Tante,” ucap Ardi, lantas menepuk bahu Bobby dengan keras, seolah menyadarkan Kakaknya itu, bahwa tak sepantasnya mereka berdua menyalahkan Tante Meily. Bobby menatapnya tapa mengucapkan apa-apa. “Kita bagi tugas. Cari tahu apa dia langsung ke bandara atau sekadar pindah hotel. Siapa tahu dia ke kantor perwakilan Sheng Li,” kata Ardi. Tante Meily mengangguk. Dia sedikit terhibur dengan nada suara Ardi yang menenangkan. “Kalau begitu biar Om yang mengecek keberadaan Steph. Yang jelas, kalaupun dia ke sana, nggak mungkin sambil menyeret-nyeret koper. Dia pasti mencari hotel dulu. Tante mau ngecek ke Receptionist, sebetulnya dia ninggalin hotel jam berapa dan naik taxy apa. Semoga masih bisa terlacak,” usul Tante Meily yang tampaknya mulai tenang. Ardi menatapnya dengan pandangan penuh terima kasih. “Kita musti cepat, Di. Kamu bangunin Ryan, deh, sekarang. Kita cek berbagai kemungkinan dan kalau nggak ada petunjuk jelas soal keberadaan Steph, selekasnya kita ke bandara, sekalian mencari tiket buat pulang. Nggak peduli maskapai apa, dan kelasnya apa, yang terpenting yang tersedia saja. Itu tiket pulang yang kemarin, lupakan saja. Anggap hangus. Sekarang aku telepon Bi Sum dulu, biar menahan dia selama mungkin, kalau memang Steph sampai rumah nanti,” kata Bobby seraya bangkit dari duduknya. Ardi menggeleng dan berkata, “Jangan membuat panik Bi Sum dulu. Lagian, Steph paling benci kalau kita grubag-grubug, dan ujung-ujungnya hanya membuat malu keluarga sendiri. Ya, meskipun, Bi Sum sudah bukan orang lain, buat kita.” Lagaknya Ardi sok tenang, padahal sesungguhnya hatinya kebat-kebit luar biasa. * ^ *  Lucy Liestiyo  * ^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN