Sungguh aneh.
Kawanan burung prenjak di luar ruangan Daniel itu terus saja berkicau semenjak tadi pagi. Mereka tampak amat ekspresif dan itu terlihat dri balik kaca jendela. Sesekali, ada kalanya mereka beterbangan agak menjauh, untuk kemudian hinggap lagi di dekat jendela dan kembali berkicau dengan riangnya. Seolah-olah, mereka memang sengaja membawa pesan khusus saja kepada seorang Daniel.
Ibarat tindakan mencari perhatian yang secara konsisten dilakukan dengan Sasaran yang telah ditetapkan, adalah wajar bila hal itu membuat Seorang Daniel Marcello Sanjaya menjadi sedikit terusik, betapapun ia telah berusaha mengabaikannya sejak tadi pagi.
Daniel menatap sesaat ke arah luar dan mengangsurkan berkas yang baru ia tandangani kepada Serena, Sang Personal Assistant yang berdiri di depan mejanya.
Serena juga tahu arti pandangan heran Daniel, yang seperti tengah berkata kepadanya, “Tumben, hari ini kok banyak burung prenjak ya.”
Akan tetapi mengingat titipan permintaan dari Pak Adji, Sang Kepala bagian Procurement serta alangkah berarti dan berharganya waktu Sang Bos, Serena enggan berkomentar tentang sesuatu ha yang dianggapnya tidak penting dan bahkan dapat menyulut pembicaraan yang panjang itu.
Sementara di dalam diamnya, sebenarnya Daniel sedang berpikir, adalah hal yang normal jika burung prenjak hinggap di jendela rumah atau balkon apartemennya. Yang menjadikan hal tersebut tidak biasa di mata Daniel, adalah karena kawanan burung prenjak itu rajin benar mendekati jendela ruang kerjanya sembari memamerkan kicauan merdu yang saling bersahutan. Hanya saja, dia belum mengucapkannya secara verbal kepada Serena.
“Pak Daniel, Pak Adji mau berdiskusi dengan Bapak. Apakah Bapak ada waktu sebentar, sebelum Bapak berangkat meninjau pabrik sepatu di Tangerang?” tanya Serena segera.
Sang Personal Assistant menyebut pabrik yang sesuai rencana baru bulan depan akan resmi beroperasi, tetapi dalam kenyataannya telah mendapatkan beberapa job order untuk kegiatan produksi hingga beberapa bulan mendatang.
Maklumlah, Bos-nya adalah Seorang Daniel Marcello Sanjaya. Ya, Daniel Si Bos muda yang gercep dalam memanfaatkan segenap network yang ia miliki, sekaligus tak henti dalam memotivasi Divisi Marketing di segenap perusahaan yang ia pimpin. Para pelanggan lama yang sudah memgetahui reputasi perusahaan sejenis termasuk milik Pak Agustin Reynand Sanjaya, Papanya Daniel, yang mempunyai pabrik serupa di daerah Rungkut, Surabaya, juga bermaksud mengalihkan pemenuhan sebagian kebutuhan mereka ke pabrik yang baru tersebut. Tujuan Para Pelanggan tentu agar meminimalisir ongkos kirim dan memangkas waktu pengiriman, khususnya bagi repeat order mereka yang ada di kawasan Jawa Barat serta Sumatra.
Secara tak langsung, ini juga menguntungkan bagi grup perusahaan dari clan Sanjaya. Ke depannya, pabrik Sang Papa yang berada di daerah Rungkut, Surabaya, bisa lebih melebarkan sayap ke daerah Indonesia Timur, sementara pabrik baru Daniel dapat menggarap segmen pasar di daerah Indonesia Barat. Sinergi yang tepat.
Daniel berpikir sejenak sebelum balik bertanya pada Serena, “Soal apa?”
“Mengenai pembelian mesin bordir komputer untuk pabrik sepatu yang di Tangerang, Pak,” jawab Serena lancar.
Pas, pikir Daniel.
Maka Daniel menghela napas panjang dan menyahuti Serena, “Boleh. Sekarang saja, ya.”
“Baik, Pak Daniel. Saya panggilkan pak Adji sekarang.”
Serena mengangguk dan mohon diri dari hadapan Daniel.
Baru dua langkah dirinya bergerak menjauh dari meja Daniel, mendadak Serena menghentikan langkahnya. Gadis yang cukup modis itu seperti teringat sesuatu.
Daniel memergoki aksinya.
“Ada apa, Serena?” tanya Daniel.
Serena membalikkan badannya dan maju satu langkah.
“Itu Pak Daniel. Daftar anak asuh Pak Daniel yang akan berangkat untuk wisata yang di-organized sama Blessings sudah siap untuk diberikan ke Bu Aryani,” ungkap Serena. Ia menyebutkan nama Sekretaris Papanya Daniel. Pak Agustin memang sedari dulu telah meneruskan kebiasaan Omanya Daniel untuk membiayai pendidikan, keperluan harian hinga biaya pondokan bagi sejumlah Anak asuh.
Lantaran dirinya terbilang lumayan lama bekerja pada keluarga Sanjaya, Serena tahu bahwa jumlah para Anak Asuh itu kian bertambah seiring waktu. Malahan setahunya, kini banyak di antara mereka yang usianya telah melebihi Daniel. Banyak di antara mereka yang sudah mempunyai penghasilan yang bagus, memiliki karir yang baik, malah memulai usaha kecil-kecilan dan bahkan berbalik membiayai Saudara ataupun Orang yang sama sekali tak mereka kenal secara pribadi. Sepertinya mereka melakukan tindakan yang tepat, menduplikasi apa yang dilakukan oleh Keluarga Sanjaya.
Itu benar-benar hal yang membuat Serena bangga menjadi salah satu dari Pegawai di grup perusahaan Sanjaya.
Satu hal yang Serena tahu tetap tak berubah hingga saat ini. Yakni bahwa sampai sekarang mereka, para ‘Mantan’ Anak Asuh itu terus menyebut diri mereka dengan tulus sebagai : Anak asuhnya ‘Oma Magda’, Anak asuhnya ‘Pak Agustin’, atau ‘Anak asuhnya Brenda’, tanpa kata ‘mantan’. Tidak ada terkesan rendah diri atau gengsi. Sebaliknya mereka malah merasa bangga dan berterima kasih karena telah ditolong oleh Keluarga besar Sanjaya.
Dan begitu Daniel, Brenda serta Gina si Putri Bungsu dari Pak Agustin telah mempunyai penghasilan sendiri, Pak Agustin memang mewariskan kebiasaan baiknya untuk membiayai Anak asuh pada mereka bertiga. Beberapa Anak asuh Daniel yang sekarang, dulunya sepenuhnya dibiayai oleh Papanya, sedangkan selebihnya memang benar-benar baru.
Diam-diam terselip rasa senang di benak Serena. Pasalnya, penambahan jumlah Anak Asuh Daniel itu sebagaian besar merupakan hasil pencarian dan risetnya sebagai Sang Asisten Pribadi yang dapat diandalkan, ditambah pula dengan informasi yang ia dapatkan dari kanan kiri.
“Oh, kasih saja kalau begitu,” sahut Daniel tanpa beban.
Serena tidak serta merta berlalu atau mengiakan.
“Pak Daniel nggak mau cek lagi sebentar, sebelum saya kasih ke bu Aryani? Soalnya, ini kan berbeda dengan yang berangkat untuk wisata rohani tempo hari,” sahut Serena untuk mengonfirmasi.
Daniel menggelengkan kepalanya.
“Enggak perlu. Malah saya minta, tolong kamu padatkan jadwal saya di bulan-bulan ini. Supaya pekerjaan saya lebih cepat selesai,” jelas Daniel mantap.
Betapa itu sebuah penegasan bahwa dirinya tak perlu mengurusi hal seremeh itu.
Daniel segera teringat bahwa sekian hari lalu saja, di antara kesibukannya, ia masih menyanggupi permintaan Raymond untuk memberikan kejutan ulang tahun yang berkesan bagi Brenda Sang Kakak. Dan meski hatinya ikut larut dalam suka cita perayaan tersebut, susah untuk disangkal, bahwa pada kenyataannya hal itu cukup menyita waktunya.
Sebabnya jelas. Dirinya kan harus menyediakan waktu khusus untuk latihan, demi penampilan yang terbaik. Sebab, dia bukan hanya menyanyi solo dan memainkan piano pada malam itu, tetapi juga berduet dengan si Tamu kejutan yang tak lain merupakan Teman lamanya Brenda saat mengikuti sebuah ajang pencarian bakat. Semua demi Brenda. Demi perayaan ulang tahun yang berkesan buat Brenda.
Serena manggut-manggut tanda mengerti.
“Baik kalau begitu Pak. Bapak jadi cuti, ya?”
Sang Asisten Pribadi melempar kalimat retorik.
Daniel menyahut dengan anggukan gamang.
Bagaimana tidak? Load pekerjaannya saat ini sedang banyak-banyaknya, sementara informasi seputar keberadaan Inge, masih tetap simpang siur dan sulit untuk dikonfirmasi.
Ia menengarai bahwa Pak Victor sepertinya masih meragukan niat baiknya untuk memperbaiki hubungan dengan Inge, sehingga enggan memberikan dirinya nomor telepon yang bisa dikontaknya. Sempat Daniel berpikir, mungkinkah ada alasan lain yang tidak diketahuinya?
Namun ujung-ujungnya dia toh mahfum bahwa itu hanyalah teka-teki yang lebih masuk akal kalau dipecahkan melalui, pembicaraan empat mata lagi, secara langsung. Sayangnya, sejauh ini jadwalnya belum kunjung ‘nyambung’ dengan jadwal dari Pak Victor.
Urusan pertemuan yang tertunda itu sejatinya tak lepas kaitannya dari seorang Inge Nastasia Wijaya. Ya, Inge yang merupakan Putri tunggal Pak Victor itu juga Tunangan Daniel. Mantan Tunangan, persisnya.
Satu dua detik bayangan paras Inge melintas tanpa diundang.
Sontak Daniel tersenyum kecut begitu terkenang pertunangan yang hanya berusia kurang dari dua jam itu. Ya. Kurang dari dua jam! Inge, secara dramatis memutuskan pertunangan mereka gara-gara cemburu buta dan sakit hati. Si Putri Tunggal dari trah Wijaya itu salah paham akibat sikap super dominannya sendiri, yang mengatur semua detail pesta pertunangan mereka, dan hebatnya.. tanpa setahu Daniel, menunjuk Mantan Pacar Daniel, sebagai organizer yang mengurus acara pertunangan mereka yang dibuat super eksklusif dan super duper rahasia!
Daniel menelan ludah yang terasa pahit.
Fiuuh..! Itu betul-betul malam yang paling random buatku. Bayangkan, ketemu sama Mantan, yang sudah lama putus tetapi nggak pernah ketemu atau berkomunikasi, dan tahu-tahu sudah jadian sama Abang dari Sahabat dekatku sendiri! Mana putusnya dia sama aku juga aneh dan agak menggantung, pula! Siapa yang nggak shock dan terdorong ingin meminta penjelasan begitu kami kebetulan ketemu, coba? Pikir Daniel jemu. [1]
Daniel menggoyang-goyangkan kepalanya, bagai hendak mengusir semua pemikiran yang membebaninya tersebut.
“Masuk, Pak!” seru Daniel kemudian, kala mendengar ketukan di pintu ruangannya. Bayangan Sesosok tubuh terlihat di balik pintu kaca ruangan kerja Daniel.
Lantaran memahami keterbatasan waktu yang Daniel miliki, Pak Adji segera mendorong pintu kaca yang agak gelap tersebut. Ia mengangguk santun, dan melangkah cepat ke meja Daniel, mengucap terima kasih dan segera menarik kursi di depan meja kerja Daniel kala Daniel mempersilakannya duduk dengan gerakan tangannya. Pak Adji meletakkan laptopnya dalam keadaan terbuka, persis gaya Seseorang yang siap untuk melakukan sebuah presentasi.
“Langsung saja, Pak,” kata Daniel cepat.
Pak Adji kembali mengangguk.
Pak Adji menggeser posisi laptop sehingga layarnya menghadap ke arah Daniel. Tanpa basa-basi, Pegawai Senior itu menguraikan keunggulan dua jenis mesin bordir keluaran terbaru yang ditawarkan oleh PT Sheng Li Industries, yaitu Jia dan Hao, lengkap dengan perbandingan mesin sejenis yang pada saat ini digunakan di pabrik Papanya Daniel, maupun di pabriknya sendiri. Demi memperjelas data yang ia paparkan, Pak Adji meng-klik sejumlah testimoni dari para Pengguna mesin merk tersebut di beberapa negara.
“Kita bisa banyak berhemat soal harga, ya. Tambahan mesin yang di-indent sekarang kan, masih buatan Jepang semua. Sedangkan yang ini, keluaran Tiongkok,” gumam Daniel sembari menempelkan telunjuk ke bibir, menimbang-nimbang degan cermat.
Huh, tapi dia takkan seberani itu, mempertaruhkan kualitas produk yang dihasilkan pabrik barunya. Baginya, tiada waktu untuk testing the water. It’s too risky.
Daniel mencemati semangat Kepala Bagian Procurement yang setiap tahun selalu menyabet predikat sebagai Karyawan teladan, sekaligus Departemen terbaik di kategori cost down berdasarkan perbandingan budget versus actual yang disajikan oleh bagian Keuangannya.
Baru sebentar Pak Adji melakukan pembahasan dengannya saja, Daniel langsung tertarik dengan apa yang diterangkan oleh Pak Adji. Sebabnya jelas, Pak Adji ini bisa dibilang Manusia paling lempeng, walau bekerja di posisi ‘basah’ tersebut. Loyalitas seorang Pak Adji sungguh tak perlu diragukani olehnya. Tak heran. Pasalnya dia ini kan pernah mencicipi rasanya menjadi ‘Anak didik’ secara langsung dari Seorang Pak Agustin, di saat mudanya dulu.
“Ada testimoni atas dua mesin ini, Pak? Dari perusahaan yang berada di Indonesia, maksudnya,” tanya Daniel, yang segera dijawab Pak Adji dengan menyebutkan dua buah perusahaan clothing line terkenal yang kerap memakai Celebgram dan Youtuber terkenal untuk mengendors produk mereka.
“Annalita Trishia Fashion sama Bernard Apparel?” Daniel mengulang keterangan Pak Adji.
Pak Adji menganggukinya.
“Benar Pak Daniel. Baru itu yang saya tahu. Kedua perusahaan itu memakai label Hao, yang masuk ke Indonesia di enam bulan terakhir ini. Sedangkan untuk jenis Jia, baru dipasarkan tiga bulan lalu. Penggunanya kebanyakan adalah Pelaku industri rumahan di daerah Jembatan Lima dan sekitarnya,” terang Pak Adji.
Daniel manggut-manggut.
Saat itu lah, telepon seluler Pak Adji berbunyi.
Daniel mengisyaratkan agar direspon saja.
Pak Adji memperhatikan sesaat dan berkata, “Hanya sms kok, Pak. Yanty memberitahu bahwa Marketingnya Sheng Li Industries sedang menunggu saya di ruang tamu.”
Dari rencana untuk berkomentar “Ooo,” tiba-tiba saja Daniel mengubahnya menjadi, “Pasti dia mau follow up penawarannya ke kita, kan? Suruh Yanty mengantarnya kemari saja. Supaya kita bisa langsung bertanya secara detail, kepadanya.”
Sesaat Pak Adji tertegun. Takjub. Bagaikan Seseorang yang menemukan sebuah shortcut!
“Baik, Pak. Segera,” sahut Pak Adji antusias.
Benar-benar mirip Seseorang yang mendapat celah untuk membereskan pending issues.
Daniel mesem kecil.
Ya, Daniel tahu, sebagai bagian Procurement, Pak Adji memang bertanggung jawab penuh untuk memenuhi permintaan pembelian barang, baik yang merupakan Capital Expenditure maupun non Capital Expenditure, sesuai spesifikasi, anggaran dan waktu pengadaaan yang diajukan oleh semua Departemen di Perusahaannya. Tak heran, selain akan terus dikejar oleh semua Departemen yang mengajukan permintaan pembelian barang, sebelum kebutuhan mereka terpenuhi, dia pun pasti akan di-complain habis-habisan jika kualitas barang yang dibeli tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh mereka.
Daniel memerhatikan saat Pak Adji mengetik pesan teks pada stafnya.
Pesan teks itu segera terkirim, dan berbuah ketukan di pintu ruangan Daniel, tidak sampai tiga menit kemudian.
Pak Adji lekas mengambil inisiatif. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan untuk membukakan pintu kaca ruangan Daniel. Dan detik itu pula, Daniel sukses terbengong, menatap Gadis yang berdiri di ambang pintu, di sebelah Yanty.
*
^ * LUCY LIESTIYO * ^
[1] LL : Kisah Percintaan Daniel, Ferlita, mantan pacarnya dan Inge, mantan tunangannya ada di story IN BETWEEN