PROLOG
Bagi perempuan pecinta n****+ romansa dan Drama Korea, wajar bila mereka memiliki kriteria yang tinggi dalam memilih pasangan. Karena biasanya mereka dihadapkan dengan karakter yang sempurna dalam karya fiksi yang ia nikmati. Sama halnya dengan Raline – yang bahkan sadar jika dia hanya gadis biasa-biasa saja, namun ingin memiliki pendamping minimal seperti Song Jong Ki, atau lebih baik tidak sama sekali.
Raline turun dari taksi saat ia sampai di sebuah café semi outdoor yang siang ini cukup ramai. Ia segera memesan makanan dan minuman, sebelum akhirnya naik ke lantai dua yang suasananya lebih sepi. Raline memilih kursi pojok, dekat dengan jendela. Sebagai gadis introvert, hatinya memang selalu tergerak untuk memilih lokasi yang paling sepi dan tidak disorot banyak orang.
Raline melihat layar ponselnya yang menunjukkan notifikasi panggilan masuk dari Lucas. Raline tebak, pasti pria itu sudah sampai di rumahnya sekarang. Raline tersenyum miring, dan seketika teringat dengan sebuah n****+ romansa yang ia baca beberapa hari lalu.
“Gimana coba cara aku bisa kabur dari perjodohan itu? Nggak mungkin kan selamanya aku harus umpet-umpetan begini sama Lucas? Apalagi Bunda sama Ayah juga di pihak dia. Apa perlu aku cari pacar gadungan buat bikin Lucas mundur? Tapi nyari di mana? Masalahnya tampangku pas-pasan gini, nggak ada yang bakal mau juga kan kalau aku suruh cuma-cuma? Kalau pakai duit, nggak punya juga. Bisa nggak sih dapat satu cowok yang bisa nolongin aku secara gratisan? Om-om juga nggak apa-apa. Kalau perlu duda deh biar lebih meyakinkan, kelihatan kayak mau segera diajak ke jenjang yang lebih serius sekalian,” celoteh Raline.
“Mama!!!”
Samar, Raline mendengar suara teriakan seorang anak perempuan. “Duh, emang dasar ya. Anak umur segitu pasti lagi berisik-berisiknya. Tapi ini kan tempat umum. Lagian ngapain sih emaknya kok anaknya sampai teriak gitu?” gumam Raline yang merasa terganggu.
“Mama! Mama lihat Cinta, Ma! Cinta di sini!”
Raline hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menoleh singkat ke arah anak kecil yang sedang berlari dari arah tangga itu. Masalahnya, kenapa anak itu berlari ke sini?
“Permisi. Ini, Kak pesanannya. Saya- eh!” Seorang pelayan yang membawakan pesanan Raline tanpa sengaja menumpahkan milk shake milik Raline ke baju seorang anak yang tadi menyenggolnya.
“Ahhh! Dingin! Yah, Ma, baju Cinta kotor,” rengek anak itu. Raline menyerit menatap anak mungil yang usianya sekitar lima atau enam tahun itu. Kok dia di sini?
‘Memang Mama nya siapa, sih?’ bingung Raline.
“Mama,” panggil gadis cilik itu sambil menatap Raline dengan tatapan sendu.
“Hah?” Raline melongo. Dia tidak salah dengar? Anak ini memanggilnya Mama?
“Mama marah, ya, karena minuman Mama tumpah?” tanya anak itu. Raline gelagapan. Kenapa tiba-tiba anak itu terlihat seperti akan menangis?
‘Waduh, jangan sampai orang-orang pada salah paham, nih. Lagian di mana sih emaknya? Kenapa malah jadi nempelin aku gini sih nih bocah?’
“Mbak, ini milkshake nya nanti saya ganti ya. Dan soal anaknya. Ini-“
“Eh dia bukan-“ Raline segera menyela ucapan pelayan itu yang mengira anak ini adalah anaknya. Tentu bukan! Raline masih perawan tingting. Jangankan anak. Suami saja dia tidak punya.
“Cinta!”
Sepertinya masalah akan menjadi semakin rumit. Raline menyadarinya saat manusia aneh di sekelilingnya kembali bertambah. Kali ini, seorang pria berkemeja putih yang langsung bersimpuh di hadapan anak kecil bernama Cinta itu. Bisa Raline tebak, dia pasti ayahnya.
“Papa, Cinta nggak sengaja numpahin minuman Mama. Sekarang Mama marah sama Cinta, Pa,” adu anak itu, yang sontak membuat pria itu menatap Raline.
“Eh bukan saya. Saya nggak-“
“Bisa kita bicara setelah ini? Saya harus membersihkan putri saya terlebih dahulu,” potong pria itu dengan nada yang mengintimindasi, sehingga membuat Raline tidak kuasa untuk menolak.
‘Mampus!’ jerit batin Raline.
Ia tidak mungkin akan terkena masalah serius hanya karena kesalahpahaman seperti ini, kan? Di sini ia tidak salah apa-apa, loh. Tapi, mengingat milk shake Raline lah yang mengotori anak itu, bisa jadi ayahnya salah paham dan mengira Raline yang bersalah di sini, kan? Melihat dari pakaian ayah dan anak itu, sepertinya mereka bukan orang sembarangan. Jadi, sebaiknya Raline tidak terlibat masalah dengan mereka. Akan lebih baik kalau ia meluruskan masalah ini, sebelum semuanya menjadi runyam.
“It- itu … boleh saya bantu membersihkannya? S- saya pemilik minuman yang ditum- maksudnya tumpah dan mengenai putri Anda,” ucap Raline.
Pria itu berdiri sambil menggandeng putrinya. “Baik. Kalau begitu, tolong bantu Cinta melepas bajunya di kamar mandi, sementara saya akan mengambilkan baju gantinya di mobil!”
“Eh?” kaget Raline. ‘Kok ngelunjak?’
“Ayo, Ma!” seru anak bernama Cinta itu, sambil berpindah ke sisi Raline dengan senyum cerahnya.
Raline baru saja akan proter saat lagi-lagi dirinya dipanggil ‘Ma’. Namun, tatapan pria di hadapannya membuat Raline buru-buru mengurungkan niatnya.
“Saya akan jelaskan nanti. Sekarang, tolong jaga Cinta dulu selagi saya ke bawah, ya!” pintanya.
“B- baik,” jawab Raline. Setelah itu, pria tersebut beranjak pergi meninggalkan Raline dengan putrinya – Cinta.
“Ma, ayo! Kata Papa kan Cinta harus segera membersihkan ini,” ucap Cinta. Raline menatap gadis cilik itu. Dirinya masih berniat untuk protes dengan panggilan itu. Tapi, melihat keadaan Cinta yang cukup menyedihkan, akhirnya Raline hanya dapat menghela napas pasrah dan menggandeng anak itu menuju ke toilet tanpa banyak bicara.