Lee Joana dan Fascinator

1694 Kata
Pukul 09.13 pagi, suhu udara sekitar -1ºC. Televisi menyiarkan berita. Dari kamar utama, terdengar pembaca berita membacakan naskah secara menggebu-gebu. "Nona Lee Joana. Pewaris satu-satunya keluarga Lee, memberikan jawaban mengejutkan saat ditanya reporter tentang rencana pernikahannya.” Beberapa detik kemudian, layar menampilkan wajah Joana, yang terlihat tak ramah. “Menikah? Makanan apa itu? Kalian gila? Mau kupecat? Berhenti menanyakan hal bodoh, dan perhatikan saja bisnisku!” Layar kembali menampilkan pembaca berita yang berkulit pucat dan tampak kaku. “Begitulah jawaban tidak biasa dari pewaris Lee Joana, reaksi publik sangat heboh akan pernyataan itu. Seperti diketahui, Nona Jo dikenal sebagai orang yang mengerikan, sombong....” Televisi dibinasakan sebelum pembaca berita menyelesaikan naskahnya. Setelah melempar Remort ke sofa, Tuan Lee Gunwo, ayah dari orang yang baru saja diberitakan di televisi itu menghela nafas. Dengan agak kesal pemilik rumah megah itu berjalan ke arah kamar putrinya. Ada 4 pelayan di depan pintu kamar. Semua pelayan membungkuk dan menundukkan kepala. “Selamat pagi Tuan.” Ucap para pelayan serentak. “Dia belum bangun?” “B-belum Tuan, Nona ...” “Aughh! Anak itu!” Tuan Lee mendekat ke arah pintu, para pelayan mundur beberapa langkah dari tempat mereka berdiri. Tok! tok! “Jo! Bangun!” Tuan Lee mengetuk beberapa kali, namun belum ada tanda-tanda kehidupan dari dalam kamar putrinya itu. “Joana! Lee Joana! Bangun!” Sama sekali tak ada jawaban. Tuan Lee menatap salah satu pelayan. “Ambilkan lonceng!” Perintahnya. “T-tapi Tuan, Nona akan marah jika ...” “Ambilkan sekarang!” “B-baik Tuan.” Tak lama pelayan datang membawa lonceng berukuran agak besar, dan memberikan kepada Tuan Lee. Criiiiinggg ... Kliiingg ... Kliiinggg ...! Bunyi lonceng memekakkan telinga. 4 pelayan yang berdiri di depan pintu kamar, menutup kupingnya. “Aishh! Iya, Aku bangun, berhenti membunyikan lonceng! Sial, berisik sekali.” Terdengar suara dari dalam kamar. Tuan Lee mengangguk. Salah satu pelayan mengambil kunci cadangan lalu membuka kamar tuan putri. “Ah, Ayah ... Tak bisakah berhenti bermain dengan lonceng itu? Bikin sakit telinga.” “Aku akan menghentikannya, jika kau bisa bangun lebih awal dan tidak memecat pelayanmu saat membuka pintu untuk membangunkanmu!” “Hoam, apa lagi sekarang? Ini masih pagi Ayah.” Jo menggaruk kepalanya dan menyembunyikan wajahnya di balik bantal. “Kau tanya apa lagi? Lihat berita pagi ini. apa yang kau lakukan saat wawancara pembukaan?” “Aku? memangnya Aku melakukan apa?” Jo masih bergulung di balik bantalnya, matanya masih terpejam, Tuan Lee menarik bantal yang di peluk Jo dengan kesal. “Ayah!” "Sudah Ayah bilang, jangan bicara yang tidak-tidak di depan media!” “Ayah, jangan dipikirkan, para reporter itu sudah gila, pembukaan perusahaan malah menanyakan pertanyaan sampah. Menikah? Aku tidak gila sampai mau menikah!” “Jo, hentikan tingkahmu ini! Kau tidak mau menikah? Kau pikir Ayah setuju?” “Buat apa menikah! Menikah itu hal bodoh!” “Dengar Jo, jika kau tidak menemukan laki-laki pilihanmu, Ayah akan menikahkanmu dengan Jinyoung. Sebaiknya kau bersiap untuk itu.” Sang ayah berlalu meninggalkan kamar putrinya. Joana melempar selimut dengan kesal. Mata hitamnya menyorot ke arah pintu. “Pelayan!” Jo berteriak, semua pelayan berhamburan masuk dan berbaris di depan Joana. “Siapa yang memberikan lonceng pada Ayahku?” Semua pelayan tertunduk ketakutan. Tak ada satupun yang berani bicara. “Aku tanya Siapa!” Salah seorang pelayan maju dengan gemetar sambil mengangkat tangannya. "M-maaf Nona, saya..." “Hah... Jangan perlihatkan wajahmu lagi di depanku, Kau dipecat. Pergi sana!” "Tapi Nona, Tuan Lee yang..." Buk! sebuah bantal mendarat tepat ke wajah pelayan tersebut. Joana mengambil bantal lain dan bersiap untuk melempar. Bibi Kim menatap pelayan itu, lalu menggelengkan kepalanya, pertanda jangan memberikan pembelaan. Pelayan itu berlari keluar kamar, sambil menangis, dan pelayan yang lain masih tertunduk kaku. “Bibi Kim! Ponselku!” “Ini Nona.” Bibi Kim, Kepala Pelayan dengan wajah ramah itu, memberikan ponsel ke Joana sambil tersenyum. “Sekretaris Kang. Datang ke sini dalam 5 menit!” Setelah bicara dengan singkat, Jo menutup ponselnya, dengan cepat dia melemparkan ponsel di tangannya ke Bibi Kim, dan ponsel tersebut bisa ditangkap dengan selamat. 5 menit kemudian Sekretaris Kang tiba, dengan buku catatan yang tak pernah absen dari tangannya. Setiap mendapat panggilan dari Joana, isi kepalanya mulai kalut. Karena Joana hanya memberinya penderitaan dan masalah tanpa henti. “Selamat pagi Nona.” Sekretaris Kang membungkuk. Jo duduk di meja riasnya. Mengelus *Fascinator merah hati dengan aksesoris jaring hitam disekeliling topi tersebut. “Sekretaris Kang. Segera cari tahu reporter yang menulis dan memberitakan hal konyol tentangku pagi ini." “Nona, kita tidak bisa memecatnya, para direktur mengeluh tentang anda yang selalu memecat orang yang bahkan bukan dari grup kita.” “Baiklah, berikan daftar nama para direktur yang mengeluh itu.” “Nona, jika mereka dari grup kita tidak masalah, tapi anda memecat karyawan orang lain.” “Bos mereka yang memecat, bukan Aku.” “Tapi anda mengancam para bos untuk menarik investasi jika tidak melakukan apa yang anda inginkan, ini sangat tidak baik, anda...” “Sekretaris Kang!!” “B-baik Nona, Aku akan mencari tahu siapa reporter itu, kalau begitu aku permisi.” “Tunggu!” Sekretaris Kang terhenti. Nafasnya tercekat lalu perlahan berbalik. “Sekretaris Kang, Fascinator ini bagus bukan? Bagaimana jika aku memakainya dengan stelan hitam?” Sekretaris Kang menatap Fascinator yang sejak tadi dielus oleh Joana. “Fascinator dengan stelan hitam? Dia mau kepemakaman?” “Sekretaris Kang!” “B-bagus Nona. Itu akan terlihat bagus dengan stelan hitam.” “Ok. Get out!” Sekretaris Kang melesat dengan kecepatan cahaya. Dia tak ingin berlama-lama satu ruangan bersama Jo. Wanita ini bisa menyebabkan penuaan diri. Sekretaris kang tak ingin ambil resiko, mendapati berbagai macam keriput sebelum waktunya. *** Jo berdiri di ambang pintu perusahaan. Menatap sekeliling. Matanya dilapisi kacamata hitam dengan ukuran setengah dari wajahnya. Bibir merah menyala, Warna lipstick kesukaannya. Seketika ruangan itu berubah menjadi suram. Langkah kaki dari sepatu boots 15 cm nya mengintimidasi orang-orang. Belum lagi stelan hitamnya, tentu saja tak ketinggalan fascinator merah hati berjaring hitam. Dia seperti malaikat maut. Lebih tepatnya malaikat maut yang glamor. Sekretaris Kang yang baru keluar dari lift menghela nafas frustasi. “Gila. Dia benar-benar mau kepemakaman?” batinnya. Sekretaris Kang segera menunduk, dengan senyum yang dipaksakan. “Selamat siang Nona.” “Sekretaris Kang, dia artis baru?” Jo menunjuk ke arah pukul 3. Tampak seorang pemuda tampan dengan senyum indah, sedang duduk dan mendengarkan arahan sutradara. “Benar Nona, dia sedang naik daun, kita mendapatkannya dengan negosiasi bagus.” “Dia bersih? Tak punya skandal apapun kan?” “Bersih. Amat sangat bersih.” Sekretatis Kang tersenyum menunjukkan barisan giginya yang hampir tidak rata. “Justru kau yang selama ini selalu bikin skandal. Dasar malaikat maut gila.” Sekretaris Kang menggerutu dalam hati. “Kau berpikiran buruk tentangku?” Joana menatap tajam Sekretaris Kang dari balik kacamata hitamnya. “T-tidak Nona. Saya selalu memikirkan hal yang baik. Tidak pernah memikirkan hal buruk.” “Awas saja Kau. Ok Fine. Jika dia terlibat skandal, langsung pecat saja. Aku benci orang yang punya skandal. “Baik Nona.” Sekretaris Kang mengutuk. Namun kata-katanya tak pernah keluar. Teredam dan tersembunyi di dalam kepalanya yang paling dalam. “Maaf bisa kasih saya jalan? saya harus membawa minuman untuk para staf.” Seorang pemuda yang entah datang dari mana, berdiri di belakang Jo dengan menenteng beberapa gelas kopi di kedua tangannya. Jo berbalik, menatap pemuda itu dari ujung rambut hingga kaki. Seolah mesin scene yang melakukan tugas menganalisis objeknya. “Sekretari Kang, dia siapa?” “Ah, saya Wooseok, Park Wooseok, asisten sutradara Song. Nona, anda mau kopi?” Woosek agak mendekat dan menyodorkan kopi ke arah Joana. “Wooseok, Wooseok, Park Wooseok, kau mau mati? Jauhkan benda ini dariku! Aku benci baunya!” “Anda tidak suka kopi? Maaf Nona.” Woosek mundur beberapa langkah. Sejenak Wooseok terperangah menatap wajah Joana, sesuatu menarik perhatiannya. “Fascinator.” Gumam Wooseok. “Wah, Kau tau Fascinator? Kau mengerti fashion ternyata.” “Ah, tidak Nona, Aku mengetahuinya dari adikku. Tapi Nona siapa? Apakah artis?” “Kau tidak mengenalku?” Sekretaris Kang langsung kalut. Dia mendekati Jo dan berbisik. “Anu, Nona, dia hanya pekerja paruh waktu, anda tidak bisa memecatnya hanya karena tidak mengenali anda. Kita harus pergi, sebentar lagi ada Meeting.” Sekretaris Kang dengan susah payah memberi kode kepada Wooseok untuk segera pergi. Alih-alih mengerti, Wooseok malah melongo. “Berapa lama kau bekerja di sini?” “Baru beberapa hari Nona.” Sekretaris Kang menepuk keningnya, dia mengambil handphone dan bersiap memanggil kuasa hukum yang selalu menangani masalah Joana. “Kau tidak mengenaliku? Di rumahmu tidak ada televisi? Kau tak baca majalah?” “M-maaf Nona, Aku tidak sempat melakukan itu semua, hampir semua waktuku digunakan untuk bekerja.” Wooseok tersenyum lugu. Sekretaris Kang sudah memencet nomor telepon Pengacara. “Good. Teruslah begitu, Aku lebih nyaman dengan orang yang tak mengenalku.” Joana berlalu, Sekretaris Kang terdiam. buku catatan yang sejak tadi dia pegang, terjun bebas dari tangannya yang kedinginan. "Halo, Sekretaris Kang. Masalah apa lagi kali ini?" terdengar suara dari handphone yang digenggam Sekretaris Kang. "H-halo, maaf Pengacara Kim, tidak jadi." Sekretaris Kang segera menutup teleponnya lalu menatap Wooseok tak percaya. "Tukang kopi, dikehidupan sebelumnya kau pasti sudah berjasa untuk negara." Sekretaris Kang menepuk-nepuk pundak Wooseok yang tidak tau apa-apa. "Kang Juri! Kau masih belum bergerak juga?" Joana berteriak di depan lift sambil melipat tangannya. "Maaf Nona." Sekretaris Kang berlari dengan kecepatan penuh lalu memencet tombol lift. Joana masuk dan berbalik. Matanya tertuju ke arah Wooseok. Bibirnya tersenyum sinis. Wooseok mematung. Secara spontan menatap Jo, mereka terus menatap hingga pintu lift tertutup. "Nona itu pasti artis terkenal. Cantik sekali, bahkan lebih cantik dari Seulgi." Wooseok tersenyum lalu berjalan riang membawa tentengan kopinya. Sementara itu di dalam lift. Joana menyeringai. "Tak mengenalku katanya? lucu juga. Senyumnya khas orang bodoh. Wajahnya... Hm... lumayan, khas wajah orang bodoh." Joana terus saja tersenyum. Hingga akhirnya dia tertawa terbahak-bahak. Sekretaris Kang bergidik ngeri. Terus saja menatap angka yang berganti di dinding. berharap angka itu segera berhenti dan pintu lift segera terbuka. ---------------------- Ctt : *Fascinator : Topi miring khas bangsawan inggris, biasanya ditambah asesoris bulu dan jaring.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN