"Huekk!" Joana muntah turun begitu dari mobil. Dia benar-benar mabuk berat dan tak sadarkan diri.
Wooseok menghela nafas beberapa kali, "Joana, sadarlah!" Wooseok menepuk-nepuk pipi Joana. Namun, wanita itu malah tersenyum dan terhuyung. Wooseok menangkap Joana. Jo jatuh tepat di pelukannya lalu tak kehilangan kesadaran sepenuhnya, "Ya ampun. Merepotkan saja."
Wooseok terpaksa menggendong Joana dengan susah payah. Sesampainya di kamar, Wooseok membaringkan Joana ke tempat tidur. Wooseok mengerutkan dahi lalu nenutup hidungnya. Pakaian Joana kotor karena muntahan, riasannya berantakan, dan baunya tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
"Hah! wanita ini benar-benar. B-Bibi Kim! Bibi Kim kau dimana?"
Wooseok berteriak dari dalam kamar, mendengar teriakan Wooseok Bibi Kim segera masuk ke kamar sambil berlari, "Ya ampun, Nona! kenapa bisa berantakan seperti ini?" Bibi Kim segera memeriksa keadaan Joana dan melepaskan sepatu Joana, "Kebiasaan mabuknya memang tak berubah. Tuan, tolong lepaskan pakaian Nona, aku akan mengambil air dan handuk untuk membersihkan Nona."
"M-melepaskan pakaiannya? t-tapi aku ..."
"Ah, Tuan Wooseok tidak kuat dengan baunya ya? kalau begitu bisa minta tolog ambilkan air hangat dan handuk? semua pelayan sudah di asrama mereka, dan ..."
"B-Baik, aku ambilkan," Wooseok segera bergegas pergi, "Apapun itu asal jangan melepaskan pakaian. Yang benar saja,"
Beberapa menit kemudian, Wooseok kembali ke kamar dengan air dan handuk di tangannya, "Bibi Kim, ini ..." Wooseok terbelalak, Bibi Kim sudah melepaskan pakaian Joana, kini Joana hanya mengenakan kain putih tipis, tubuh mulusnya terekspos di depan Wooseok. Dengan cepat Wooseok berbalik dan menutup matanya, "I-Ini air dan handuknya," ucap Wooseok gugup.
"Terimakasih, Tuan."
Mendapat air dan handuk, Bibi Kim segera membersihkan wajah dan tubuh Joana. Wooseok agak mengintip, lalu menutup matanya lagi, "K-Kalau begitu, aku permisi dulu,"
"Tuan," Wooseok yang tadinya hendak melangkahkan kaki, seketika terhenti, "Tuan mau kemana? sebentar lagi selesai. Tunggu saja, sebentar lagi Tuan sudah bisa istirahat di samping Nona."
"T-Tapi aku harus pulang," Wooseok menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Pulang kemana? Tuan tak mau menemani Nona saat mabuk?"
"I-Iya, aku temani."
Karena tak enak dengan Bibi Kim, Wooseok akhirnya tak punya pilihan lain selain menunggu, "Jika Bibi Kim sudah pergi, aku bisa pulang. Untuk saat ini tunggu saja," batin Wooseok, dia duduk dengan gelisah di tempat tidurnya, alias sofa yang merupakan wilayah Wooseok, dengan susah payah Wooseok menahan diri untuk tidak melihat kearah Joana.
Hampir lima belas menit berlalu, Bibi Kim berdiri lalu membereskan semua kekacauan yang dibuat Joana, "Tuan, sudah selesai. Tuan sudah bisa istirahat sekarang," ucap Bibi Kim lalu langsung keluar kamar dan menutup pintu.
"Hah, akhirnya selesai juga," Wooseok bernafas lega. Perlahan Wooseok berdiri untuk kembali ke rumahnya. Namun, magnet kearah Joana sepertinya sangat kuat. Wooseok tak jadi melangkah kearah pintu, dia malah perlahan mendekati Joana. Menatap wanita itu yang masih dalam pengaruh alkohol. Joana berbalik ke kiri dan ke kanan, lalu meracau.
"Sialannn! berani-beraninya menentangku. Mati saja kalian! Mati! aku pecat kalian semua, hoam ..."
"Pfft ..." Wooseok spontan terkekeh mendengar ocehan Joana, "Kapan dia bisa berhenti memecat orang dan menyuruh orang lain mati? dalam keadaan mabuk saja sifat gilanya tidak berubah."
Wooseok menggelengkan kepalanya. Dia menatap Joana lebih lama lagi, lalu berkedip dan memutuskan untuk beranjak pulang ke rumahnya. Namun, tiba-tiba Joana menggenggam tangan Wooseok.
"Jangan pergi ..." Joana bergumam dalam tidurnya. Setetes air mata mengalir dari sudut mata Joana. Wooseok terpana menatap Joana. Wanita di depannya ini, wanita kaya yang angkuh. Wanita gila yang kasar ini terlihat seperti wanita rapuh yang sangat membutuhkan kasih sayang.
"Kau selalu begini. Kadang menangis, kadang tertawa, kadang bicara yang tidak-tidak dalam tidurmu, sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan?" Wooseok menatap Joana tanpa berkedip, tangannya tanpa sadar menggenggam tangan Joana erat, beberapa detik kemudian Wooseok menggelengkan kepalanya, "Siall. Kenapa aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Bagaimana jika aku benar-benar jatuh cinta pada wanita gila ini?"
"Jangan pergi, hiks ... jangan tinggalkan aku ..."
Joana makin mengeratkan genggaman tangannya. Wooseok membatu tak bergerak. Perlahan Wooseok mengusap air mata yang jatuh di wajah Joana. Wajah ini tanpa riasan itu, mampu menbuat Wooseok melemah, tak bisa beranjak walaupun dia ingin.
"Aku bisa apa kalau sudah begini? wanita sombong ini mampu merebut segalanya dengan kekuasaannya. Hidupku dan sekarang hatiku."
Wooseok akhirnya duduk di samping Joana. Wanita itu meneteskan air mata sekali lagi, Wooseok menyeka air mata tersebut dengan lembut, "Lee Joana. Aku disini. Aku tak kan pergi."
***
Keesokan harinya.
"Hoam ... hmm ... lapar," Joana membuka mata dan tiba-tiba ... "Aaaa!"
"Aaaa! a-ada apa? perampok? kebakaran?"
"Aaaa!" Bukk!
TBC