Keesokan hari, arunika mengintip malu-malu dari balik gorden bergaya bohemian berwarna putih di samping ranjang Joana. Joana menggerakkan kelopak matanya, dia terbangun memegangi kepalanya yang serasa seperti kejatuhan beton, "Ahh, lapar," gumam Joana. Ketika dia kan menggerakkan tangan kanannya, Joana merasakan sesuatu. Dia menggelengkan kepala dan fokus menatap ke samping. Ternyata tangannya masih menggenggam erat tangan Wooseok. Joana mengedip-ngedipkan matanya mencoba melihat dengan jelas.
"P-Panda? a-apa yang ..." Joana terbelalak, "Aaaa!"
Joana berteriak. Wooseok yang tetidur seketika terlonjak, "A-ada apa? ada perampokan? kebakaran?" Wooseok panik.
"Aaa!" Joana terus berteriak. Buk! sebuah bantal mendarat ke kepala Wooseok. Tak hanya bantal, selimut dan guling ikut ambil bagian, dan buk! benda terakhir yang dilempar Joana, langsung membuat Wooseok sempoyongan dan pandangannya berubah manjadi gelap. Bagaimana tidak, gawai terbaru dengan layar enam inci, dan memakai pelindung keras, berhasil mendarat ke dahi Wooseok menghasilkan bunyi yang tak main-main. Wooseok seketika tumbang.
***
Tuan Lee sudah kembali dari luar kota, dan kini Tuan Lee, Joana dan Wooseok makan siang bersama. Tuan Lee memperhatikan Wooseok dengan seksama. Melihat ada yang tak beres, Tuan Lee menaruh sendok ke piringnya, untuk lebih fokus menatap Wooseok.
"Wooseok, kenapa dengan kepalamu? kau baik-baik saja? sepertinya kepalamu bengkak,"
"Pfftt ..." Joana tiba-tiba terkekeh. Dia menyemburkan makanannya dari mulutnya dan mulai tertawa terbahak-bahak, "Ayah ... hahaha pertanyaan yang bagus, uhuk," Joana terbatuk, namun dia masih terus cekikikan.
"Jo, kau kenapa? kenapa menyemburkan makanan dari mulutmu? jorok sekali."
"Hahaha. Ayah ... si Panda itu ... hahaha, Ayah selalu bilang aku keras kepala, kan? tapi Ayah tahu definisi keras kepala yang sebenarnya? hahaha," Joana tertawa sambil memegangi perutnya, membuat tuan Lee keheranan. Tuan Lee tak pernah melihat Joana. tertawa lepas seperti ini selama dia bisa mengingat.
"Wooseok, sebenarnya ada apa?" Tuan Lee akhirnya kembali bertanya kepada Wooseok, karena tak mendapatkan jawaban jelas dari Joana.
"Tidak ada apa-apa, Ayah. Aku baik-baik saja,"
"Baik bagaimana? kepalamu jelas bengkak begitu, apa yang terjadi? Jo, berhenti tertawa, sebenarnya apa yang terjadi?"
"Ayah ... lihat ponselku, hahaha," Joana mengeluarkan gawai dari sakunya dan menunjukkan gawai tersebut ke Tuan Lee.
"Ponselmu? kenapa layarnya bisa retak begini?"
"Si Panda itu. Hahaha, kepalanya hebat sekali. Ayah pernah melihat ponsel retak setelah menghantam kepala seseorang? aku melihatnya, ponselku retak Ayah, hahaha ponselku ..."
"Jadi kepala Wooseok ... Jo kau melempar suamimu dengan ponsel!? kau benar-benar keterlaluan!"
"Aku tidak sengaja, aku benar-benar tidak sengaja dan hasilnya menakjubkan hahaha,"
"Ck, ck, ck, bocah ini. Wooseok kau sudah kerumah sakit? atau aku panggilkan dokter Choi segera kemari, untuk memeriksamu."
"Aku baik-baik saja, ayah, ini hanya memar biasa. Sudah diobati, beberap hari lagi bengkaknya juga akan hilang."
"Hahaha, aku tak bisa makan lagi, aku harus ke kamar, uhuk, uhuk," Joana tertawa sambil terbatuk, membuat Tuan Lee menggelengkan kepalanya, "Ya ampun, ponsel mahalku jadi retak begini, kasihan sekali," Joana memasukkan kembali gawai ke sakunya dan berlalu sambil terus tertawa.
"Bibi Kim, dia tak salah minum obat, kan? dia tak pernah tertawa seperti itu sebelumnya."
"Ini berkat Tuan Wooseok. Terimakasih Tuan Muda sudah bisa membuat Nona terlihat hidup. Biasanya dia seperti boneka horor. Dia pemarah, wajahnya selalu tak ramah dengan aura menyeramkan. Tapi sekarang, dia bisa tertawa seperti itu, Tuan Muda memang hebat," Bibi Kim mengacungkan jempolnya kearah Wooseok.
"Terimakasih Wooseok," Tuan Lee menepuk pundak Wooseok, "Akhirnya aku bisa pergi dengan tenang karena ada seseorang sepertinya yang mendampingi putriku,"
Wooseok hanya tersenyum, "Tetap saja kepalaku yang jadi korban. Tak disangka dia bisa sesenang itu melihat ponselnya rusak, aku membuatnya tertawa dengan mengorbankan diriku, tapi ... kenapa aku malah senang seperti ini? ya ampun, aku benar-benar sudah gila "
***
Hari ini Wooseok berada di LJ Entertainment. Sekretaris Kang menyuruhnya datang ke kantor untuk memberikan sesuatu. Wooseok berjalan agak gugup, karena takut bertemu orang yang mengenalinya. Tapi kegugupannya percuma saja, tak ada satu orang karyawan pun yang memperhatikan, bahkan para orang yang dia kenal saat dia masih bekerja di LJ Entertainment berusaha menghindarinya. Setelah Wooseok berhenti, tersebar gosip bahwa Wooseok dipecat karena menentang CEO Lee. Maka dari itu, orang-orang yang dulunya mengenal Wooseok tak ingin berhubungan dengannya lagi. Mereka takut kesialan Wooseok juga berimbas ke mereka jika mereka masih berteman dengan Wooseok. Wooseok memaklumi hal itu, dia terus berjalan menaiki lift menuju ruangan Sekretaris Kang.
Tok, tok, tok. Wooseok mengetuk pintu ruangan Sekretaris Kang.
"Masuk!" terdengar suara melengking laki-laki itu dari dalam ruangan. Wooseok kemudian membuka pintu, lalu segera masuk ke ruangan.
"Sekretaris Kang, kenapa menyuruhku ke kantor?"
"Ah Wooseok, ini ..." Sekretaris Kang memberikan sebuah amplop kepada Wooseok.
"Ini apa?" tanya Wooseok tak mengerti.
"Apalagi? sudah berapa bulan kau bekerja disini? kau lupa tanggal gajianmu setiap bulan? ah, kedepannya buat rekening saja, biar kau tak perlu ke kantor. Aku tak mungkin memberikan gajimu di rumah. Bahaya, ada Tuan Lee. jika ketahuan aku akan dibunuh oleh Nona gila itu."
Wooseok menghela nafas, entah mengapa dia menjadi kesal setelah melihat amplop gajinya, "Benar juga. Aku tak ada arti apa-apa di mata Joana. Statusku sebagai suaminya hanya merupakan pekerjaan. Siall aku hampir lupa diri."
"Kenapa melamun begitu. Ya sudah, aku masih ada pekerjaan. Jika kau masih mau disini silahkan saja. Tapi, jangan membuat keributan yang bisa bikin Nona naik darah, kau mengerti, kan?"
Sekretaris Kang kembali sibuk dengan pekerjaannya. Wooseok keluar dari ruangan Sekretaris Kang lalu menyandar ke dinding. Dia menggenggam amplop di tangannya erat, "Aku tak bisa melakukan ini lagi. Aku dan Joana secepatnya harus bercerai. Kalau tidak ... aku akan jadi korban lagi. A-Aku sepertinya benar-benar menyukai si Gila itu. Tapi, dia masih menganggapku seperti sampah. Sebelum terlambat ini harus diakhiri."
Wooseok bergegas menuju ruang kerja Joana. Dia sudah bertekad untuk menyelesaikan pekerjaan gilanya hari ini. Dia tak ingin menjadi karyawan dengan jabatan suami, lagi.
Sesampainya di ruangan Joana, Wooseok langsung membuka pintu, "Jo. Aku harus bicara sesuatu," ucap Wooseok begitu masuk ke ruangan Joana.
"Brengsekk, jangan ganggu aku. Jika perlu apa-apa, urus saja dengan Sekretaris Kang," balas Joana tanpa melihat kearah Wooseok. Joana menempatkan kepalanya di atas meja, dengan mata terpejam.
"Aku harus bicara langsung denganmu! ini masalah penting!" Wooseok meninggikan suara.
"Sudah kubilang, bicara saja ke Sekretaris Kang!" Joana mengangkat kepalanya, lalu berdiri membelakangi Wooseok.
"Lee Joana!" Wooseok hampir meledak. Namun, tiba-tiba Wooseok terdiam. Dia memperhatikan Joana. Wooseok merasa ada yang tidak beres. Joana memang ketus seperti biasa. Namun, nada suaranya berubah. Wooseok mendekati Joana dan menatap wajah wanita itu. Wajah Joana pucat dan tangannya agak gemetar.
"J-Jo .. kau baik-baik saja? kenapa wajahmu pucat sekali?" Wooseok mengulurkan tangannya hendak menyetuh wajah Joana.
"Kau ini apa-apaan!" Joana menepis tangan Wooseok, "Aku baik-baik saja. Untuk apa kau kemari sebenarnya? Pergi dari sini!"
"Tidak. Kau sepertinya tidak baik-baik saja. Wajahmu pucat dan kau gemetar. Kita harus ke rumah sakit sekarang!"Wooseok berusaha merangkul Joana.
"Sudah kubilang, aku ... a-akh!" Joana memegangi perutnya. Dia tampak kesakitan, hampir saja Joana ambruk, beruntung Wooseok menangkapnya dengan cepat.
Wooseok seketika panik, "Jo, kau kenapa?" tanya Wooseok sambil memeriksa keadaan Joana.
Joana mendorong Wooseok menjauh darinya, matanya berkunang-kunang. Dia tak bisa melihat Wooseok dengan jelas, "Jangan sentuh! s-sudah kubilang, aku baik-baik saja."
"Argh! dasar keras kepala!" Wooseok menangkap tangan Joana yang berusaha menepisnya. Tanpa basa basi Wooseok langsung menggendong Joana, dan bergegas keluar sambil berlari.
"B-Bodoh. Apa yang kau lakukan, t-turunkan aku ... akhh!" Joana berkeringat menahan sakit yang dideritanya.
Wooseok semakin cemas. Dia mempercepat larinya dan segera memasuki lift, "Bertahanlah Jo. Aku disini, aku akan membawamu ke rumah sakit."
Joana berusaha melihat wajah Wooseok. Namun, wajah itu semakin samar. Perlahan wajah Wooseok menghilang bersamaan dengan kesadaran Joana. Joana tampak tersenyum, dan akhirnya tak sadarkan diri di pelukan Wooseok.
"Jo, bertahanlah. Semua akan baik-baik saja. Tetap bersamaku,"
Begitu pintu lift terbuka, Wooseok berlari sekuat tenaga. Semua mata kini menatap kearah mereka. Sekretaris Kang yang sedang berada di lantai dasar terbelalak melihat Wooseok berlari sambil menggendong Joana.
"Sekretaris Kang! siapkan mobil!"
TBC