Joana berkeliling di sekitar ruangannya, berpikir dengan hati-hati lalu menatap sekretaris Kang.
"Belum ada kabar dari sibodoh itu?" sekretaris Kang menggeleng dengan gugup.
"Dia tak mendatanginmu? kau sudah cek dengar benar? b******k! jangan-jangan kau melewatkan panggilan?"
"Belum ada Nona, aku selalu mengecek panggilan masukku, Wooseok belum ada menghubungi sama sekali."
"Hebat juga. Baiklah mana berkasnya, akan kutanda tangani."
"T-tapi Nona..."
"Sekretaris Kang, kau mulai lagi. Berhentilah berbelas kasihan kepada orang lain. Itu yang membuatmu selalu miskin."
Sekretaris Kang memberikan sebuah berkas dengan cemberut, sementara Joana tersenyum sumringah, lalu menandatangani berkas itu dengan lancar.
"Beres."
***
"Wooseok, kenapa masih di rumah? tidak bekerja hari ini?"
Seorang wanita berusia 50an, mengetuk kamar Wooseok. Wanita sederhana dengan senyum ramah tersebut merupakan ibu dari Park Wooseok, dia yang telah memakai seragam mini market dan bersiap untuk berkerja, terhenti tatkala melihat Wooseok masih di kamar. Tak biasa Wooseok masih di rumah jam segini.
"A-aku sedang ada jadwal siang bu," ucapnya dari dalam kamar.
"Baiklah, jangan lupa sarapan, ibu ke mini market dulu."
Sekitar dua puluh menit, Hye Ja ibu Wooseok telah tiba di tempatnya bekerja, dia langsung mengambil sapu dan pel, bersiap membersihkan lantai.
"Bu Hye Ja," seseorang mendekat, orang itu adalah manager mini market, entah mengapa tangannya mengepal dan tampak gugup.
"Ada apa Pak?" Hye Ja menaruh peralatan bersih-bersihnya, lalu mendatangi manager tersebut.
"Maaf, tapi bos bilang Ibu tidak bisa bekerja lagi mulai hari ini."
Wanita itu kaget, dia berusaha mengingat-ingat kesalahan apa yang dia lakukan, namun, dia tidak menemukan apapun.
"Apa alasannya? saya melakukan kesalahan?"
"Tidak, h-hanya saja, kami tidak membutuhkan tenaga Ibu lagi. Maaf, ini bayaran untuk bulan ini, dan terimakasih atas kerja samanya selama ini."
Manager itu menyerahkan sebuah amplop lalu pergi meninggalkan Hye Ja. Ibu dua anak itu menghela nafas lemah, tapi dia tak bisa berbuat apa-apa.
***
Setelah berputar seharian di sekeliling kota, Wooseok akhirnya pulang menghela nafas lelahnya. Tak ada pekerjaan hari ini. Tepatnya, tak ada yang mau memperkerjakan dirinya. Wooseok menatap kantong plastik yang dibawanya sejak tadi. Isi bawaan itu adalah sepatu baru untuk Hanbi. Hasil dari pesangonnya setelah dipecat menjadi asisten sutradara.
"Setidaknya uangnya cukup untuk membelikan Hanbi sepatu, Tuan Putri, tunggu Oppa pulang, Oppa bawa sepatu baru untukmu."
Wooseok mempercepat langkahnya, sambil tersenyum lembut. Tak sabar ingin segera tiba di rumah.
Beberapa meter dari rumahnya, Wooseok melihat pemandangan yang membuatnya geram. "b******k!" Wooseok berlari sekuat tenaga, hingga hampir terjungkal.
"Tuan jangan usir kami, kami akan bayar secepatnya, tolong beri kami waktu." Ibu Wooseok berlutut di depan Tuan Rumah, sambil memohon, semua barang-barang mereka dilempar keluar, keadaan kacau, Hanbi bahkan pucat karena ketakutan.
"Tidak ada kesempatan lagi. Bibi, kesempatanmu sudah habis, karena rumah ini sudah terjual dengan harga tinggi. Keluarkan semua barang-barang mereka, cepat!" Tuan Rumah itu memerintahkan anak buahnya untuk beraksi.
"Tuan kalau kami diusir kami mau tinggal dimana? tolong beri kami waktu... Akhh!"
Ibu Wooseok di dorong, beruntung Wooseok datang tepat waktu dan menangkap ibunya yang hampir terjatuh.
"Apa-apaan kalian! kenapa bersikap kasar kepada ibuku?!"
"Oppa! mereka menghancurkan barang-barang kita, hiks..." Hanbi mulai menangis, Wooseok menggenggam tangan Hanbi, lalu berdiri di depan Hanbi dan ibunya.
"Kenapa kalian melakukan ini? Aku akan bayar sewanya! beri aku waktu seminggu."
"Ya ampun, orang miskin ini, tidak ada lagi waktu untukmu!"
"T-Tuan, beri kami waktu, aku mohon...." Ibu Wooseok menggosok-gosokkan tangannya memohon agar tidak mengusir mereka.
"Ibu, hentikan! kenapa harus memohon seperti itu?" Wooseok menggenggam tangan ibunya.
"Angkat semua barang mereka dari sini!" Pemilik rumah memerintahkan anak buahnya, Wooseok mencoba menghalangi sambil melindungi ibunya dan Hanbi.
Buk! Wooseok mendapat satu pukulan di perutnya.
"Oppa!" Hanbi berlari kearah Wooseok, namun perusak itu hampir memukul Hanbi serta ibunya, Wooseok segera melindungi mereka, hasilnya mereka menghajar punggung Wooseok habis-habisan.
"Tolong hentikan, jangan pukul lagi, jangan pukul anakku!" Ibu Wooseok mencoba berteriak, sementara Hanbi makin menangis.
"Aish, Kenapa di sini kacau sekali!!!"
Seseorang berteriak dengan suara melengking, membuat pemilik rumah terdiam, dan para anak buahnya menghentikan pukulan mereka.
"N-Nona, Nona kenapa anda bisa sampai di sini ?" Pemilik rumah membungkuk, anak buahnua ikut berbaris dan semua membungkuk dengan serentak.
"Apa yang kau lakukan di sini? kenapa kau membawa anak buahmu yang kampungan itu?"
"M-maaf Nona, kami berusaha mengeluarkan penyewa rumah ini sebelumnya, karena anda telah membeli rumah ini, kami akan mengosongkan rumah ini, merapikan dan menyiapkannya sebaik mungkin untuk anda," Pemilik rumah itu tersenyum dengan bangga.
"Apa aku memerintahkanmu?"
Joana menatap tajam. Tatapannya mampu membuat pemilik rumah tersebut gugup dan berkeringat dingin.
"N-Nona... Aku hanya..."
Plak! Joana menampar laki-laki tersebut. Dia terdiam. Semua anak buahnya pun tak bergerak sama sekali.
"Kau... apa otakmu hanya hiasan? kau tidak bisa berpikir? kapan aku menyuruhmu mengosongkan rumah ini? dasar B O D O H!" Joana memukul kepala pemilik rumah tersebut sebanyak lima kali, sesuai dengan huruf yang di ejanya.
"Enyah kalian dari sini!"
"B-Baik nona, permisi," mereka membungkuk beberapa kali dan meninggalkan tempat kejadian sambil berlari tanpa menoleh ke belakang lagi.
Wooseok yang menyadari siapa yang datang merasa heran sekaligus lega karena terbebas dari pemilik rumah yang kasar. Tapi yang dia hadapi sekarang lebih berbahaya dari preman manapun. Saat ini dia harus berhadapan dengan orang gila yang melakukan apapun sesuka hatinya tanpa memikirkan orang lain.
"Oppa... i-itu kan..." Hanbi terbelalak, dia menghapus air matanya, lalu menggosok matanya beberapa kali. "Itu Nona Joana, Wonderful Lady, icon of fashion!" Hanbi terlonjak, dia mencubit pipinya beberapa kali, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Joana tampak begitu glamor, dandanan kelas tinggi yang selama ini dikagumi Hanbi.
"Hanbi kenal dia? Wooseok dia siapa? kenapa pemilik rumah langsung kabur saat melihatnya?" Ibu Wooseok kebingungan, Dalam kebingungan mereka, Joana tiba-tiba mendekat. Lalu tersenyum seolah tak terjadi apapun.
"Halo, Ibu... perkenalkan, Aku calon menantumu."
TBC