PART. 7

700 Kata
"Pacar Lo?" "Ibuku." "Kok Ami?" "Itu panggilan untuk ibu." "Oooh ... Lo anak Mami ya, sudah jadi Om-Om masih diperhatikan ibu Lo." "Meski sudah jadi kakek, anak tetap anak bagi orang tuanya." "Hmmm ... iya juga sih. Oma sering ngomelin Mommy, padahal Mommy sudah tua. Nenek juga kadang suka marahin Daddy. Tapi, Opa tidak pernah marah. Mommy disayang sekali sama Opa, dan Papah Dirga. Daddy juga tidak pernah marah sama Mommy, meski kadang sikap Mommy menjengkelkan." "Kalau kamu, pasti sering dimarahi, iya'kan?" "Tidak pernah sama sekali. Semua sayang sekali sama gue. Gue cucu perempuan satu-satunya dari keluarga Mommy. Sepupu, dan saudara gue laki-laki semua." "Pantas saja manja." "Hey, gue tidak manja ya!" Adis memukul lengan Juna dengan kuat. Membuat Juna meringis jadinya. "Kamu pemarah sekali! Tidak bagus perempuan pemarah, jauh jodoh!" "Gue baru sembilan belas, mantan gue sudah puluhan. Lo, sudah tiga puluh, kok belum nikah, Lo yang jauh jodoh! Ganteng, kaya, tapi tidak laku!" Cerocos Adis. Adam terdiam, hatinya teringat lagi akan rasa cintanya pada Asifa. Mobil Adis datang, diparkir supir Adam, di depan mobil Adam. "Mobilmu datang. Pergilah, kalau sudah transfer kabari saja aku." Tatapan Adam lurus ke depan, ia bicara tanpa menatap wajah Adis. Adis menatap Adam, karena nada suara, dan sikap Adam yang berubah dingin. "Bagaimana gue mengabari Lo, kalau gue tidak punya nomer Lo." "Di nota dari bengkel ada nomer telpon kantorku. Sekretarisku yang akan menjawab telponmu." "Oke, bye Om. Semoga kita tidak akan pernah bertemu lagi." Adis ke luar dari dalam mobil Adam. Adam juga ke luar dari dalam mobilnya. Supir Adam masuk, dan duduk di belakang setir. Adam duduk di samping supirnya. Mobil Adis bergerak maju. "Ke rumah orang tuaku, Pak." "Baik, Mas." Supir Adam membawa mobil menuju rumah Adrian. Adam sangat penasaran, ada apa sebenarnya sehingga Aminya meminta ia pulang. 'Apakah ini masih ada hubungannya dengan Adis Arinda Kamila? Gara-gara gadis itu, hidupku jadi terganggu. Tak selamanya membantu orang menghasilkan sesuatu yang baik. Ya, mungkin karena aku membantu dia berbohong. Hhhhh ....' *** Sementara Juna menuju rumahnya, Adis menepikan mobilnya, karena ponselnya berbunyi. "Mommy ...." "Ya Tuhan, Adis. Ribuan kali Mommy telpon kenapa tidak dijawab!?" "Ribuan? Baru juga lima kali, Mom." "Iiih! Bikin kesel deh. Kenapa telpon Mommy tidak dijawab!?" "Ponselnya ketinggalan di mobil, Mommy. Adis lagi ada urusan, lupa bawa ponselnya." "Urusan apa? Kamu di mana sih?" "Adis lagi di jalan, nanti di rumah Adis ceritakan. Sudah dulu ya, Mom. Assalamualaikum." "Walaikum salam. Langsung pulang, jangan mampir-mampir lagi!" "Iya, Mommy. Iya ...." Adis mematikan ponselnya, lalu melanjutkan perjalanan. Tidak terbersit sedikitpun dalam hatinya. Kalau kebohongannya bersama Adam sudah menjadi masalah yang besar, dan melibatkan kedua keluarga. Tiba di rumah, Adis terbengong-bengong, karena berkumpul di ruang tengah. Daddy, dan Mommynya. Opa, dan Omanya. Adis menyalami semua yang ada di sana. "Ada apa?" Tanyanya bingung. "Duduk!" Juna menunjuk sofa yang masih kosong. Dengan jantung berdegup kencang, dan hati berdebar, Adis duduk di sofa yang ditunjuk Juna. "Jelaskan tentang ini, Dis!" Juna memperlihatkan sebuah video di layar ponselnya. Adis menatap video di layar ponsel Daddy-nya dengan tanpa berkedip. 'Ya Tuhan, aku belum sampai rumah. Beritanya sudah sampai duluan. Ini salah Lo, Om. Kenapa sih, gue harus berurusan dengan orang terkenal seperti Lo.' "Adis, kami semua menunggu penjelasanmu, Sayang." Suara lembut Dimas membuat Adis menatap Opanya itu. Adis menarik nafas, lalu ia hembuskan perlahan. "Sebentar ya, Opa. Adis pikir dulu, harus mulai ceritanya darimana." "Mulai saja, dari perkenalan kamu dengan Adam Lazuardi itu, Dis!" Seru Dinda yang sudah tidak sabar ingin mendengar penjelasan putrinya. "Mommy masih ingat dengan Kemal, pria beristri yang mengejar Adis. Yang waktu itu pernah Adis ceritakan." "Iya, Mommy ingat, apa hubungannya dengan Adam Lazuardi, Dis?" "Begini, Tante Yola, istrinya Kemal berpikir, kalau Adis yang mengejar suaminya, dengan tujuan ingin memoroti hartanya. Waktu itu, Adis bertemu di rumah makan. Adis terpaksa sembunyi di salah satu mobil di parkiran. Karena Si Tante itu sudah tahu mobil Adis yang mana. Adis tidak ingin ribut." Adis menarik nafasnya sesaat. Ditatap wajah semua yang ada di hadapannya satu persatu. "Lanjutkan, Dis." "Sabar, Mommy. Adis tarik nafas dulu, berpikir dulu, mengingat kronologis kejadiannya seperti apa." "Hhhh ... jangan mulai sinetron banget deh." "Iiiih Mommy! Sabar dong." Wajah Adis cemberut karena didesak Dinda untuk bercerita. BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN