Hati Sakit

1085 Kata
"Jika bertahan hanya membuat sakit, mungkin berpisah jalan terbaik." ***   Jika dari awal rumah tangganya hanya diliputi kebohongan percuma saja, dia mempertahankanya juga. Hilya sudah mulai lelah dengan sikap suaminya. Semakin lama dirinya semakin terpojokan di rumah mewahnya. Belum lagi adik iparnya yang selalu mencibirnya. Hilya sudah sangat tertekan di rumah ini.   Di jalan Hilya merasa kepalanya benar-benar pusing saat ini, penglihatannya mulai mengabur. Semua terasa berputar-putar dipandangannya.   "Astagfirullah, kenapa kepalaku. Sakit sekali ya Allah," ucap Hilya memegangi kepalanya. Lama- kelamaan ia pun tidak sadarkan diri. ****     Hilya bangun dari pingsannya. Ia bingung dimana ia saat ini, "dimana aku sekarang?" tanya Hilya bangun dari duduknya sambil memegangi kepalanya.  Ia mengamati seluruh ruangan di rumah ini, ia duduk di sofa masih dengan keadaan pusing.   "Mbak, udah bangun?" ucap seorang wanita tua membawa teh di tangannya.    "Ka ... Kamu siapa?" kata Hilya mencoba memfokuskan penglihatannya yang masih buyar.   "Diminum dulu, Mbak," ucap wanita itu menyodorkan teh tadi. Hilya menerima teh tersebut dan meminumnya. Kemudian memberikan lagi kepada wanita itu.   "Saya, Halimah, Mbak. Tadi, Saya menemukan Mbak pingsan dipinggir jalan. Saya nggak tahu harus bawa Mbaknya kemana, jadi, saya memutuskan untuk membawa Mbak ke rumah saya," ucap wanita berhijab panjang nyaris menutup seluruh tubuhnya. Sepertinya, wanita ini seorang Ustadzah.    "Terimakasih, bu sudah membantu Saya. Kenalkan saya Hilya," Hilya menyodorkan tangannya untuk berkenalan. Dirinya sudah agak enakan sekarang.    "Mbak kenapa bisa pingsan seperti tadi? Oh iya, Mbak ini tasnya. Sepertinya, Mbak juga bukan korban perampokan, karena tas Mbak masih ada. Coba cek isinya Mbak," kata Halimah memberikan tas tersebut kepada Hilya. Lantas Hilya pun mengecek tasnya. Benar, tidak ada barangnya yang hilang sedikitpun. Berarti benar tadi dia pingsan Karena kepalanya yang sakit tiba-tiba.    "Alhamdulillah, Bu. Barang saya masih utuh semua," jawab Hilya setelah mengecek tasnya.   "Lalu, kenapa Mbak bisa pingsan di jalan tadi, untung saya langsung menemukan Mbaknya disana. Saya takut jika tadi saya tidak datang, ada orang yang berniat jahat kepada Mbak. Apalagi, Mbak masih muda, cantik juga," ucap Halimah lagi.   "Saya tadi tiba-tiba pusing di jalan, Bu. Setelah itu nggak tahu lagi gimana," jawab Hilya     "Mbak ini apakah sudah menikah atau belum? Kalau sudah suaminya kemana, Mbak? Maaf Saya lancang bertanya seperti itu," ucap Halimah penasaran.    "Saya, suami saya kerja, Bu. Kami menikah atas dasar kebohongan. Awalnya saya tinggal di desa lalu diajak ke Jakarta, ternyata suami Saya sudah memiliki istri pertama disini," kata Hilya menundukan kepalanya lemah. Halimah bersimpati dengan wanita yang ada di depannya ini.   "Astagfirullah, Mbak. Terus, sekarang Mbaknya gimana?" tanya Halimah kasihan.    "Awalnya saya mencoba untuk mempertahankan rumah tangga saya, Bu. Tapi semakin lama saya mulai lelah. Adik ipar saya selalu menuduh Saya perusak rumah tangga Kakaknya, dia bilang saya pelakor. Dia menjebak saya untuk berselingkuh, sehingga suami Saya marah dengan Saya. Saya rasanya ingin pisah, Bu tidak kuat dengan rumah tangga yang seperti ini. Belum lagi suami saya lebih sering mementingkan istri pertamanya, Bu. Saya ingin berpisah, tapi saya takut jika Ayah saya tahu dia bisa kecewa." Tangis Hilya sudah tidak bisa terbendung lagi, dia benar-benar lelah saat ini. Ingin rasanya mengakhiri, tapi Cintanya dan Ayahnya membuatnya berfikir dua Kali untuk bercerai.    "Astagfirullah, sabar ya, Mbak. Sebaliknya jika memang, Mbak sudah tidak sanggup mempertahankan rumah tangga, Mbak boleh mengajukan gugatan cerai." Halimah mendekat ke arah Hilya mengusap punggungnya.    "Saya takut dosa, Bu. Saya takut Allah murka karena perceraian Saya."   "Mbak, cerai itu dibenarkan jika di dalam rumah tangga tersebut hanya ada mudharatnya. Jika perempuan itu meminta cerai karena hal tersebut, diperbolehkan. Asalkan diselesaikan secara baik-baik dan tetap menjaga tali silaturahim."    "Masalahnya, suami saya nggak mau menceraikan saya, Bu. Dia bilang dia butuh saya untuk memberikan keturunan. Saya bukan mesin pencetak anak untuk dia. Saya ingin diperlakukan seperti istri sesungguhnya dan hanya satu-satunya. Memang suami saya royal dalam memberikan hartanya tapi, batin Saya tidak bahagia bu. Harta tidak menjamin seseorang bisa bahagia, yang saya butuhkan adalah kasih sayang dan rasa cinta sehingga saya merasa dilindungi," ucap Hilya menghapus air matanya.    "Mbak, berpisah itu dibolehkan. Talak hukumnya bisa menjadi wajib jika ada madzarat yang menimpa salah satu dari suami atau istri, yang hal tersebut tidak bisa dihilangkan kecuali dengan talak.  Sebenarnya, istri boleh saja menggugat cerai suami. Namun harus ada alasan yang jelas terlebih dahulu. Jika tidak ada alasan yang jelas, maka menggugat cerai haram bagi istri. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW berikut: “Siapa saja perempuan yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas perempuan tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud). Meskipun keputusan cerai ada di tangan suami, jika pengadilan atau hakim menyetujui gugatan cerai dari pihak istri, maka hakim bisa memaksa suami untuk menjatuhkan talak pada istrinya. Karena menurut saya alasan, Mbak  jelas untuk bercerai karena suami, Mbak yang sudah tidak jujur dari awal, serta perlakuan suami, Mbak yang selalu menyakiti, Mbak. Mbak bisa menggugat cerai suami Mbak." kata Halimah memberikan Saran untuk masalah Hilya.   "Bukankah perceraian itu haram,Bu?" tanya Hilya dengan suara paraunya.    "Ada kalanya perceraian yang dilakukan memiliki hukum haram dalam Islam. Hal ini terjadi jika seorang suami menceraikan istrinya pada saat si istri sedang haid atau nifas, atau ketika istri pada masa suci dan di saat suci tersebut suami telah berjimak dengan istrinya. Selain itu, seorang suami juga haram untuk menceraikan istrinya jika bertujuan untuk mencegah istrinya menuntut hartanya. Tidak hanya itu, diharamkan juga untuk mengucapkan talak lebih dari satu kali. Penetap syariat terhadap istri yang  menuntut lepas dari ikatan nikah tanpa alasan yang diperbolehkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dari hadits Tsauban radhiallahu ‘anhu, أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الَجنَّةِ. “Perempuan (istri) mana saja yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan yang diperkenankan, maka haram baginya mencium wangi surga.” (Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud no. 2226, at-Tirmidzi no. 1187, dan selain keduanya, dinyatakan sahih oleh al-Imam al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi.) ‘alasan yang tidak diperkenankan’ seperti tersebut dalam hadits, مَا بَأْسٍ غَيْرِ مِنْ? Yaitu, si istri meminta cerai bukan karena dia berada dalam suatu kesempitan atau kesulitan yang sangat yang memaksanya untuk meminta berpisah. (Tuhfah al-Ahwazi, Kitab ath-Thalaq, Bab “Ma Ja’a fi al-Mukhtali’at”) Misalnya, dia tidak sanggup hidup dan bersabar bersama suaminya karena sifat fisik atau akhlak suami." Hilya berfikir sejenak. Apa yang dikatakan wanita di depannya ini benar adanua. Dia sudah tidak sanggup bersama suaminya sehingga dia berhak untuk bercerai. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN