Selepas kejadian waktu itu, aku tak pernah lagi bertemu Mey. Hampir beberapa minggu ini yang datang ke lokasi cafe adalah kakak nya yang membuat aku merasa sangat tidak enak hati dan gelisah.
Dengan kekalutan hati ku, aku memberanikan diri untuk menghampiri Ita, kakaknya Mey yang sedang berbicara serius dengan Yoto. “Adik mu gak datang lagi?” Tanya ku kepada Ita.
“Oh, aku gak tau ya. Kayaknya dia benci banget sama tempat ini. Setiap aku suruh kesini bersikeras banget gak mau.” Jawab Ita.
Aku menggaruk-garuk kepalaku. Rasa cemas ini sudah membukit bersiap untuk menumpuk lebih tinggi lagi.
“Gimana jalan ceritanya bisa benci sama tempat usaha dan tempat tinggalnya nanti?” celetuk ku.
“Entahlah, dia bilang mungkin bakal beli apartment deket sini untuk tinggal.” Jawab Ita yang masih terus terfokus dengan ponselnya.
Aku terkejut dengan santainya Ita mengatakan itu, “Lah ya Jangan! Terus rumah disini?”
“Kepo banget.” Yoto membelai pipi ku.
Belaian Yoko membuatku tersadar. Iya juga ya, itu bukan urusan ku jadi aku akan berusaha untuk tidak mempedulikannya. Namun,tetap saja sedikit ada rasa bersalah. Mungkin perkataan ku keterlaluan sampai menyakiti perasaanya.
"Dia pasti bakal ke sini. Gak mungkin dia gak ngurusin cafenya." Ita melihat ku sangat mengkhawatirkan adiknya.
"Emang kenapa sih nyariin Mey?" Tanya Yoto curiga.
Aku tertegun Yoto menanyakan itu, aku bergerak bingung dan berusaha memutar otakku mencari jawaban.
"Ya kan, gimana pun ini cafe Mey, jadi rasaku lebih baik dia memantau langsung keberlangsungan pembangunan. Kalau nanti ada yang di rasa kurang puas kan bisa langsung ngomong ke aku untuk revisi ulang."
"Iya sih Ta, ada benarnya juga. Kalau gini kan repot , kamu harus foto bolak balik progres pembangunan buat memastikan sesuai atau gak dengan yang Mey inginkan." Sambung Yoto membenarkan jawabanku.
"Aku coba ngobrol sama Mey nanti ya. Sekarang biarin berjalan seperti ini dulu." Ujar Ita tersenyum sambil menepuk halus pundak Yoto.
—————————————————————————
Pekerjaan hari ini berakhir dengan menghasilkan beberapa revisi design dari Mey melalui Ita. Aku meletakan pad ku di dasbhor , terlihat juga n****+ itu masih terletak rapi di dasbhor mobil ku.
Otak ku terus bergelut dengan rasa tak nyaman pada hatiku. Dengan n****+ yang Mey lemparkan, aku masih bertanya-tanya kenapa dia tidak mengambilnya kembali. Teringat dia sangat menginginkan n****+ ini sampai berebut dengan ku waktu itu.
Yoto masuk ke dalam mobilku setelah berpamitan dengan Ita. Aku berencana mengantarkannya pulang hari ini.
“Lah!! Dapat dari mana ini novelnya?” Yo memegang n****+ Mey.
Aku refleks menoleh sedikit “Punya Mey! Ketinggalan” Jawabku.
“Perasaan Mey gak pernah datang ke lokasi.” Celetuknya keheranan sambil membuka beberapa lembar buku itu.
“Waktu awal-awal pembangunan. Kau sama Ita kan jarang ada di lokasi. Mey lumayan sering datang. Cuma ada aku sama Mey yang pantau pekerjaan.” Jelas ku yang masih fokus dengan jalanan.
“Ohh.. kapan mau di balikin? Aku mau pinjam!” Yoto Mengambil n****+ itu dan hendak mau memasukannya ke dalam tas nya.
“Wey!! Ini mau dibalikin hari ini !” Jawab ku tergesa-gesa menghadang tangan Yo.
“Ihh sayang banget!" Ucap Yo sedih.
"Udah sampe ini. Sana keluar! aku mau cepat balik, ngantuk banget." Seru ku sambil membukakan sabuk pengaman Yoto di kursi penumpang.
Yoto bersiap untuk turun dari mobilku, menata barang-barangnya ke dalam tas nya dan mengembalikan n****+ milik Mey ke atas dasbhor.
"Yaudah nanti kalau misalnya Mey udah selesai bacanya bilangin aku mau pinjam ya Oy!” Kata Yo sambil membuka pintu mobil untuk keluar.
“Thankyou ya udah diantar pulang. I think besok kau libur aja dulu, nanti aku sama Ita aja ke lokasi. Kasian kan kau belum ada istirahat.” Lanjut ucapan Yoto keluar dari mobilku.
Aku terdiam terus melihat n****+ itu. Rasa ingin memulangkannya ke pemiliknya begitu kuat. Namun, hati ini terlalu gengsi untuk melakukannya.
————————————————————————
Sebulan bekerja berturut-turut tak ada libur memang bisa membuat gila. Namun, memang aku bukan tipikal orang yang suka berdiam diri di rumah hanya tidur, jadi aku memutuskan untuk di hari libur ku yang berharga ini aku akan pergi melakukan bungee jumping.
Yah, aku melakukannya sendiri, karena tidak ada satu pun teman-teman ku yang berani melakukan ini selain aku.
Aku bahagia bisa berdiri di Taman ria ini. Suasananya masih saja ramai meski pun tidak se-ramai saat hari libur. Tak sabar aku langsung berjalan menuju wahana bungee jumping.
Seperti biasa, aku harus mengantri untuk menaiki wahana ini. Namun, untung saja tidak terlalu panjang antriannya. Bungee jumping adalah wahana yang paling ditakuti di Taman ria ini. Aku cukup berbangga diri karena aku sudah biasa menaklukannya. Sesampainya di atas, bang Tawan yang adalah operator wahana itu membantuku bersiap. Dengan memakai semua alat dan baju keselamatan yang telah disediakan, aku siap melompat.
Aku menghentakkan kaki ku , melompat tanpa rasa takut. Aku terjatuh dari ketinggian, teriak lepas. Aku melepaskan semua hal ganjal aneh yang terus mengendap di hati ku dengan teriakan yang panjang. Bahagianya aku saat melakukan ini. Andrenalin ku memuncak sampai aku hampir menyentuh air dan kembali memantul ke atas dan ke bawah lagi. Aku seperti kelelawar yang terbang lepas leluasa ketika malam tiba.
“Wuhhh... Thankyou ya bang!” Teriakku senang ketika selesai memainkan wahana tersebut.
Bang Tawan tersenyum dan memberiku jari jempolnya untuk mengakui keberanianku.
Aku dan bang Tawan memang sudah sangat akrab. Setiap aku ke Taman ria ini, wahana yang sering ku mainkan adalah wahana yang bang Tawan operasikan. Hal itu yang membuat kami sering bertemu hingga sampai se-dekat ini dengannya.
Aku berjalan bahagia meninggalkan wahana itu untuk membeli beberapa makanan ringan karena teriak itu membuat lapar. Namun, ketika aku membayar makanan itu, betapa terkejutnya aku karena dari kejauhan aku melihat Mey. Aku berjalan mendekatinya sambil membawa makananku.
Mey terlihat sangat manis dengan menggunakan kaus hijau laut dan short jeans . Jantungku berdetak hebat saat melihatnya tersenyum. Tawanya terus terpancar dari wajah imut itu, berbeda sekali saat bertemu denganku.
Sekilas, aku melihat seorang lelaki datang sambil membawa permen kapas berjalan kearahnya dan memberikannya kepada Mey. Kini aku menyadari senyum dan tawa secerah itu dilemparkannya secara sukarela untuk siapa.
Nyut..Nyut..Nyut...
Dada ku sakit secara tiba-tiba, membuat ku hampir tidak bisa bernafas. Biasanya aku naik wahana tidak membuat jantungku se-sakit ini? Kenapa ini terjadi? Apa aku terkena serangan jantung dadakan? Efek umur ku bertambah kah?
Pertanyaan terus menggelintir di otak ku.
Aku mengabaikan semua pertanyaan-pertanyaan bodoh itu dan fokus ke cumi bakar yang terus memanggilku untuk di santap.
Aku masih penasaran dengan siapa Mey datang kesini, aku pun terus mengikuti mereka dari belakang sambil terus menyantap cumi ku. Sampai akhirnya, kejadian tak terduga terjadi. Lelaki itu memiringkan kepalanya untuk meraih bibir Mey. Terlebih lagi, Mey sepertinya juga akan melakukan hal yang sama, hingga akhirnya aku melihat mereka berciuman. Mata ku terbelalak menyaksikannya dan membuatku seperti tertampar di paksa menyadari kalau lelaki itu adalah kekasih Mey.
Nyut..Nyut..Nyut...
Dada ku kembali sakit. Aku merasakan aneh. d**a ku sakit melihat kemesraan mereka berdua. Apa yang telah terjadi pada ku? Aku terdiam sejenak dan mencoba menenangkan jantungku yang rasanya sakit sekali.
Aku seperti bertengkar dengan diriku sendiri. Tidak boleh seperti ini! Kenapa aku bertingkah aneh? Apa yang telah dilakukan wanita ular itu hingga aku merasakan seperti ini?