Waspada dan Cerdik

1632 Kata
            Sepulang dari Bandung Reina merenungi apa yang terjadi beberapa hari terakhir ini. Reina tidak memungkiri bahwa kebersamaannya malam itu dengan Kay membuatnya bahagia. Bahkan sangat bahagia. Tapi ia juga sadar bahwa dirinya bahagia diatas penderitaan orang lain. Kebahagiaan yang ia rasakan dengan Kay harus membuat luka untuk heronya, Ibra. Reina tentu tidak ingin itu. Ia sudah pernah bilang bukan kalau ia tidak mau jadi orang yang tidak tahu balas budi. Tapi bolehkan sekali saja ia egois? Setidaknya selama ia masih bekerja disini.             Kayhan tampak berkutat dengan dokumen-dokumennya. Saking fokusnya ia sampai tidak menyadari kalau Rendi telah masuk ke ruangannya itu. “Ah kebiasaan kalau udah focus kerja suka gak sadar lingkungan. Aku ketok pintu dari tadi gak di jawab. Cercanya. Kay hanya tertawa mendengar itu. “Sorry” ucapnya sambil cengir. Rendi memberikan sebuah map pada Kayhan. Ia menerimanya “Apa ini?” “Data IMEI tempat akun sosmed kamu di buka”. Kay pun lantas membuka dokumen itu. Membacanya dengan seksama. Ia terkejut membaca nama yang tertera disana “Ini…” iya seperti kehilangan kata-kata. Hal yang sulit ia percaya. “Iya. Velisha pelakunya. IMEI itu terdaftar atas nama Velisha. Tepat sesuai dugaan ku”. Iya Rendi memang sudah menduga bahwa Velisha dalang dibalik kesalah pahaman Kay dan Reina. Tapi ia tidak ingin menuduh tanpa bukti. Karena bagaimanapun ia menghargai Kay yang sangat menghormati dan katanya berhutang budi pada keluarga Velisha. Sehingga menyebabkan Kay juga tidak pernah bisa menolak apapun permintaan Velisha Wardana. Anak tunggal keluarga Wardana.             Kay ingin menyanggah perkataan Rendi. Tapi tentu saja data yang ia lihat sendiri menyadarkannya bahwa gadis kecil yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri adalah penyebab Reina mengalami trauma bertahun-tahun. “Bagaimana dengan brandalan dan preman itu? Apa Velish juga dalangnya?” “Sepertinya begitu Kay. Jika mendengar cerita Yas kalau brandalan itu menyebut nama kamu, memang kemungkinan besar dia dalangnya. Tapi tentang preman itu aku belum tau”. Kay mengertakan rahangnya, tampak kekesalan di wajahnya. “Aku yakin opa Jefri tahu tentang hal ini” tambahnya lagi. Untuk sesaat mereka terdiam. Kay terheran “Kalau opa tahu tentang ini kenapa beliau menyembunyikannya dari Reina? Apa motifnya?” “Itulah yang aku pikirkan. Apa mungkin velisha dan opa ada hubungannya dengan kepergian kamu ke Australia?” “Rasanya Velish tidak mungkin terlibat apapun dengan opa. Pada saat itu ia sempat terkejut saat aku mengatakan mendapat beasiswa belajar di Australia dan menolak permintaan ayahnya untuk mengelola salah satu perusahaan keluarga mereka”.  "Lagian sepertinya Velisha tidak tahu kalau Reina itu cucu dari Jefri Tahir" lanjutnya lagi. Rendi terdiam. Mencerna. Berusaha menyatukan kepingan informasi yang ia ketahui. “Ada baiknya kamu waspada terhadap Velisha dan keluarganya Kay. Karena bagaimanapun aku rasa masih ada misteri yang belum terungkap". Kay mengangguk. Ia tidak berniat curiga terhadap keluarga Velisha, tapi kenyataan yang baru-baru ini ia ketahui membuatnya mau tidak mau harus waspada dan hati-hati. “Ah iya aku baru ingat” Kay menoleh “Saat Velish bertemu dengan Ibra di lobby, ia bukannya mengatakan aku yang memberi tahunya bahwa orang yang bersama Reina dengan menggunakan busana pengantin itu adalah Ibra”. Kay mengangguk. Ia masih ingat pertemuan itu adalah kali pertamanya ia bertemu Ibra kembali. “Aku yakin banget aku tidak menyinggung nama Ibra di depan Velish. Velish juga tidak pernah menanyakan tentang siapa orang di foto itu”. Kay terpaku “Jadi…” ia menatap pada Rendi. Rendi seakan mengerti arah pikiran Kay. Dengan mantap ia pun menggangguk. Lantas ia pun memperjelas itu dengan satu kalimat tegas “Velish ada dibalik kejadian itu. Ternyata ayah Velish juga punya saham di butik itu” “Dia sengaja memanfaatkan Rayhan agar kamu yakin” lanjutnya lagi.      Kay pun jadi teringat kejadian itu, seharusnya Rayhan mengunjungi Reina sehari sebelumnya, tapi karena mendadak mobil Rayhan mogok dan harus masuk bengkel jadilah esoknya ia mengunjungi Reina di Jakarta. Yang kebetulan bertepatan dengan jadwal Reina ke butik. Ah, bukan kebetulan. Tapi manipulasi yang apik. Di dunia ini tidak ada kebetulan yang terjadi terus menerus. Mulai dari rumor yang sampai ke telinga Reina bahwa dirinya punya hubungan dengan Velish padahal di kampusnya dulu ia tidak mendengar rumor apapun. Terus kabar yang ia dengar bahwa Reina berkencan dengan Ibra tepat satu minggu setelah ia mengakhiri hubungan mereka. Kali ini Kay yakin kalau itu juga rekayasa. Ditambah lagi dengan akun sosmednya yang diretas membuat Kay semakin yakin kalau Ini memang benar-benar sudah direncanakan dengan matang dan di eksekusi dengan begitu apik.         Rendi sudah jelas mengetahui hal ini lebih dulu. Karena ia sering bertemu Yasmin untuk menyelidikinya. Hanya saja karena bukti yang mereka temukan belum kuat, maka ia dan Yasmin sepakat untuk menyimpan ini dulu. Barulah saat data konkrit yang menunjukan bahwa Velish yang meretas akun sosmed Kay, Rendi perlahan menggiring Kay untuk menyimpulkan semuanya. Jadi ia tidak harus memberi tahu Kay secara langsung. “Kay, sorry tentang pabrik keluarga mu dulu apa kamu pernah coba cari tau sendiri?” Kay mengernyit mendengar itu. Bukankah tadi mereka tengah membahas soal Velisha dan Reina. “Kenapa memang?”. Rendi tidak ingin Kay curiga “Aku hanya ingin tahu aja”. Kay mengangguk “Aku tidak sempat untuk cari tahu siapa yang menjebak ayah. Karena saat itu aku disibukan dengan segala persiapanku buat belajar di Australia” “Untung lah saat itu om Wardana membantu kami menutup kasus itu. Bagiku yang terpenting ayah tidak masuk penjara. Meskipun ayah harus merelakan pabrik yang ia rintis dari awal di akuisisi oleh Lion Grup” jelasnya.         Rendi tahu Kay sangat menyayangi keluarganya. Apapun pasti akan ia lakukan untuk memastikan keluarganya baik-baik saja. Mungkin kalau dirinya ada diposisi Kay saat itu, ia juga akan melakukan apa yang Kay lakukan. Situasi yang genting terkadang membuat logika dan pikiran seseorang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kay orang yang terlalu baik hingga ia kadang menjadi buta bahwa dimuka bumi ini tidak semua orang berhati baik. Sebagai sahabatnya tentu ia punya kewajiban menyadarkan Kay tentang itu. “Gimana kencan kalian kemarin?” tanya Rendi mengalahkan pembicaraan. Kay tersenyum lebar mengingat kebersamaannya dengan Nana tempo hari. Rendi yang melihat itu tentu bisa menebak apa yang terjadi. “Sukses”. “Btw terimakasih. Tanpa bantuan dari kamu tentu saja aku gak akan bisa merayakan ulang tahunnya”. Iya, berkat kecerdikan Rendi yang mampu memanipulasi keadaan membuat Reina bisa berada di Bogor dengannya. “Sama-sama” jawabnya. Lantas mereka pun mulai membahas tentang perkembangan bisnis. “Ren, untuk rapat nanti siang kamu saja yang datang ya. Aku lagi malas keluar kantor” pinta Kay “Aku juga harus mempelajari Kerjasama yang diajukan pak Wardana” lanjutnya. “Yakin? Gak akan nyesel?”. Kay hanya mengangguk pertanda ia yakin dengan apa yang ia ucapkan. “Rapat kali ini bareng Bu Widia juga kan?”. “Hhmm” Kay hanya berdehem mendengar itu. Tak mengerti arah pembicaraan Rendi kali ini. “Aku dengar Bu Widia hari ini ga masuk, sakit”. Ia menjeda kalimatnya. Tepat saat melihat Kay akan berkomentar ia meneruskan ucapannya “Staff yang bakal gantiin Bu Widia meeting itu Reina”. “Waahhh” jawab Kay cepat. Tampak sekali binar bahagia pada matanya, “Kenapa gak bilang dari tadi sih” gerutunya “Pake ngomong berbelit-belit segala”. “Hahahahaa” Rendi tertawa mendengar gerutuan bos sekaligus sahabatnya itu. Kay mendengus melihat Rendi tertawa puas seperti itu. “Jam berapa meetingnya?” tanyanya kesal. Rendi yang masing tertawa hanya mengacungkan tiga jarinya sebagai jawaban. Kay tampak melirik pada arloji yang dikenakannya. Dua jam lagi. Lebih baik ia pergi sekarang supaya bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan Nana. Mumpung punya alasan, benar begitu bukan?. Ia pun tampak beranjak. Mengambil jas yang tergantung didekatnya, lantas mengenakannya. “Mau kemana?”. Kay melirik sekilas “Meeting lah” “Ini baru jam satu Kay. Lagian meetingnya juga di resto deket sini”. Resto tempat meeting dengan kantor mereka hanya berjarak kurang dari 10 KM. “Kalau gitu tugas kamu hubungi mereka agar meetingnya dialihkan di kantor mereka saja” Rendi melongo. Tentu saja ia heran. Jarak AMAAI dengan kantor mereka sangat jauh. Memerlukan waktu lebih dari satu jam belum di tambah macet. Bisa menghabiskan dua jam di perjalanan. “Sekalian aku mau ajak Nana makan siang. Kebetulan aku belum makan siang” “Kamu yakin?” tanyanya memastikan. Sedangkan Kay yang ditanya hanya mengganguk dan tersenyum “Sangat yakin” ujarnya sambil berlalu meninggalkan Rendi yang semakin dibuat bingung. Tujuannya kali ini adalah ruangan Reina tentu saja.             Beberapa orang di ruangan itu yang melihat kedatangannya tampak memberikan hormat padanya. Sedangkan Reina sepertinya belum menyadari kehadiran Kay. Ia masih sibuk dengan layar komputernya. Jemari lentiknya tampak menari lincah pada keyboard itu. “Ada yang bisa kami bantu pak?’ tanya salah satu diantara mereka. Kay sedikit terkejut ia lantas mengalihkan pandangannya yang tengah sibuk memperhatikan Reina. Percakapan itu juga membuat Reina menyadari kalau ternyata ada Kay di ruangannya. Entah sejak kapan. “Barusan saya ke ruangan Bu Widia ternyata beliau sakit. Padahal saya ada meeting penting bersama bu Widia” Ujarnya berpura-pura. “Jadi diantara kalian siapa yang di tugaskan untuk menggantikan Bu Widia?” tanyanya kemudian. “Saya pak” jawab Reina sambil beranjak dari duduknya. Kay tersenyum dalam hati, tepat sasaran. Entah bagaimana Rendi bekerja, ia selalu tahu banyak hal sepele tapi penting. “Kita berangkat sekarang” ucapnya datar. Reina melirik pada jam dinding, masih menunjukan pukul satu. “Maaf pak, bukannya rapatnya jam tiga ya dan tempatnya di resto dekat kantor kita kan?” “Rapatnya dialihkan ke kantor mereka” jawabnya. Reina tentu tidak bisa membantah itu. “Baik pak, tunggu sebentar. Saya rapihkan meja saya dulu” Ia lantas kembali ke mejanya. Membereskan beberapa berkas dan mematikan komputernya. Setelah itu ia berjalan menyusul Kay yang telah lebih dulu meninggalkan ruangannya.  

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN