Fake love or True love. Yang aku tahu hanya aku ingin selalu bersamamu.
***
Malam ini Erza benar-benar tidak bisa tidur, ia merasa bahwa ia sudah membohongi dirinya bahkan cintanya sendiri, dengan memaksakan diri untuk se-perfect dan sesabar mungkin. Tapi demi cinta semua bisa terjadi bukan, cinta bisa mengubah semuanya termasuk karakter seseorang, yang membedakan hanyalah alasan di balik semua itu.
"Gue udah berubah, gue---
Kalimatnya terputus saat ponselnya bergetar tanda sebuah pesan masuk. Sesaat setelah membaca pesan tersebut Erza terlihat menggeram menahan kesal dan langsung berlalu, dengan membawa kunci mobil.
"Sayang kamu mau kemana?"
"Aku keluar sebentar, Bun pintunya jangan dikunci. Erza mungkin pulang larut malam." Pamitnya dan berlalu begitu terburu-buru.
Di sepanjang perjalan, tak henti-hentinya Erza mengumpat dan menggeram kesal. Hingga akhirnya ia sampai di sebuah rumah yang sangat kotor dan tidak layak untuk ditinggali.
Erza keluar dari mobilnya dan membanting pintunya dengan keras, untuk menyalurkan sedikit emosinya.
"Maksud lo apa ngirimin gua pesan kayak gitu, heuh? Supaya gua mau dateng kemari? Itu gak perlu, kalo lu mau main-main sama gua, lu gak perlu pake cara murahan kayak barusan." Geram Erza, ia berjalan mendekati orang tersebut.
Pria itu tersenyum remeh dan itu benar-benar menyulut emosi Erza. Dengan kasar Erza mencengkeram erat baju yang pria itu kenakan, kemudian menariknya dengan kasar.
"Lo hapus foto tadi atau gua abisin lo di sini!" Ancam Erza pada seseorang yang berani-beraninya hadir di antara dirinya dan juga Naya. Vero.
"Gak akan, gue gak bakalan pernah ngehapus ini dan ya gue bakalan ngasih foto bahkan vidio ini ke Naya." Tekan Vero dengan senyum liciknya.
"Sialan!"
BUGH!
Satu pukulan tepat mengenai sudut bibir Vero, Vero meringis perih, namun masih bisa tersenyum remeh membuat Erza semakin kalap dan kembali melayangkan pukulan padanya hingga Vero terjatuh menyentuh tanah.
Erza kembali menarik kerah baju Vero dan memberikan satu buah pukulan lagi tepat pada rahang kokoh Vero.
"Gua gak pernah main-main sama omongan gua!" Tekan Erza.
"Gua gak takut!" Timpal Vero, namun kali ini Erza beralih pada ponsel Vero dan langsung mengambilnya.
Vero terperanjat kaget melihat tindak Erza yang tiba-tiba saja mengambil ponselnya.
BRAKH!
Seketika ponsel Vero pecah tak beraturan, Erza menundukan tubuhnya untuk mengambil sebuah kartu memori dan berlalu meninggalkan Vero yang mendapatkan beberapa lebam pada wajahnya.
Di dalam mobil Erza membelah dua kartu memori yang berisi foto bahkan video yang menampilkan Erza tengah berciuman bersama wanita di club tadi.
Erza memejamkan matanya sejenak dan kemudian berlalu kembali pulang.
••••
Keesokan paginya, Erza benar-benar kelimpungan karena ia terlambat bangun, semalam ia benar-benar di buat tidak bisa tidur, hingga akhirnya Erza tertidur pada saat larut malam, otomatis pagi ini ia terlambat untuk menjemput Naya.
"Sayang,maaf aku telat.." sesal Erza dengan wajah yang terlihat masih mengantuk.
Naya tak menggubrisnya.
"Ayo berangkat, yuk!" Erza hendak menggapai lengan Naya, namun dengan cepat Naya menjauh.
Erza terlihat mengusap wajahnya kasar dan, "Za tangan kamu kenapa?" Tanya Naya khawatir dan menuntun Erza agar mendekat ke arahnya.
Erza tersenyum senang karena Naya tidak kesal lagi padanya.
"Gak pa-pa, ini kena tembok pas aku mau jalan ke dapur." jawabnya bohong.
"Mata kamu juga, kamu gak tidur yah?" Tebak Naya. Erza hanya mengangguk pelan.
Naya membawa Erza masuk ke dalam rumahnya yang memang tidak ada siapa-siapa. Ia hanya tinggal bersama pembantunya, karena Ayahnya bekerja di luar kota sedangkan Ibu dan Kakaknya, mereka sudah tiada meninggalkan Naya untuk selamanya.
"Kamu duduk dulu, biar aku obatin tangan kamu..." ujar Naya mengarahkan.
"Tapi kamu bisa telat ke sekolah Nay," tahan Erza.
"Hari ini kita gak usah masuk sekolah dulu," sahut Naya.
"Tapi kan kamu gak pernah bolos sekolah Nay" heran Erza.
Naya tersenyum, "Kita gak bakalan bolos, temen aku bisa buatin surat boongan buat absen." Jelas Naya dan berlalu untuk mengambil kotak obat.
Erza mengedarkan pandanganya dan matanya terhenti pada sebuah foto keluarga, ada dirinya, Ibunya, Ayahnya dan yang membuat Erza tertarik adalah Kakaknya Naya yang juga sudah pergi meninggalkan Naya.
"Kamu lagi liatin apa?" Tanya Naya yang membuyarkan lamunan Erza.
Erza tersenyum dan menyuruh Naya untuk duduk di sampingnya, bahkan sangat dekat karena Erza memeluknya erat.
Erza menangis di belakang Naya dalam diam, hanya air mata yang menjadi jawaban.
"Aku janji akan terus jagain kamu." janji Erza teguh dalam hati.
Erza menghapus air matanya dan melepaskan pelukanya.
"Ciee kangen banget yah sama aku," goda Naya yang membuat Erza tersenyum manis padanya.
Naya mulai mengompres lengan Erza yang terlihat lebam itu dengan hati hati, Erza menatap wajah serius Naya dengan jarak yang sangat dekat.
"Aku suka kamu yang ka---
"Aku tau kamu suka aku, kamu sayang aku dan kamu cinta aku iyakan?" Potong Naya dengan percaya dirinya dan kembali menyimpan lap bekas mengompres Erza di atas meja.
"I love you..." ucap Naya tulus seraya memeluk Erza erat.
Erza mengusap kepala Naya lembut, "Aku tau, aku sayang kamu..." Balas Erza mengecup kening Naya singkat.
"Papah kamu belum pulang?" Tanya Erza dengan Naya yang masih bersandar pada d**a bidangnya itu.
Naya menggeleng pelan, "Papah aku jarang pulang, semenjak Ibu aku meninggal dan sejak saat itu aku tinggal sama Kakak aku, tapi setelah kakak aku meninggal aku tinggal sendiri..." Hawab Naya lirih yang semakin mengeratkan pelukanya pada Erza.
"Kamu gak sendiri, di sini ada aku." Erza membalas pelukan Naya tak kalah erat.
"Eh iya Za, aku punya es krim. Bentar yah!" Naya bangkit dengan semangat dan berjalan menuju dapur.
Erza terdiam, dia baru ingat kejadian kemarin saat ia berada di kedai es krim bersama Naya.
"Siapa perempuan itu?" Pikirnya.
"Dia---
"Taraaaa aku bawa es krim!" Pekik Naya semangat dan membuyarkan lamunan Erza.
Erza merangkul pinggang Naya agar ia duduk lebih dekat denganya.
"Kamu mau?" Tawar Naya.
"Gak usah kamu aja, aku kan gak suka es krim." Tolak Erza seraya mengelus kepala Naya lembut.
Raut wajah Naya berubah menjadi sendu, "sekarang tiap kali aku makan es krim gak pernah ada yang nemenin buat makan, dulu pas Kakak aku masih ada, dia selalu ikut makan dan itu buat---"
"Syuut udah, jangan bahas itu. Okay, aku bakalan ikut makan."ucap Erza.
Naya mengerutkan keningnya heran, "kamu serius? Katanya gak suka es krim."
Erza tersenyum, "Mau aku temenin gak nih makannya?"
Naya mengangguk semangat, "ya udah yuk, kamu cobain deh pasti suka!" Naya menyuapkan satu sendok es krim itu pada Erza.
Ini adalah pertama kalinya ia memakan es krim sejak dirinya berumur 13 tahun karena ia pernah terlalu banyak memakan es krim yang membuatnya jatuh sakit dan di rawat di rumah sakir.
"Gimana? Enak gak?"
Erza mengangguk perlahan, "iya, ini enak kok..."
"Kenapa ada 'kok' nya?" Naya menautkan alisnya.
"Gak pa-pa maksud aku itu, es krimnya enak udah itu doang Nay," jelas Erza yang sudah terbiasa dengan Naya yang selalu curiga.
Erza tersenyum menatap Naya yang juga menatap kearahnya, "kamu itu kalo makan yang bener," ucap Erza seraya mengusap es krim yang menempel di sudut bibir Naya.
Kini wajahnya dengan wajah Naya sangatlah dekat, Erza mengusap sudut bibir Naya. Namun kini ibu jarinya mengusap seluruh permukaan bibir Naya hingga tak terasa Erza menarik tengkuk Naya dan menciumnya dengan lembut, bercampur perasaan bersalah karena semalam ia berciuman dengan w***********g di club. Namun didetik kemudian Erza tersadar bahwa ia tidak bisa melakukan itu pada Naya.
"Ma--maaf, Naya aku---
Naya langsung berlari menuju kamarnya kemudian Erza mengejarnya.
"Naya maaf, Naya liat aku!" Erza menarik lengan Naya dan menempelkan kekasihnya itu pada tembok.
Erza menempelkan keningnya pada Naya.
"Ken--kenapa?" Tanya Naya gugup.
"Maafin aku, aku gak sengaja tadi aku--maafin aku..." jawab Erza yang kini menarik pinggang Naya dan memeluknya.
"Ya ampuun Erzaa aku malu, tadi--tadi itu yang pertama buat aku... dan ya tuhaan kenapa perut aku, kok geli-geli gitu, kayak ada yang terbang di sanaa..." gumam Naya dalam hati.
"I--iya gak pa-pa" jawab Naya gugup dan semakin menelusupkan wajahnya dalam pelukan Erza.
Kali ini Erza telah memiliki ciuman pertamanya Naya, sebelum mereka menikah. Entah apa yang terjadi, namun satu yang pasti Erza menyesali itu, ia merasa bersalah, ia sudah berjanji akan menjaganya tapi dirinya sendiri yang mengambil ciuman pertamanya.
Namun bagi Naya itu tidak pa-pa, karena Ia milik Erza dan ia yakin Erza tidak akan menyakitinya apalagi meninggalkanya, lagipula hanya ciuman saja, itu pun bukan sebuah ciuman panas.