“Andi, sepertinya kita harus kembali ke bandara awal. Ada kerusakan pada mesin,” ucap Kevin, sang pilot.
“Siap, Kapten!” sahut Andi, sang copilot yang dengan sigap memberitahukan kepada pramugari bahwa pesawat akan kembali ke bandara, karena ada kerusakan mesin. Lalu tugas pramugari yang menyampaikan hal itu kepada para penumpang.
Kevin, selaku pilot pesawat kemudian mengirimkan pesan ke petugas menara kalau pesawat mengalami kerusakan mesin, sehingga harus kembali ke bandara awal. Petugas menara yang menerima pesan itu, kemudian meminta agar pesawat segera kembali ke bandara awal.
Namun, sangat disayangkan sebelum sampai di bandara, kondisi pesawat semakin tidak terkendali. Sehingga setelah mengirimkan pesan kembali ke petugas menara, Kevin diperintahkan untuk mendarat darurat di suatu tempat. Pihak maskapai akan mengirimkan pesawat bantuan untuk menjemput penumpang dan awak pesawat.
Kevin akhirnya mendaratkan pesawat di sebuah pulau kecil. Awak pesawat, termasuk Kevin kemudian membantu penumpang untuk keluar dari dalam pesawat, menunggu bantuan datang.
Tepat di belakang pasangan paruh baya yang Kevin bantu untuk keluar dari dalam pesawat, tampak seorang wanita cantik yang wajahnya sudah tidak asing lagi bagi Kevin.
“Calista! Benar kamu Calista, bukan?” tanya Kevin.
Wanita yang dipanggil namanya, segera menganggukkan kepalanya. Wanita itu lantas tersenyum menatap Kevin dan balik menyapanya.
“Kevin, ya?” tanya wanita yang bernama Calista balik menyapa.
“Betul. Kamu duduk dulu di sana, nanti kita ngobrol setelah aku selesai membantu penumpang lainnya.” Kevin tersenyum menatap wajah cantik Calista.
“Ok,” ucap Calista singkat. Dia lalu berjalan agak jauh dari pesawat yang mengalami kerusakan itu.
Seulas senyum terbit dari bibir Calista. Dia tidak menyangka kalau akan bertemu kembali dengan pria yang pernah mengisi hari-harinya saat masih SMA. Kevin terlihat tidak berubah. Bahkan terlihat semakin tampan dan gagah.
Dalam hati kecilnya, Calista merasa senang atas pertemuannya kembali dengan Kevin hari ini. Hatinya yang sedang terluka akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh tunangannya, seolah mendapat obat mujarab. Calista merasa bahwa perjalanan wisata yang dia lakukan saat ini membawa berkah. Karena perjalanan wisata ini menumpang pesawat yang dikemudikan oleh seorang pilot yang ternyata adalah mantan kekasihnya. Mungkin kalau dirinya hanya berdiam diri di rumah meratapi nasib, yang telah dikhianati oleh Rendra, tunangannya, dia tidak akan bertemu kembali dengan Kevin.
“Apa kabar, Lis? senang bertemu kembali denganmu.” Kevin berkata sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Calista. Kevin menatap Calista dengan seksama. Mantan kekasihnya itu kini terlihat lebih cantik di usianya yang semakin dewasa.
“Kabarku baik, Kev.” Calista menerima uluran tangan Kevin. “Aku harap kamu baik juga kabarnya.”
“Iya, seperti yang kamu lihat saat ini.” Kevin tersenyum dan merentangkan kedua tangannya, seolah memperlihatkan kondisi dirinya.
Kevin lalu duduk di samping Calista. Mereka kemudian berbincang akrab, bernostalgia masa-masa SMA. Di saat mereka sedang bernostalgia, tiba-tiba telepon genggam Kevin berdering. Kevin tersenyum saat menatap sebuah nama di layar telepon genggamnya.
“Anakku,” ucap Kevin pada Calsita.
Deg!
Jantung Calista berdegup kencang kala mengetahui saat ini Kevin sudah memiliki anak. Seketika harapannya yang semula melambung tinggi, kini terhempas kembali ke tanah. Hatinya yang semula senang bertemu kembali dengan Kevin, kini dia tutup rapat dan mencoba menghapus nama Kevin dari hatinya. Perlahan Calista bergeser sedikit menjauh dari Kevin yang kini terlibat perbincangan serius dengan anaknya.
“Iya, tunggu ya, Sayang. Papa sebentar lagi sampai di rumah. Kamu baik-baik saja dulu di rumah. Jangan nakal, ok!” ucap Kevin pada anaknya di telepon.
Setelah cukup lama berbincang dengan anaknya di telepon, Kevin menutup panggilan telepon itu. Dia lalu tersenyum dan menatap Calista lekat.
“Anakku berumur lima tahun. Anakmu berapa tahun umurnya, Lis?” tanya Kevin.
“Eum...aku belum menikah, Kev,” sahut Calista lirih.
“Oh, maaf. Aku pikir kamu sudah menikah dan punya anak,” sahut Kevin. Tiba-tiba jantungnya bertalu-talu mengetahui kalau mantan kekasihnya itu belum menikah.
“Tadinya aku sudah siap akan menikah, tapi tunanganku selingkuh dengan rekan kerjanya. Jadi putus.” Calista berkata lirih sambil memilin jemari lentik miliknya.
“Lebih baik tahu dari awal daripada saat kalian sudah menikah dan kamu baru mengetahui kalau dia selingkuh, tentu rasanya lebih sakit,” ucap Kevin.
“Iya, kamu benar,” ucap Calista singkat.
Perbincangan mereka terpaksa terputus kala pesawat bantuan datang. Kevin segera beranjak dari duduknya. Dia lalu melangkah ke arah pesawat bantuan itu. Dia mulai memandu para penumpang untuk berpindah ke pesawat bantuan itu, yang akan mengantar mereka ke tempat tujuan.
Setelah pesawat bantuan lepas landas, Kevin baru teringat kalau dia belum sempat meminta nomor telepon Calista.
“Ya Tuhan, aku lupa meminta nomor telepon Calista,” gumamnya bermonolog.
***
Kini Kevin duduk termenung di ruang keluarga rumahnya yang cukup besar. Dia saat ini tengah menemani Camelia, anak semata wayangnya menonton acara TV favorit anak itu.
Kevin masih terbayang-bayang pertemuannya dengan Calista beberapa hari yang lalu. Dia menghela napas panjang kala menyadari kebodohannya. Seharusnya sejak awal bertemu, dia minta nomor telepon Calista. Kevin lalu mengusap wajahnya kasar. Dia merasa kesal pada dirinya sendiri yang tidak bisa memanfaatkan waktu pertemuan mereka saat itu.
Tiba-tiba Camelia duduk di atas pangkuan Kevin dan berkata dengan suara yang manja.
“Aku hampir lupa, kalau aku mendapat surat dari sekolah untuk Papa. Sebentar ya, Pa.” Setelah itu, bocah berusia lima tahun itu melangkah menuju kamarnya.
Tak lama Camelia datang dengan membawa sepucuk surat undangan dari sekolah untuk Kevin, selaku orangtua Camelia.
Kevin membaca surat undangan itu, yang berisi undangan pertemuan dengan guru Camelia pada hari Senin.
“Berarti besok pertemuannya,” gumam Kevin bermonolog.
“Papa harus datang! Kalau Papa tidak datang, kata Bu guru, aku tidak boleh masuk sekolah dulu,” ucap Camelia.
“Hah! memangnya kamu kenapa sampai tidak boleh masuk ke sekolah sama guru kamu?” tanya Kevin heran.
“Aku mukul teman aku sampai menangis,” sahut Camelia polos.
Kevin membelalakkan matanya dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia lalu mencubit pelan hidung anak semata wayangnya itu.
***
Kevin melangkah masuk ke halaman sekolah Camelia dengan langkah yang dia sejajarkan dengan langkah anaknya itu. Sepanjang jalan menuju kelas anaknya, banyak pasang mata tertuju pada Kevin yang tampil mempesona. Kevin memiliki tubuh tinggi tegap, alis tebal, hidung mancung, serta rahang yang kokoh yang ditumbuhi bulu-bulu halus, yang membuat siapa pun terpana saat melihatnya. Apalagi saat ini Kevin mengenakan kemeja slim fit dan celana chino, yang membuat penampilan Kevin hari ini semakin memukau para wanita yang ada di sekolah Camelia. Ditambah lagi dengan cukuran crew cut fade rambut Kevin, membuat penampilannya terlihat sempurna hari ini.
Kevin berhenti di depan ruang kelas Camelia. Dia mengetuk pintu itu sebanyak dua kali. Namun tidak ada jawaban, sehingga membuat Kevin duduk di kursi yang tersedia di depan kelas. Setelah menunggu beberapa menit, pintu kelas Camelia terbuka. Tampaklah seorang wanita yang merupakan guru Camelia, berdiri di ambang pintu. Wanita itu melihat ke arah Kevin yang saat ini tengah duduk memunggungi pintu kelas.
“Orangtua Camelia?” tanya wanita itu memastikan.
Kevin seketika membalikkan tubuhnya. Dia sangat terkejut ketika melihat guru Camelia, ternyata adalah Calista, mantan kekasihnya.
“Calista!” ucap Kevin terkejut.
“Kevin!” cetus Calista yang juga terkejut ketika melihat Kevin, yang ternyata adalah orangtua muridnya.