Perasaan

1001 Kata
Mata Edvan mengitari tubuh Tantiana setiap jengkal yang bisa ia lihat. Ada kabut gairah di mata gelap itu. "Pulanglah bersamaku, Tantiana. Di penthouse-ku. Aku ingin memilikimu, melepaskan diri bersamamu. " Perasaan gatal di hati Edvan menyiksanya dengan buruk. Dia belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Jantungnya belum pernah berdebar keras ketika tangannya membelai wajah seorang gadis. Tapi sekarang jantung di dadanya ingin meledak karena rasa manis, bahagia dan sakit. Tantiana masih membisu di kala keputusan tentang gairah mendatanginya. Mereka seperti undangan kehormatan ke istana Wales. "Aku--" Tantiana mematung. Tetapi tangannya tidak berhenti membelai tubuh yang memiliki garis V dibawah ototnya yang keras dan masih terbungkus kaos longgar gelap. Tangan itu lebih jujur dari pada otak pemiliknya. "Jangan menolak babe girl. Dengan ibu yang menjualmu maka kau tidak aman berada di sana. " Ibu jari Edvan mengusap bibir Tantiana yang sedikit bengkak. Dia juga terkejut mendengar ucapan yang keluar dari bibirnya begitu saja. Tantiana mengangguk. Jantungnya berdetak kencang hingga ia yakin Edvan bisa mendengarnya. Lebih dari apapun itu, keputusan yang dibuat Tantiana akan merubah hidupnya sehingga tidak lagi sama seperti sebelumnya. Dan persetujuan Tantiana-pun akan mengubah hidupnya ke hal yang tidak akan pernah ia pikirkan. Edvan membuang ide untuk memadu kasih dengan Tantiana di ruangan yang berada di club. Dia tahu jika Tantiana pantas mendapatkan perlakuan istimewa lebih dari ini. Tidak seperti jalang yang ia tiduri di club setelah dibayar. Perasaan aneh yang tiba-tiba muncul itu memaksanya untuk memperlakukan Tantiana lebih hormat, lebih istimewa. Sayangnya dia tidak membuang ide untuk memanfaatkan Tantiana. Andai Edvan menginginkan sensasi menantang dalan memadu kasih. Ada banyak kesempatan yang bisa ia ambil nanti bersama Tantiana. Club akan menjadi pilihan yang kesekian. Ia akan membawa Tantiana menikmati sensasi nakal bagaimana rasanya bercinta di dikelilingi banyak orang. Hanya saja butuh persetujuan dari gadis yang ia anggap akan berada lama di sisinya. Sangat lama. Tantiana Pov. Edvan menaruh tangannya di punggungku. Memberi sedikit tekanan agar aku melangkah lebih cepat tetapi cukup lembut sehingga aku merasakan perhatiannya. Ia membawa kami ke sebuah tempat yang aku tau akan tujuannya membawaku. Di sana dia akan memilikiku sendirian tanpa ada musik atau ratusan orang yang menari di club. Edvan berhasil membawa kami ke sebuah bangunan cantik semi klasik yang artistik. Bangunan yang aku tau seolah replika dari istana Wales. Aku yakin jika Edvan tinggal di puncak bangunan artistik yang cantik itu. Itu akan mengingatkan siapapun pada kerajaan, pangeran dan kisah Cinderella. Seorang penjaga pintu menyambut kami, " Selamat malam Mr Blackfire. " Dia menyapa dengan sopan sebelum mata ambernya menelusuri ku dari ujung kaki hingga rambut golden pink-ku. Edvan mengangguk untuk menjawabnya. Dia seperti orang yang tak tersentuh namun aku menggapainya. Tekanan tangannya di punggungku sama sekali tidak meninggalkanku. Membuatnya seolah benar-benar menginginkanku. Aku merasa gembira, perasaan diinginkan yang luar biasa membuat siapapun akan melayang. Dari semua yang akan ia lakukan Edvan mengawalinya dengan menghimpitku di lift, menciumku dengan keras. Namun bibirnya sangat lembut. Aroma nafasnya juga menyegarkan dan lezat. "Kau tidak menyadari betapa aku menderita setelah bocah nakal itu mengambilmu. Aku kesakitan karenamu, karena kecantikanmu. " Bisakah dia diam dan hanya menciumku saja. Aku sedang menikmati perasaan geli akan kumis tipisnya yang menggesek kulit leherku. Atau aku akan kembali pada kewarasanku dan lari darinya. Sebuah getaran memukulku. Tangannya sudah berada di seluruh tubuhku. Nampaknya pria yang dingin, pendiam dan berbahaya ketika di depan umum adalah orang yang menyembunyikan keliarannya. Dia sangat piawai. "Ngh... " Dia mengeram ketika mendapatkan apa yang ia inginkan. "Aku sangat menginginkanmu, Tantiana. " "Ku mohon tidak di sini. " lirihku. Apa yang terjadi pada suaraku, aku yakin tadinya ia baik-baik saja. Apakah hilangnya volume suaraku juga akibat pengaruh dari Edvan ini. Tangannya meninggalkan membelai pipiku, lalu muncul di bawah daguku. Dia kemudian meletakkannya pada bahuku. "Aku tau, maafkan. Bersamamu membuatku lupa akan segalanya. " 'Itu terdengar menggoda sekaligus mengkhawatirkan. ' Ting. Pintu lift terbuka. Edvan mengambil kunci dan memasukkannya pada pintu berukir yang berbahan kayu ek. Lalu mendorongnya agar terbuka, ia membawaku ke ruang pribadinya yang membuatku terkesiap. "Kamar yang indah. Ini melebihi harapan yang aku inginkan dari kamar seorang pria, " ucapku dengan nada menggoda. Ini adalah pertama kalinya aku memutuskan untuk berhubungan badan dengan kesepakatan bersama setelah kejadian buruk yang membawaku pada trauma. "Kau lebih indah dari apapun. " Aku melihat Edvan melempar kemejanya di atas sofa. Lalu menyalakan lampu dan memamerkan bentuk tubuh yang membuatku terpesona. "Kau jauh--mmh." Aku tidak memiliki kata-kata yang bisa mewakiliku yang kagum terhadap keindahan yang ia miliki. Edvan tidak menjawab, dia meraihku dan mulai dengan apa yang sudah ia tunda. Dia menyentuhku, semuanya. Dia sangat menyentuh dan tidak berhenti untuk menyentuh. Tak lama kemudian pakaianku ikut terlempar entah di mana. "Kau seperti karya seni, babe girl. " "Aku bahkan khawatir akan merusak karya seni itu. Tetapi aku tidak bisa menghentikan diriku dari menyentuhmu. " Gairahnya menular padaku. Jantungku berdetak lebih kencang ketika ia merambat naik ke atas tubuhku--seperti seorang predator dan aku adalah korban yang pasrah. Aku bisa merasakan nafasnya memburu. Berbeda dengan Edvan aku hanya diam tak bersuara. Ada ribuan pemikiran di otakku. Mana mungkin aku melewatkan potongan tubuh V yang indah ini. Tubuh erotis yang mengundang wanita dengan bayangan kegilaan. Aku tidak heran mengapa wanita yang bernama Caroline itu menangis. Sebab dia sudah kehilangan tubuh indah yang seperti karya seni. Edvan membawa tanganku ke perutnya. Hadiah yang aku manfaatkan untuk menikmatinya. Keras, lembut dan kokoh. Sangat nyaman untuk bersandar dan tanganku yang serakah tidak berhenti di situ. Dia melakukannya, dengan lembut seolah-olah menikmati moment ini. Itu tidak lagi menakutkan seperti yang pernah terjadi padaku. "Kau begitu cantik. Biarkan aku mencintaimu malam ini Tantiana. Jangan menghentikan apapun yang aku lakukan. " Otakku merana karena sudah tidak bisa berpikir jernih. Semuanya dihempaskan oleh perlakuan Edvan yang lembut sampai membuatku ingin menangis. Perasaanku kini sepenuhnya tanpa pertahanan, terbuka lebar dan Edvan bisa saja menelusup ke hati yang sudah lama aku tutup. Dan kembali sakit hati. Sesuatu yang tidak ingin aku rasakan lagi setelah pernah trauma dengan hubunganku yang pertama dengan seorang pria. Pria yang menjadi cinta pertamaku dan membuatku trauma. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN