Bagian VII : Kedatangan Jason

1851 Kata
Aku mendesah dengan memijat pelipisku perlahan. Aku tak mengerti, mengapa persoalan kali ini benar benar membuatku bingung sekaligus penasaran. Dari semua yang telah terjadi, juga mengaitkan perilaku mom saat aku menceritakan tentang Jason. sangat mungkin ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Pertama, mengapa Jason seoalah hadir ke dalam hidupku secara terus menerus tanpa alasan yang dapat kukatakan masuk akal? Kedua, mengapa reaksi mom berubah drastis saat aku membicarakan tentang Jason di hadapannya? Dan terakhir, Apa keterikatan semua ini? Jason yang bertingkah seakan mengenal mom, dan mom yang bertingkah tertutup sejak aku menceritakan tentang lelaki itu, bukankah itu aneh? Oh tuhan, kepalaku mulai terasa pening dengan beribu pertanyaan juga hipotesis yang kubuat sendiri. Aku memandang jam dinding yang masih berdetak. Ini sekitar pukul delapan pagi, dan mom berangkat pagi sekali ke toko roti, meninggalkan aku sendiri di rumah dengan beberapa potong sandwich juga s**u segar di atas meja makan. Hari ini aku tak ada jadwal untuk kuliah, jadi aku hanya akan menghabiskan waktuku di rumah. Helaan nafasku kembali keluar, aku merasa masih aneh juga penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi. Lagi pula ini menyebalkan, mengapa Jason sialan itu tidak mengatakan saja apa yang sebenarnya terjadi? Ting tong. Aku menghela nafas. Menoleh ke arah pintu utama didepan sana. Aku rasa itu bibi gloria, wanita paruh baya pengantar selai strawberry di komplek kami. Apa wanita itu lupa bahwa aku dan mom sudah berhenti berlangganan selai strawberry buatan tokonya? "Tunggu sebentar!" ujarku sedikit bergerak dengan berjalan malas menuju pintu utama, mungkin wanita paruh baya itu lupa. Aku--maksudku mom memang sering memesan selai strawberry buatan bibi Gloria tiap minggu. Tapi kami mulai berhenti berlangganan minggu ini. Aku meraih gagang pintu, mencoba membuka pintu utama rumahku dalam sekali tarikkan. "Kami sudah berhenti berlangganan selai bibi, apa kau lu-" "Apa aku terlihat seperti penjual selai?" Aku menatap lelaki di hadapanku dengan alis berkerut, Jason berdiri di sana, dengan senyum tipis menyebalkan yang selalu tampak di sudut bibirnya. Hanya kali ini ia sedikit nampak berbeda, ia tidak mengenakan jas juga kemeja sialannya lagi. Ia terlihat lebih santai dengan kaus cokelat panjang juga celana jeans yang melekat di tubuhnya. "Apa kau hanya akan diam disana tanpa menawariku masuk?" Ia berucap dengan mengangkat kedua bahunya acuh. Aku tak berniat menawarinya masuk sedikitpun, karena aku rasa aku tak ingin berbicara dengannya. Aku hanya ingin tau apa maksud tujuannya datang kesini. Netra biruku menatapnya dengan sorotan yang datar, membuat lelaki ini menghembiskan nafasnya dengan kasar. Sebelum melanjutkan perkataannya yang sempat tertunda. "Bisa aku ma—" "Apa yang kau lakukan Jason?" Aku memotong perkataannya yang belum sempat terselesaikan, aku tak tahu mengapa ia mengunjungi rumahku, dan ini terasa aneh. Ayolah, seorang Jason Javier, lelaki yang berkali-kali masuk pemberitaan juga muncul di talkshow beberapa televisi datang ke rumahku, Seorang gadis penerima beasiswa dan anak dari pemilik toko kue di sudut kota. Apa yang ia inginkan dariku? "Menurutmu apa? Aku benar-benar berjualan selai? Tentu aku datang untuk berkunjung" "Maaf, aku tidak menerima tamu ha-" "Aku anggap itu sebagai perizinan untukku masuk," sergahnya mengabaikan perkataanku, mendorong pintu di sampingku lalu melangkah masuk tanpa dapat kucegah. Lelaki ini berjalan dengan santai, menatap dinding rumahku sebelum menyandarkan tubuhnya di sofa single ruang tamu rumahku. Bahu tegap nya bersandar dengan nyaman, dengan salah satu kaki yang bersilang di atas lututnya, juga jemari yang mengetuk ngetuk sisi sofa ruang tamu. Aku menatapnya dengan jengkel, aku tak mengizinkannya masuk, tapi ia bertingkah seperti tamu terhormat di atas red carpet. Bahkan ia duduk sebelum kupersilahkan duduk. Sangat sopan. Jika aku lebih kuat darinya, mungkin aku akan menyeret lelaki ini keluar dari rumahku. "Tidak ada yang berubah ... " Pandanganku lantas beralih pada Jason yang berucap dengan memandang figura figura yang terletak diatas meja. Aku mempertajam pendengaranku saat ia mengatakan kalimat itu. Perkataannya seakan menunjukkan bahwa ia tak asing oleh tempat ini, seperti lelaki itu pernah mengunjungi rumahku. Tapi ... aku tak merasa aku pernah melihatnya. "Excuse me?" selaku untuk memperjelas apa yang kudengar sebelumnya. "Hem?" "Kata katamu yang mengatakan 'tidak ada yang berubah' apa maksudnya?" Jason memandangku beberapa saat, sedangkan aku menunggu jawaban yang akan ia lontarkan. Lelaki ini menarik nafas, sebelum mengalihkan pandangan matanya, mengabaikan perkataan yang ajukan untuknya. “Bisa kuminta secangkir teh terlebih dahulu?" "Jawab pertanyaanku Jason" "Aku tak bisa berbicara dengan nyaman bila tenggorokanku terasa kering" Aku merutuk, lalu beranjak bangkit dengan berjalan kearah dapur, bukannya menjawab, ia malah mengalihkan pembicaraan yang mulai kubangun. Dan aku benar benar kesal dengan hal itu, Jason selalu mengelak dan mengalihkan keadaan ketika aku mengatakan sesuatu yang ia hindari. Jemariku bergerak untuk meraih cangkir yang terletak di atas rak rak piring, lalu mulai menyeduh teh yang kubuat dengan air panas. Aku tak mengerti seperti apa seleranya, jadi aku hanya membuat takaran seperti biasa aku membuat teh hangat untuk diriku juga mom. Lagi pula ini bukan urusanku ia suka atau tidak, seingatku ia bukan tamuku, ia datang tanpa kuundang dan masuk tanpa kupersilahkan. Aku meletakkan cangkir yang kubawa di atas nampan, membawanya dengan tenang menuju ruang tamu. "Teh mu sudah si-" Aku berhenti melangkah saat menatap ruang tamuku yang kosong. pandanganku mengadah dengan alis yang mengernyit, menatap sofa single yang kini tampak kosong tanpa eksistensi lelaki itu. Ia tak ada di sana. "Jason?" ujarku dengan meletakkan nampan yang kubawa diatas meja. Baru beberapa menit kutinggal, lelaki ini sudah pergi entah kemana. Tapi bila memang ia pulang begitu saja, aku akan sangat bersyukur. Namun kurasa tak mungkin, tak ada suara mesin mobil yang menandakan ia pergi dari rumahku. Aku melirik ke arah pintu kamar mom yang terbuka, menatap sebuah siluet yang terlihat dari ujung mataku. Itu seperti Jason. Apa yang lelaki itu lakukan di dalam kamar mom? itu lancang, aku saja sudah terbilang jarang masuk ke kamar ibuku. lagi pula tamu macam apa yang menggeledah rumah orang begitu saja tanpa mendapat perizinan? "Jason, apa yang kau lakukan?" Itu jelas Jason. Aku melihat punggungnya yang berjalan di dalam kamar mom. Kakiku lantas melangkah dengan cepat, membuka pintu kamar mom lalu masuk untuk menemui lelaki itu. "Apa yang kau lakukan dikamar ibuku?" gertakku dengan menarik pergelangan tangannya. Langkahku lantas terdiam seketika, alisku mngernyit dengan pandangan mata yang menatap ke sekeliling ruangan ini. Kamar mom terlihat sangat berbeda dari terakhir kali aku memasuknya. kamar wanita itu kini nampak jauh lebih berantakan, dengan kertas-kertas usang yang nampak tertempel di dasar dinding. "Apa ini .... " gumamku dengan memandang keseluruhan dasar dinding di tempat ini. Dinding kamar mom hampir penuh oleh kertas-kertas usang, kertas dengan banyak simbol juga tulisan tulisan dengan bahasa yang sama sekali tidak aku mengerti. Ini benar benar aneh, aku sangat asing dengan bahasa yang tertempel di buku ini, belum lagi dengan kondisi kamar yang sangat bertolak belakang sejak terakhir kali aku memasukkinya. Apa yang mom lakukan selama ini? Jason berjalan, meraih selembar kertas yang tertempel di sana dalam diam, netra kelam lelaki itu memandang lekat kertas usang yang ia genggam. Ia menarik sudut bibirnya, menunjukkan seringai kecil sebelum berbalik menatapku. "Apa yang kau lihat?" Aku bertanya dengan menatap kertas yang ada di genggamannya. aku tak mengerti, tulisan di sana sangat berantakan dan terkesan asing bagiku. "Ibumu penyimpan rahasia yang baik," ujarnya dengan kembali berjalan memandang kertas kertas di dinding kamar mom satu persatu. Aku tak mengerti apa yang ia maksud, namun ini jelas bukan sesuatu yang normal. Ada sesuatu yang terjadi dan sialnya aku tidak tahu itu apa. Dari cara Jason berucap, ia terlihat mengerti apa yang sebenarnya terjadi, ia tampak memahami tulisan demi tulisan yang tercetak di lembaran kertas ysang tersebut. Dan aku perlu tahu, aku harus tau apa yang selama ini tidak kuketahui. "Apa maksudmu Jason? Apa sebenarnya yang kau rahasiakan?" Lelaki ini berhenti melangkah, diam beberapa saat sebelum mengucapkan beberapa patah kata, "Aku tak pernah menyimpan rahasia. Kau bisa tanyakan pada ibumu" Aku meraih lengannya, menarik tubuh lelaki itu agar memutar dan berhadapan denganku. Aku muak dengan teka teki ini, Jason tidak pernah mengatakan semuanya secara terbuka. Ia hanya memberikan satu demi satu kepingan, yang seakan harus kupecahkan sendiri. "Berhenti memintaku bertanya pada ibuku Jason, ia tak akan pernah mengatakan yang sebenarnya. She won't" Ia menatapku, jemari tangannya terangkat untuk memainkan ujung helaian rambutku perlahan. Aku hanya diam, tak mengerti harus seperti apa aku meladeni sikapnya. Ia sangat sulit untuk kutebak, tindakan dan sikapnya benar - benar tak dapat kupahammi. "Jason ... " ucapku sekali lagi. "Beritahu aku, beritahu aku tentang semua yang terjadi. Apa susahnya mengatakan kebenaran padaku?" tambahku dengan melepaskan jemarinya yang masih memainkan helaian rambutku. Lelaki itu menarik nafas, sebelum mendesah kasar disertai satu senyuman miris di sudut bibirnya. "Bila aku mengatakan sesuatu, yang tak dapat dicerna secara rasional. kau akan menganggapku gila Savannah." "Maksudmu?" Aku menautkan alisku dengan memandangnya yang kini mulai berjalan ke sudut ruangan, lelaki ini menyentuh sebuah pemutar musik tua, seingatku pemutar musik itu rusak dan hampir kubuang, namun mom memilih menyimpannya di dalam gudang. walau kini pemutar musik itu kembali berada di kamar mom. "Jason jelaskan padaku" "lihat .... " Aku memandang darah yang menetes dari ujung jari telunjuknya, aku tak mengerti mengapa ia berdarah, mungkin karena tergores oleh piringan hitam di pemutar musik tersebut. Aku memandang darah lelaki itu yang menetes di atas piringan hitam tersebut. lelaki itu menarik jarinya, mengusap jarinya dengan sapu tangan yang ia bawa. "Apa kau baik-baik saja?" Jason mengangguk kecil, lelaki itu meraih kait pemutar musiknya. Aku menghela nafas, pemutar musik itu rusak, sudah sangat lama sekali tidak pernah digunakan. "Pemutar musiknya rusak, tidak dapat digunakan" Lelaki ini memutar pengaitnya berkali kali, aku memandangnya, piringan hitam itu mulai berputar, mengumandangkan alunan nada nada lembut yang terasa amat syahdu. Aku tak menyangka alat ini bisa bekerja, sejak dulu aku tak pernah bisa memakainya. "Kupikir alat itu rusak," gumamku dengan memandang piringan hitam yang masih berputar tersebut. Jason terkekeh, lalu memutar tubuhnya dengan berlalu berjalan meninggalkan kamar mom, "Tidak pernah rusak. Kau hanya belum mengerti bagaimana menggunakannya" Aku mengikuti lelaki itu yang kini kembali duduk di sofa single ruang tamuku, Jason menyilangkan salah satu kakinya, sementara jemarinya mulai menggenggam cangkir teh yang kubuat. Aku sudah bosan memberinya peringatan, ia tak akan pernah mau mendengarkanku, ia hanya melakukan apa yang ia mau. Tapi rasa penasaran akan siapa sebenarnya dirinya, juga apa keterikatannya dengan aku dan mom juga tak dapat kuhindari. "Jadi kau hanya akan terus bersikap seperti ini?" Aku berucap dengan mengambil tempat duduk yang bersebrangan dengannya. "Hem?" "Memberikan kepingan kecil tanpa berniat memberi tahu kebenarannya padaku?" Lelaki ini mengusap bagian bawah dagunya, matanya menatapku, aku tak tahu apa yang ada di fikirannya, bahkan untuk menebak raut wajahnya saja aku tak bisa. "Blossom road, Street J.21. Besok malam, kutunggu ke datanganmu di sana." Ia berucap singkat dengan meletakkan cangkir teh yang ia genggam diatas nakas. aku mencerna perkataannya baik baik, Aku tak tahu ia memintaku datang untuk apa, namun dari alamat yang ia berikan, terdengar seperti alamat sebuah perumahan Elit. "Aku tak akan datang," ucapku yang lantas membuatnya menatapku beberapa saat. Lelaki ini berdiri dari sofa, membenarkan letak kaus yang ia kenakan. "Then you"ll never know everything," jawabnya singkat dengan berjalan keluar menuju pintu utama. Aku hanya memandangnya, membiarkan tubuhnya menghilang dari balik pintu. Apa aku harus datang? . . . 》》》》To be continue《《《《
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN