Wira mengerjap mendengar kata-kata Mia barusan. Ia mengangguk pelan. Seharusnya seperti itu, ia bisa mengirim doa untuk Indah alih-alih bersedih setiap kali mengenangnya. Ia mencoba tersenyum di depan Mia yang baru saja bersikap begitu dewasa di depannya. "Makasih, Mi. Kamu udah membuat aku merasa sedikit lebih baik," kata Wira. Mia mengangguk pelan. "Nanti kita bisa beli bunga terus mampir ke makam mamanya Tristan. Aku juga mau kirim doa." "Kamu yakin?" tanya Wira penasaran. "Yakin dong. Kapan-kapan giliran Om anterin aku ke makam Mama. Soalnya jauh, Mama dimakamkan di Surabaya," tukas Mia seraya berdiri. Ia mengusapkan handuk ke rambutnya yang basah. "Surabaya? Kamu berasal dari sana rupanya," kata Wira. Ia berdiri untuk mengambil alih handuk Mia. Dengan lembut ia mendorong Mia agar