"Iya, Bas?" Rinjani menoleh dengan tatapan tanya.
Bastian mendekat ke arah Rinjani, mengambil kedua tangan istrinya, lalu dia genggam erat.
"Kamu percaya kalau aku akan berusaha membina rumah tangga ini, kan?"
Rinjani yang setia menatap netra Bastian hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Kalau begitu, jangan terus menghindariku! Kenapa dirimu begitu canggung padaku? Padahal kita sudah menikah?" tanya Bastian menatap wajah cantik Rinjani.
Wanita yang masih lengkap memakai gaun pengantin itu hanya diam saja.
'Aku hanya takut kamu belum terbiasa dengan adanya diriku, Bas!' Rinjani berucap dalam hati.
"Katakanlah sesuatu! Kenapa kamu hanya diam saja?" tanya Bastian menatap lekat wajah Rinjani.
"Aku hanya butuh waktu untuk mengenalmu lebih jauh, Bas. Dulu kita memang dekat, tetapi kita tidak mengenal secara detail karakter kita. Saat aku menjadi istrimu dan aku pun masih punya rasa cinta yang sama, nyatanya membuatku bingung untuk melakukan apa, saat aku berada di dekatmu," jelas Rinjani.
Wanita itu bahkan tak berani menatap wajah tampan Bastian, saat dia mengatakan segalanya. Hingga lelaki itu semakin mengikis jarak, lalu mengangkat dagu Rinjani agar pandangan wanita cantik bahkan anggun itu terarah padanya.
"Mulai malam ini, kita akan menjadi satu, Rinjani!" bisik Bastian tepat di daun telinga wanita yang masih memakai gaun pengantin itu.
*
Empat puluh lima menit berlalu, setelah keduanya membicarakan mengenai pernikahan dadakan mereka. Keduanya juga sudah selesai membersihkan diri, Rinjani yang memakai baju tidur warna abu dengan bahan satin itu bingung ingin melakukan apa.
Sedangkan Bastian menahan tawa, karena sahabat sekaligus istrinya itu bingung atau bahkan malu satu kamar dengannya. Lelaki tampan itu juga sudah asik dengan segala pikiran yang sudah matang di kepalanya.
Tanpa basa-basi, Bastian menarik lengan Rinjani hingga tubuh wanita cantik itu masuk ke dalam dekapan d**a bidang lelaki, yang kini sudah menjadi suaminya.
"Apa sih, Bas?" tanya Rinjani menatap kesal karena kaget dengan perlakuan suaminya.
"Aku hanya akan mengajakmu tidur, agar lelah kita selama seharian di altar pernikahan ini mereda, Sayang!" Bastian menjawab dengan senyum tipis penuh arti.
"A-apa maksudmu, Bas?" tanya Rinjani mendadak ngeblank karena gugup juga takut.
Bahkan, detak jantungnya sudah terpompa lebih cepat. Keringan dingin mulai keluar dan membasahi beberapa bagian tubuhnya. Meski sudah mengenal lama Bastian, tetapi malam ini adalah malam pertama saat mereka sah menjadi suami istri.
Tentu ada hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan. Dan pikiran Rinjani langsung terkonek ke arah sana.
"Aku akan beritahu, cara mudah agar kita bisa segera tidur, dengan nyeyak!"
Setelah mengatakan itu, Bastian membungkam bibir Rinjani dengan ciuman yang lembut. Bahkan wanita berambut sebahu itu mulai terbuai dan menikmati setiap hal yang dilakukan suaminya.
"Emmm ....!" Hanya sebuah lenguhan yang bisa keluar dari bibir Rinjani.
'Kenapa bibir Rinjani rasanya lebih manis?' tanya Bastian yang terus bermain dengan ciumannya.
Pasokan udara keduanya menipis, sehingga Bastian mulai melepaskan tautan bibirnya. Nafas keduanya tersengal dengan kening saling menempel. Tatapan sayu keduanya beradu, kemudian mereka sama-sama tersenyum tipis.
Bastian mengulangi lagi ciuman itu, hingga tangannya mulai menjalar ke bagian d**a, dan mulai bermain di sana. Bahkan leher jenjang itu tak luput dari serangan Bastian tak lupa memberikan tanda di sana.
"Bastian ...!" Rinjani meremas rambut suaminya dengan gerakan tak beraturan.
Konsentrasinya mulai hilang dan Rinjani sudah merasa semakin gelisah karena rasa yang bercampur aduk hingga di dirinya.
"Ah ...! Bas ...."
"Apa, Sayang?" Bastian menjawab sekenanya karena dia mulai dibuat terpana dengan semua hal di hadapannya. Pemandangan yang indah, yang pernah dia lakukan sebelumnya dengan Alesya.
Dan kini mulai dia lakukan lagi dengan Rinjani. Sahabat sekaligus istrinya, namun bedanya, Bastian dengan Rinjani belum ada cinta yang menggebu, hanya ada rasa penasaran dan rasa agar wanita yang menjadi istrinya ini percaya dengan semua hal yang dia katakan juga lakukan.
Bastian punya tujuan untuk memiliki semua hak waris dari keluarganya. Maka, dia harus membuat istrinya percaya dulu, kalau semua akan baik-baik saja, meski wanitanya hanya menjadi pengantin pengganti.
"Ja-jangan lakukan ini! A-aku malu!" Rinjani berbicara dengan terbata menjawab semua pertanyaan Bastian.
Bastian tak mengindahkan permintaan suaminya. Dia malah tertawa pelan sambil terus menciumi leher, hingga ke bahu Rinjani dan memberikan tanda di sana. Alhasil, wanita itu hanya pasrah dengan semua yang di perbuat suaminya.
'Ya Allah, jika malam ini adalah malam pertama untukku dan Bastian, berikanlah semua hal terindah di matanya. Agar aku bisa segera menghapus memory tentang Alesya. Karena aku tidak mau dibandingkan dengan siapa pun, meski itu adalah sahabat baikku yang telah tiada,' mohon Rinjani dalam hati.
Secara tak sadar, Rinjani pun sudah polos tanpa busana. Baju tidur yang dia kenakan sudah lolos dari tubuh mulusnya. Dan Bastian semakin kalap saat pemadangan indah tersaji di depannya.
Bastian mulai mendorong pelan Rinjani agar tertidur di kasur. Setidaknya, lelaki tampan itu punya cukup ruang untuk menatap bahkan memuja istrinya dengan lampu temaram, aroma wangi yang membuat keduanya tersihir. Bahkan aroma bunga mawar jelas menusuk indra penciumannya.
Di dalam kamar hotel mewah itu hanya ada suara Rinjani yang terus melenguh karena perbuatan Bastian. Bahkan, lelaki tampan itu mulai memuja segala hal indah yang mulai terpampang di depan mata.
Semoga saja setelah mendapatkan Rinjani secara utuh, semua konspirasi itu lenyap digantikan cinta yang tam pernah usai di makan waktu.
"Aku sudah tidak bisa menahannya, Sayang!" Bastian menyembunyikan wajahnya diantara keindahan d**a Rinjani.
"Lakukan saja!" Rinjani menjawab pasrah karena dia pun tak mau membuat suaminya menunggu.
Sejak kata sah terucap, tentu semuanya menjadi milik Bastian.
"Ini akan sangat sakit, Sayang! Kamu harus menahannya sedikit saja!" Bastian mengucapkan itu kemudian mengecup singkat bibir Rinjani.
Setelah melakukan pemanasan yang cukup, Bastian mulai melakukan kewajibannya diantara cinta yang dimiliki oleh Rinjani. Kamar itu menjadi saksi, betapa Rinjani begitu besar mencintai lelaki yang terus mengungkungnya tanpa rasa lelah.
Sedangkan dirinya sudah beberapa kali menuju puncak keindahan penuh cinta. Bahkan rasa lelah dan lemas mendera tubuhnya. Namun Bastian masih terus semangat menunjukkan beberapa hal yang belum pernah mereka lakukan.
"Jani, kamu akan selalu aku rindu! Bahkan aku tak akan pernah bisa tidur sebelum melakukan semua ini," bisik Bastian.
Rinjani pun terasa dibuai karena mendapatkan pujian yang tak terkira. Hingga beberapa detik setelah ucapan itu terlontar, Bastian memeluknya dari belakang dengan pernyataan cinta.
"Aku mencitaimu, Jani!"
Rinjani langsung terkulai di atas kasur dengan posisi tengkurap. Bahkan, Bastian pun mulai memeluknya dan menarik selimut untuk menutupi tubuh polos keduanya.
"Terima kasih, dan selamat malam!" Bastian berbisik lirih.
Sedangkan Rinjani hanya menjawab dengan gumaman. "Hemm ....!"
Keduanya mulai terlelap menuju alam mimpi, dengan rasa bahagia.
*
Jam dinding menujukkan pukul sembilan pagi. Matahari pun sudah tinggi menyinari bumi. Kedua orang masih tertidur lelap dengan saling berpeluk. Meski selimut sudah tak menutupi semua tubuh polos mereka.
Sinar matahari itu masuk ke dalam kamar, lewat selah-selah jendela. Membangunkan Bastian yang masih memejam mata. Lelaki itu seolah belum sadar, jika dia sudah tidur seranjang dengan Rinjani.
Saat dia merasakan ada sentuhan lain dan di bawah sana mulai reaksi, Bastian melebarkan matanya dengan degup jantung berdetak tak menentu.
'Siapa yang ada di dekatku?' tanya Bastian dengan wajah paniknya.
Setelah kilasan kejadian semalam terlintas di ingatannya, lelaki tampan itu mulai tersenyum kemudian menoleh ke sampingnya. Matanya semakin liar saat tubuh Rinjani tak terbungkus selimut dengan rapi.
'Astaga, kenapa aku sekarang cepat reaksi ya?' Bastian merasa tak mengerti dengan rasa yang ada di tubuhnya.
Karena saat bersama Alesya, dia hanya biasa saja. Tidak merasakan keinginan yang berlebih seperti bersama Rinjani.
Bastian mulai mengelus pipi Rinjani kemudian turun ke bibir, leher, bahkan bagian dad*. Wanita itu melenguh dengan mata terpejam. Membuat Bastian semakin ngilu karena suara serak istrinya.
Bastian manarik pelan selimut itu, hingga semua tubuh Rinjani terlihat. Senyum puas terukir di bibirnya, kala melihat bercak merah di sprei yang masih ditiduri sang istri. Tak mau membuang waktu, Bastian melakukan semua hal seperti malam tadi, hingga mata Rinjani terbuka sempurna.
Wanita cantik itu melotot ke arah suaminya yang asik dengan dua buah benda kenyal.
"Ah ...! Bastian ...."
"Aku tidak bisa melihatmu seperti ini, Sayang!"
"Tapi masih sakit!" Rinjani mengakui kalau di bawah sana masih nyeri.
"Tidak lama dan aku akan melakukannya secara perlahan," jawab Bastian.
Keduanya pun memulai olah raga panas untuk kedua kalinya. Bahkan kamar mandi pun menjadi saksi keburatalan Bastian karena cinta Rinjani.