"Tidak, Alesya, aku punya gaun impian sendiri. Dan aku juga sudah membuatnya," jawab Rinjani menatap sahabatnya dengan senyum kaku.
Bastian menghela nafas panjang. Gerak-gerik lelaki itu tak luput dari pengawasan Rinjani.
'Aku tidak akan pernah merebut apa yang sudah dimiliki sahabatku, Bas! Dan kamu masih saja meragukanku sebagai seorang sahabat!' Rinjani berkata di dalam hati dengan perasaan sedih.
"Kamu enggak asik, Jani!" Alesya memberengut kesal.
"Maafkan aku! Tapi aku punya gaun pernikahan yang sengaja aku desain sendiri. Dan pastinya, aku akan sangat bangga kepada diriku sendiri," ucap Rinjani dengan senyum kaku.
Sejenak hanya ada keheningan, hingga Rinjani mulai meneliti kembali gaun yang akan dipakai Alesya dalam acara pernikahannya.
"Kalau untuk detail dan rancangan kamu sudah oke, kan?" Rinjani memastikan lagi.
Alesya mengangguk, "Sudah oke. Yang enggak oke, kita enggak bisa barengan nikahnya!"
Rinjani terkekeh pelan, "Jangan mulai ngaco deh!"
Bastian lebih banyak diam, dan Rinjani tidak nyaman akan hal itu.
"Kamu enggak lagi sakit gigi kan, Bas?" tanya Rinjani tanpa memandang ke arah lelaki tampan itu.
"Enak saja kalau bicara tuh jangan asal jeplak!" Bastian menatap kesal ke arah Rinjani.
Sedangkan wanita berambut sebahu itu hanya tertawa.
"Kalau sudah, berarti kamu tinggal coba gaun yang untuk resepsi," ucap Rinjani yang mengalihkan perhatian Alesya dari cermin di depannya.
"Oke!" Alesya menjawab singkat kemudian berjalan ke arah ruang ganti.
Kali ini, Alesya dibantu oleh karyawan Rinjani. Bastian mulai diberikan jas untuk dicoba.
"Ayo, Bas! Kamu harus coba dulu. Kalau ada yang tak pas, kita bisa langsung benahi!" titah Rinjani.
"Iya, bawel!" Bastian meraih jasnya dengan senyum tipis.
"Kamu tuh yang bawel," jawab Rinjani sebal.
Menit berlalu, Bastian dan Alesya keluar secara bersama. Saat itulah, Rinjani seolah sesak nafas, oksigen seakan menipis, jantungnya berdetak kencang seirama dengan rasa sakit yang melanda dadanya.
'Senyum, Jani! Jangan memperlihatkan kelemahanmu kepada Bastian. Nanti dia akan tahu kalau kamu masih mencintainya,' monolog Rinjani dalam hati.
Hati siapa yang tak sakit, saat beberapa tahun lalu menyatakan cinta namun ditolak karena semesta tak mendukung, semua rasa yang dimiliki Rinjani untuk Bastian. Lelaki tampan itu hanya menganggap Rinjani sebagai sahabat, sedangkan Bastian jatuh hati pada Alesya.
Cinta segitiga diantara dua sahabat kepada satu lelaki. Karena sesungguhnya, sahabat itu hanya untuk sesama lelaki atau perempuan saja. Jika persahabatan terjadi kepada lawan jenis, yang ada bukan lagi sahabat.
Rasa nyaman dan aman karena sudah terbiasa, nyatanya menimbulkan perasaan cinta kepada wanita dan lelaki yang berkedok sahabat. Jika diungkap, kemungkinan silaturahmi akan putus.
Maka, Rinjani tak menginginkan hal itu, dia rela mengalah kemudian mengubur perasaannya, terhadap Bastian agar tak menimbulkan perpecahan antara Bastian juga Alesya.
"Kalian memang serasi!" Rinjani memuji dengan tulus.
Keduanya hanya tersipu malu, berdiri menghadap Rinjani dengan wajah berseri.
"Adakah yang perlu aku benahi, Bas?" tanya Rinjani.
"Tidak. Ini sudah pas dan nyaman. Kamu memang the best, Jani!" Bastian mengakui kemampuan sahabatnya untuk membuat pakaian yang menawan juga nyaman.
Alesya pun tak ada keluhan di gaun resepsi. Setelah selesai fetting baju, Rinjani mengajak kedua sahabatnya kembali ke ruangannya.
"Kalau gitu aku tinggal benahi gaun pernikahan saja. Sore ini aku akan antarkan ke rumah," ucap Rinjani.
"Santai saja, Jani! Masih ada beberapa hari menuju hari H," jawab Alesya.
Ketiganya kembali ngobrol hingga Bastian mendapatkan telepon dari asistennya kalau ada tamu penting.
"Sayang, aku harus ke kantor sekarang. Kamu kalau masih ingin di sini pulangnya naik taksi saja ya?" Bastian pamit kepada Alesya.
Alesya mengangguk, "Aku akan tinggal sementara waktu di sini. Nanti kalau mau pulang gampang, aku bisa telepon sopir."
"Baiklah. Kalau begitu, aku ke kantor dulu! Rinjani, maaf aku tak bisa lama-lama," ucap Bastian dengan wajah sedihnya.
"Enggak usah lebay calon direktur! Sana pergilah, kami akan mulai bergosip," usir Rinjani.
Sekali lagi, Rinjani dibuat panas karena perlakuan Banstian yang romantis kepada Alesya. Wanita itu mulai menoleh ke arah lain untuk melarikan diri dari perlakuan manis dua sejoli.
"Aku pergi dulu, ya!" Bastin mengecup singkat kening Alesya kemudian meninggalkan butik.
Alesya menatap punggung calon suaminya yang sudah menjauh, sedangkan Rinjani menghela nafas panjang untuk menenangkan hatinya yang bergemuruh karena cemburu, namun tidak bisa dilampiaskan.
Bahkan Rinjani menutupi semua perasaan cintanya kepada Bastian, agar semua orang tidak dapat mengendus sedikitpun semua rasa untuk lelaki tampan itu.
"Apakah kamu sibuk?" tanya Alesya sambil megambil minuman soda yang disiapkan oleh Rinjani.
"Sesibuk apa pun, aku tetap akan meluangkan waktu untukmu. Memangnya kamu mau ngajak aku ke mana?" Rinjani menjawab dengan pertanyaan lagi.
"Ke mall yuk! Aku pengen beli baju dan perlengkapan makeup!" Ajak Alesya.
"Baiklah! Tapi aku selesaikan pekerjaanku yang sudah aku mulai dulu ya? Sebentar doang kok! Semoga enggak nyampe satu jam kelar," jawab Rinjani.
"Baiklah. Lagi pula ini masih siang dan cuaca masih panas. Daripada aku pulang mending aku nungguin kamu," jawab Alesya santai.
Rinjani mengangguk, dia berlalu ke meja kerjanya meneruskan pekerjaan yang belum selesai. Meski di selingi obrolan bahkan canda tawa, Rinjani masih fokus pada semua gambar dan coretan yang sudah hampir selesai membentuk gambar sebuah gaun.
Menit berlalu, sekitar jam dua siang kedua wanita cantik itu menuju sebuah pusat perbelanjaan yang biasa mereka kunjungi. Perjalanan hanya beberapa menit saja dari butik Rinjani. Mobil yang digunakan milik Rinjani karena Alesya tidak membawa kendaraan saat datang ke butik.
Melainkan, dia memakai mobil milik Bastian. Setelah sampai, keduanya berjalan saling bercanda. Karena setiap mereka bertemu entah ada saja, lelucon yang membuat tawa berderai.
"Ke toko skincare dulu ya!" Alesya mengajak Rinjani dengan menarik lengan gadis berambut sebahu itu.
"Wah, bikin mataku susah moveon dong!" Rinjani menatap Alesya dengan pura-pura sebal.
Alesya hanya terkekeh karena berhasil meracuni sahabatnya untuk belanja. Sampainya di toko make up, keduanya pisah karena mereka punya brand yang berbeda untuk dipakai. Rinjani hanya kalap dengan lipstik. Sedangkan Alesya membeli banyak makeup.
"Kamu mau buka warung skincare?" tanya Rinjani menatap keranjang belanjaan sahabatnya.
"Asal aja kalau ngomong!" Alesya menatap malas ke arah sahabatnya.
"La, faktanya kamu borong tuh makeup!" Rinjani menunjuk bermacam-macam peralatan untuk wajah.
"Sebentar lagi aku kan mau jadi istri, biar aku enggak ngelayap alasan beli ini dan itu. Makanya aku stok aja," jawab Alesya yang tidak masuk akal.
Rinjani menggeleng, "Ya udah terserah kamu saja!"
Keduanya terus berkeliling dan terus belanja. Hingga mereka merasa lelah, akhirnya memutuskan untuk ke lantai satu, mencari tempat untuk nongkrong, juga meredakan rasa hausnya.
"Kamu masih mau belanja, atau mau pulang?" tanya Rinjani kepada sahabatnya.
"Pulang saja deh! Lumayan nanti bisa istirahat," jawab Alesya.
Rinjani mengangguk sambil meminum jus alpukat yang dia pesan. Melihat jam di pergelangan tagannya, baru menunjukkan pukul setengah empat sore. Keduanya terus mengobrol. Dua wanita kalau sudah bertemu, akan ada saja hal yang dibahas sampai lupa waktu.
"Jangan lama-lama nongkrongnya ya? Aku hari ini lelah banget," ucap Rinjani menatap Alesya dengan tatapan sayu.
"Iya. Hari ini aku juga merasa lelah dan butuh rebahan sambil nonton drakor," jawab Alesya.
Tak lama setelah minuman dan cemilan habis, mereka memutuskan pulang.
"Biar aku saja yang bawa," ucap Alesya meraih kunci mobil milik Rinjani.
Setelah membayar tagihan, Rinjani mengikuti langkah sahabatnya yang sudah lebih dulu keluar menuju parkiran. Dalam perjalanan pulang, keduanya masih terlibat obrolan ringan seputar pernikahan Alesya yang tinggal menghitung hari.
Namun tak disangka, kendali Alesya hilang saat ada mobil dari arah berlawanan terbalik tepat di depannya. Maksud hati ingin menghindar, nyatanya kendaraan malah menabrak pembatas jalan.
"Alesya, awas!" Rinjani berteriak dengan panik.
Namun semua tak bisa dikendalikan hingga bunyi dentuman keras begitu memekakkan telinga.
"Brakk ...!"