Bab. 13. Perjalanan.

1362 Kata
Setelah sarapan, Bastian dan Rinjani pamit ke rumah orang tuanya. Selain harus izin karena akan melakukan perjalanan ke Bali, Rinjani juga harus membawa beberapa baju juga perlengakapannya. "Hati-hati di jalan, semoga setelah dari Bali, kalian membawa kabar bahagia," ucap Fira saat anak juga menantunya akan pergi. Rinjani merasa malu karena keluarga Bastian begitu mendambakan seorang cucu. "Mama jaga kesehatan, kami pergi dulu," ucap Rinjani pada akhirnya. Bastian menggandeng tangan Rinjani menuju mobilnya, Perlakuan lelaki tampan itu ke istrinya membuat siapa saja yang melihatnya akan iri. Namun dibalik sikap itu, Bastian menyimpan seribu rencana yang tak ada satu orang lain pun tahu. Selama perjalanan ke rumah orang tua Rinjani, pasangan suami istri itu lebih banyak diam. Tak ada obrolan yang serius. Rinjani pun tak mau banyak bertanya, karena melihat dari wajah Bastian yang tampak murung. Sekitar dua puluh menit berlalu, kendaraan yang ditumpangi pasangan suami istri itu berhenti di halaman rumah kedua orang tua Rinjani. Almira yang sudah mengetahui jika anak dan menantunya akan datang, langsung sigap menunggu di depan pintu. Senyum cerah langsung menyambut kedatangan pasangan baru itu. Meski sebelum menikah, Rinjani tinggal sendiri, namun wanita cantik itu merasa rindu yang berbeda setelah putrinya dipinang Bastian. Bastian langsung bertakzim ke Almira, begitu juga Rinjani. "Mama rindu loh!" Almira menatap berbinar ke arah ke duanya. "Masa sih, Ma?" Rinjani menggoda sang mama. "Sayangnya kami hanya singgah sebentar, Ma!" Bastian langsung memberitahu maksud kedatangannya. "Ayo masuk dulu! Baru bicara," titah Almira sambil mengapit lengan Rinjani. Setelah duduk dan Almira memerintahkan asisten untuk menyiapkan minum, wanita cantik itu kembali bertanya kepada anak juga menantunya. "Kalau enggak nginep, memangnya kalian mau kemana?" "Kami akan ke Bali, Ma. Dapat tiket bulan madu dari Papa," jelas Bastian. "Ah, senangnya. Semoga liburan kalian sukses deh. Pulangnya membawa kabar bahagia," ucap Almira dengan nada riang. Rinjani dan Bastian dengan kompak mengaminkan ucapan wanita yang melahirkan Rinjani. "Tapi Papa kerja, enggak bisa ketemu kalian dong," ucap Almira. "Nanti biar aku telepon, Ma. Aku juga mau ambil beberapa perlengkapan di kamar," jawab Rinjani menatap Mamanya. "Iya deh. Kalian berangkat jam berapa?" tanya Almira. "Agak sore kok, Ma!" Bastian yang menjawab. "Kalau gitu pas jam makan siang, Papa biar pulang. Enggak afdol kalau kalian enggak ketemu," ucap Almira. Obrolan terus berlanjut, hingga minuman tandas, Almira menyuruh putrinya ke kamar membawa Bastian. "Sana bawa suamimu ke kamar, biar istirahat sambil nunggu jam makan siang. Kamu juga mau siapin baju buat dibawa liburan, kan?" "Iya, Ma!" Rinjani menoleh ke arah suaminya. Keduanya akhirnya berjalan ke arah tangga untuk sampai ke kamar Rinjani. * "Ada yang kamu butuhkan?" tanya Rinjani setelah sampai di kamar. Bastian yang memperhatikan sekitar kamar Rinjani, lantas menoleh. "Tidak. Kamu bersiap saja, aku tidak sedang butuh apa pun." Rinjani mengangguk menatap ragu ke arah suaminya. Dia mulai bergerak membereskan beberapa barang, yang akan dia gunakan untuk di Bali. Hanya sebuah koper kecil saja yang akan dibawa. Hampir tiga puluh menitan koper Rinjani siap, Bastian yang melihat istrinya menarik koper langsung berdiri kemudian membantunya. "Biarkan di sini saja! Nanti ssat kita akan berangkat aku yang akan bawa ke mobil!" Bastian meletakkan koper milik Rinjani di dekat pintu kamar. * "Wah, rupanya ada tamu!" Latif langsung menyapa Bastian dan putrinya, saat dia sampai di rumah. Rinjani tersenyum, lalu berdiri dari duduknya, untuk memeluk Papanya. Entah mengapa, dia begitu merindukan lelaki paruh baya ini. Padahal, saat dirinya masih lajang pun, jarang bertemu. "Apa kabar, Nak?" Latif mengusap pelan punggung anaknya. "Baik, Pa." Rinjani menjawab dengan senyum lebar. Latif kemudian beralih ke arah menantunya, Bastian pun melakukan hal yang sama, menyapa papa mertuanya. "Kenapa kalian datang ke rumah secara dadakan?" Latif kembali bertanya setelah duduk di tempatnya. "Kami hanya singgah sebentar untuk pamit, Pa!" Bastian menjawab pertanyaan mertuanya. "Mau kemana?" tanya Latif menatap bergantian ke arah Rinjani maupun Bastian. "Kami mau liburan ke Bali, Pa." Bastian seolah tak membiarkan istrinya menjawab. "Wah, honeymoon. Semoga setelah ke Bali, ada kabar baik ya!" Latif menanggapi dengan sebuah harapan bahkan doa yang besar. Kedua keluarga berharap Rinjani secepatnya memberikan keturunan. Respon yang diberikan pasangan baru itu hanya menngangguk kemudian mengaminkan. Makan siang pertama di rumah orang tua Rinjani setelah menikah. Dan juga beberapa jam lagi menuju Bali untuk memulai kisah awal pernikahan mereka. Rinjani hanya bisa terus berdoa, semoga apa yang sekarang dia dapatkan dari Bastian tidak pernah pudar. Karena dia benar-benar bahagia bisa bersanding selamanya di sisi Bastian, meski wanita cantik ini tahu, kalau di hati suaminya belum ada cinta yang penuh untuknya. Setelah makan siang, Bastian dan Latif ngobrol berdua saja. Keduanya membahas pekerjaan juga tahta yang baru saja Bastian dapatkan dari sang kakek. Bahkan ayah kandung Rinjani ini tak percaya, kalau putrinya mendapatkan bagian untuk mengelola sebuah butik dan mendapat saham. Latif juga menjelaskan ke Bastian, kalau tak ada ikut campur darinya kepada Usman mengenai masalah warisan. Karena Rinjani pun sudah punya harta sendiri, sebelum menjadi menantu dari keluarga Usman Prayoga. Bastian pun menyadari semua itu, semua tak bisa diganggu gugat, jika mengenai keputusan dari sang kakek. Bastian pun akan membantu Rinjani mengelola semua usahanya, agar istrinya tidak kerepotan. Obrolan berakhir, saat latif harus kembali ke kantor. Lelaki yang masih gagah di usianya yang tak lagi muda ini akan akan ada rapat penting. "Jam berapa kamu berangkat, Bas?" Latif bertanya penerbangan menantunya. "Jam lima sudah landing, Pa. Mungkin sekitar jam empat saya dan Rinjani akan berangkat," jawab Bastian. "Kalau begitu, berhati-hatilah. Aku titip putriku!" Latif menepuk pelan lengan Bastian kemudian dia pergi. Bastian hanya diam memandang siluet papa mertuanya. Mendengar semua perkataan Latif, membuat hati suami Rinjani merasa bimbang. * "Pastikan tidak ada yang tertinggal, Nak!" Almira memperingatkan barang pribadi Rinjani maupun Bastian. "Sudah semua, Ma. Lagi pula kami hanya tiga hari di Bali. Tak banyak yang harus kami bawa," jawab Rinjani. "Paspor dan tiket tidak tertinggal?" Almira kembali mengingatkan. "Aman, Ma!" Bastian menjawab dengan senyum tipis. Pasangan pengantin itu pamit kepada Almira. Sopir keluarga Rinjani yang mengantar ke Bandara. Dalam perjalanan, Bastian menggenggam tangan Rinjani, sehingga wanita cantik itu merasa hangat dan bahagia. 'Tetaplah seperti ini, meski hatimu belum bisa aku miliki seutuhnya. Setidaknya, ada rasa percaya diri untuk aku bisa menguasai hatimu, hingga hanya aku satu-satunya di dalam sana,' monolog Rinjani dalam hati. Perjalanan ke Bandara sedikit macet karena bebarengan dengan banyaknya orang yang pulang beraktifitas. Empat puluh menit, mereka baru sampai di Bandara. Bastian menarik koper ke arah dalam untuk mempersiapkan pemberangkatan. Tak sampai lima menit semua beres, tinggal menunggu pengumuman pemberangkatan. "Kamu mau ke toilet dulu enggak?" tanya Bastian. Rinjani menoleh, "Enggak." "Sebentar lagi kita berangkat," ucap Bastian. Tangan lelaki tampan itu merangkul bahu Rinjani kemudian tertawa bersama. Tak lama pengumuman pemberangkatan ke Bali mulai terdengar. Keduanya mulai masuk ke gate yang sudah ditentukan pihak maskapai. Setelah sampai di dalam pesawat, Bastian membantu Rinjani agar duduk dengan nyaman. Wanita cantik itu lagi dan lagi merasa tersanjung. Karena setelah penolakan cintanya dulu, Rinjani tidak pernah mendapatkan perlakuan istimewa dari Bastian. Yang ada hanya rasa canggung dan Rinjani pun mengurangi intensitas pertemuan. Selain merasa tak nyaman dengan hubungan ke dua sahabatnya, dia juga harus menjaga hatinya. Namun sekarang, setelah menjadi istri, dia akan menikmati setiap momen yang suaminya berikan. Jika ada hal baiknya, kelak akan menjadi cerita istimewa untuk anaknya. "Mari kita ambil gambar dulu!" Bastian memasang kamera ponselnya. Meski kaget dengan kenarsisan suaminya, Rinjani tetap memberikan senyum terbaiknya. "Setelah sampai penginapan, kita uploud," bisik Bastian. Rinjani menatap tak percaya kepada Bastian. "Kau yakin?" Bastian mengangguk sebabagai jawaban. "Kamu sudah sah menjadi Nyonya Bastian Darel Pratama. Kenapa enggak yakin, Sayang?" Rinjani akhirnya menunduk malu karena jawaban suaminya. Kata Sayang yang terucap dari bibir Bastian dulu hanya mimpi semata, sekarang akan sering dia dengar. Perjalanan pertama ke Bali dengan orang yang kita cintai adalah hal terindah utuk Rinjani. Namun entah dengan Bastian yang terlihat menikmati, tetapi tak tahu dengan isi hati yang sebenarnya. "Tidurlah!" Bastian merangkul Rinjani agar bersandar pada dadanya. Rinjani mendongak, "Aku tidak mengantuk!" "Biarkan saja seperti ini!" Bastian memeluk istrinya. Detak jantung yang berdetak kencang itu, aku mendengarnya. Bolehkah aku bahagia, dan berandai Jika detak itu hanya untukku dan karena aku Aku memilikimu sekarang, semoga tidak ragamu saja, namun juga hatimu bahkan pikiranmu Perjalanan pertama setelah menikah kita ke Bali Semoga akan ada banyak kenangan indah yang tertuai dalam hidup kita, Suamiku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN