Beberapa orang algojo datang kerumah Arumi. Mereka datang untuk menagih hutang untuk biaya pengobatan bapak Arumi yang sudah meninggal satu tahun yang lalu.
"Bu Laras!! keluar!! jika bu Laras tidak mau membayar hutang maka rumah ini akan kami sita!! " ancam mereka.
"Maafkan saya pak. Saat ini saya tidak punya uang untuk mencicil hutang mendiang suami saya. Berikan kami keringanan waktu." pinta Laras memohon pada mereka.
"Ini sudah lewat dari jangka waktu!! kalian bawa keluar barang-barang mereka dari rumah ini. Seret mereka semuanya untuk keluar!! " perintah salah satu bos algojo itu. Mereka masuk ke dalam untuk mengusir Ningrum dan Budi keluar dari rumah itu. Setelah itu mereka juga mengeluarkan semua barang-barangnya.
"Jangan saya mohon pak jangan usir kami " Laras terus memohon sambil berlutut dibawah kaki algojo itu tapi Laras malah didorong olehnya secara kasar.
"Ibu!! " Ningrum dan Budi menolong ibu mereka yang terjatuh. Budi terlihat sangat marah pada para algojo itu lalu menggigit tangan salah satu dari mereka dengan sangat kuat.
"Ahkk!! bocah sialan!!" teriak salah satu dari mereka dan ingin memukul Budi tapi sebuah tangan dengan cepat menangkap tangan algojo itu sebelum memukulnya.
"Hentikan!! apa yang kalian lakukan?! " Arumi menahan tangan algojo itu dan Budi langsung berlari memeluk Laras dengan wajah ketakutan.
"Ibumu memiliki banyak hutang pada bapak Darmawan sebanyak 150 juta!! kalau kalian tidak bisa bayar hari ini juga silahkan angkat kaki dari rumah ini!! " ujar salah satu dari mereka.
"Baik tolong berikan kami keringanan waktu. Saya akan mencoba bicara dengan pak Darmawan. " ucap Arumi.
"Oke jika sampai jam 4 sore kalian tidak bisa membayar segera kemasi barang-barang kalian dan pergi atau kami tidak akan segan-segan memakai cara kekerasan pada kalian!! " ancamnya tak main-main. Setelah itu para algojo itu pergi meninggalkan rumah mereka.
"Bu hiks hiks hiks kita mau tinggal dimana bu. Ningrum gak mau jadi gelandangan hiks hiks" tangis Ningrum. Budi juga ikut menangis dalam diam. Mereka tidak punya apapun lagi selain rumah ini.
"Arumi pergi dulu kerumah bapak Darmawan. Biar Arumi yang selesaikan masalah ini" ucap Arumi agar semua keluarganya kembali tenang.
"Kamu mau apa Arumi? apa kamu punya uang sebanyak itu?! apa kamu mau jual diri?! " tanya Laras begitu ketus.
"Astaghfirullah bu tidak seperti itu. Arumi ingin mencicilnya setiap bulan. Nanti aku akan cari pekerjaan sambilan lain untuk melunasi hutang-hutang bapak. Kalau begitu Arumi pamit dulu bu" Arumi ingin mencium tangan Laras tapi Laras langsung menarik tangannya. Arumi hanya bisa diam saja melihat tingkah ibunya yang semakin hari semakin membencinya entah karena apa sebabnya.
Arumi pergi sendirian kerumah bapak Darmawan. Rumahnya sangat besar dan mewah. Bapak Darmawan adalah orang terkaya di kampungnya.
"Assalamualaikum" ucap Arumi.
"Walaikum salam" jawab pembantu rumah pak Darmawan.
"Bi bapak Darmawan nya ada? " tanya Arumi.
"Ada mari silahkan masuk dulu" jawab pembantu itu. Arumi dipersilahkan masuk ke dalam rumah mewah itu. Mata Arumi tak lepas mengagumi keindahan di setiap bagian arsitekturnya yang bergaya Eropa. Tak lama kemudian datanglah pak Darmawan dengan gaya berjalannya yang terlihat berwibawa. Pria berumur 65 tahun itu masih tampak gagah di usia tuanya.
"Arumi? kamu anaknya Laras kan? ada apa kamu datang kemari? " tanya pak Darmawan.
"Maaf pak Darmawan sebelumnya. Maksud dan tujuan saya datang kemari adalah ingin meluruskan permasalahan hutang lama mendiang bapak saya. Saya meminta keringanan waktu untuk membayarnya dengan cara mencicilnya setiap bulan. Saya mohon pak jangan usir kami dari rumah. Rumah itu adalah satu-satunya harta kami yang tersisa. " ujar Arumi.
"Maaf Arumi. Saya sudah memberikan waktu satu tahun tapi ibu kamu belum bisa melunaskannya juga. Lebih baik kamu segera pergi dan angkat kaki dari rumahmu. Karena saya akan menjual rumah itu secepatnya" ucap pak Darmawan tak peduli.
"Pak saya mohon pak!! saya akan melakukan apa saja agar kami tidak terusir dari rumah itu. Tolong pak kasih saya keringanan waktu" Arumi terus memohon dengan wajah memelas. Pak Darmawan terdiam cukup lama sambil memperhatikan tubuh Arumi dari atas sampai bawah. Dia terpikirkan sebuah ide untuk menyelesaikan masalah ini.
"Baiklah saya akan anggap hutang kamu lunas asal kamu mau menikah dengan anak saya. Jika kamu tidak mau maka silahkan pergi dari rumah ini!! "
Arumi terperanjat mendengar syarat dari pak Darmawan. Dia sama sekali tidak pernah mengenal anak-anak pak Darmawan. Anaknya yang mana? apa anaknya itu pria tua yang berperut buncit. Apakah dia harus berkorban demi keluarganya agar tidak terusir dari satu-satunya rumah yang mereka miliki saat ini.
"Bagaimana apa kamu menerima syarat dari saya? sebagai gantinya saya akan menganggap hutang mendiang bapakmu lunas dan memberikan uang saku setiap bulannya pada ibumu" tawar pak Darmawan.
"Baiklah pak saya mau menikah dengan anak bapak" jawab Arumi dengan terpaksa.
"Baguslah kalau begitu. Besok datanglah kemari bersama keluargamu. Anak saya akan datang kemari bersama cucu-cucu saya. " ucap pak Darmawan.
"Cucu-cucu? jadi aku akan menikahi duda banyak anak? pasti pria yang aku nikahi nanti sudah tua dan beruban" batin Arumi.
"Baik pak besok saya akan datang kalau begitu saya permisi pulang dulu Assalamualaikum" ucap Arumi sambil mencium tangan pak Darmawan.
"Walaikum salam" ucap pak Darmawan.
Esok harinya Arumi datang bersama keluarganya. Ningrum tertawa bahagia saat mendengar Arumi akan menikah dengan duda tua banyak anak. Pasti dudanya tua dan jelek. Laras tentu saja setuju karena dia tak payah memikirkan bagaimana cara membayar hutang dan mendapatkan uang bulanan dari pak Darmawan.
"Assalamualaikum" ucap mereka bersamaan sebelum masuk ke dalam rumah.
"Walaikum salam" jawab Bu Desi istrinya pak Darmawan.
"Arumi calon menantuku. Selamat datang nak ayo masuk" sambut Bu Desi begitu ramah. Mereka semua akhirnya masuk ke dalam rumah besar itu. Ningrum dan Laras tak henti-hentinya melihat kemegahan rumah itu dengan mulut menganga lebar.
"Wah bagus banget ma rumahnya" ucap Ningrum mengagumi setiap sudut di dalam rumah itu.
Mereka semua sampai di ruang keluarga dimana semua keluarga pak Darmawan berkumpul di dalam sana. Mata Arumi membulat saat melihat seorang pria yang ia kenal sedang duduk disana sambil menatapnya dengan tajam. Pria tampan itu adalah Alvaro yang sudah menolong dan mengantarnya pulang tempo hari.
"Ayo semua silahkan duduk" ucap bu Desi pada mereka. Mereka semua duduk di hadapan keluarga pak Darmawan. Saat ini di depan mereka ada ada Alvaro dan 3 orang cucu pak Darmawan. Yang pertama adalah Niko berumur 20 tahun lebih tua satu tahun dari Arumi, yang kedua Nia berumur 18 tahun, dan yang ketiga adalah Nara berumur 5 tahun. Mereka bertiga adalah anak kandung Alvaro dengan mantan istri pertamanya.
"Arumi perkenalkan ini Alvaro anak kami. Kamu akan menikah dengannya minggu depan. Dan ini cucu-cucu saya anaknya Alvaro namanya Niko, Nia, dan Nara. Saya harap kamu bisa jadi ibu sambung yang baik untuk mereka bertiga." ucap pak Darmawan.
Alvaro menatap Arumi dengan penuh kebencian. Dia menganggap Arumi sudah menjual tubuhnya untuk ia nikahi. Anak-anak Alvaro juga terlihat membenci Arumi karena mereka tidak ingin ada yang menggantikan posisi mama kandung mereka dirumah.
"Opa sudah gila? wanita ini bahkan terlihat seumuran denganku dan kakak!! " protes Nia.
"Nia jaga bicaramu!! " tegur bu Desi.
Nia langsung terdiam lalu membuang wajahnya.
"Lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu nanti Arumi" batin Alvaro. Dia akan membuat pernikahan ini seperti neraka yang tak pernah dibayangkan oleh Arumi sebelumnya. Mana ada wanita muda dan cantik rela menikahi pria tua dan banyak anak kalau bukan karena uang. Ia sangat jijik melihat wanita itu dan tidak sabar untuk menyiksanya nanti.