SETELAH berhasil membuatku merenung untuk beberapa saat, Dante tiba-tiba saja menjentikkan jarinya di udara. Membuatku tersadar dari lamunan yang tak seberapa. Akhir-akhir ini aku memang jadi sering merenung. Entah mengapa. Sepertinya kondisi mentalku benar-benar tidak baik. Pikiranku sering melayang ke tempat lain, imajinasiku meliar kepada hal-hal yang belum tentu terjadi.
"Bagaimana dengan teman-teman terdekat Ethan?"
Kedua alisku terangkat sesaat. Tidak menduga detektif muda yang katanya baru saja dipindahkan ke kepolisian kota New York ini akan menyebut lingkup pertemanan mantan suamiku yang berengsek itu.
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Kurasa Dante sudah cukup memahami prosedur penyelidikan dan teman-teman terdekat Ethan bisa saja masuk ke dalam daftar tersangka, atau bahkan pelakunya. Cukup aneh mengetahui hal ini tak terpikirkan oleh detektif yang menangani kasus pembunuhan Ethan sebelumnya. Tiba-tiba saja statusku sebagai saksi berubah menjadi tersangka. Tanpa adanya bukti dan saksi mata lain yang dapat membantu pernyataanku, mendadak statusku naik jadi pelaku. Sayang mereka tak dapat menghakimiku karena catatan medis mengatakan bahwa kondisi kejiwaanku tidak baik. Aku bahkan tak tahu sudah mengidap bipolar selama ini. Kondisinya semakin parah dengan adanya trauma dan lingkungan yang menyakitkan.
Namun mengenai teman-teman Ethan, aku menjadi sedikit ragu. Ia bekerja selama kurang lebih dua tahun di sebuah perusahaan media sebagai manajer, lalu mendadak diangkat menjadi direktur setelah setahun menikahiku. Anak dari seorang milyarder media yang juga merupakan kompetitor perusahaan Ethan bekerja. Ruang lingkup pertemanannya berubah naik. Ia tak lagi bergaul dengan teman-teman sekolahnya yang tak sederajat dengannya. Kupikir Ethan menjadi angkuh karena mendapatkan banyak hal bagus dalam waktu yang berdekatan. Para petinggi dan elit politik juga ramai-ramai mendekatinya. Media adalah sumber kekuatan para pebisnis. Setidaknya mereka membutuhkan panggung untuk terlihat baik di mata masyarakat, calon pembeli atau para investor asing. Jelas mereka membutuhkan media sebagai wadah dan jalan mereka mendapatkan keuntungan. Hanya sebatas itu. Ethan tak terlihat memiliki hubungan yang erat dengan para kolega atau teman-teman di pekerjaannya setelah diangkat menjadi direktur.
Bahkan di hari kematiannya, tak ada satupun pesan belasungkawa yang berasal dari para petinggi tersebut.
"Aku tidak yakin," kataku.
Pria dengan kedua alisnya yang tebal dan tegas itu pun mengernyit. Ia tampak sedikit bingung, setidaknya ada sorot ketidakpercayaan yang juga dia tampilkan dalam ekspresi wajahnya sekarang. "Apa kau tahu siapa-siapa saja yang selama beberapa bulan terakhir ini selalu bergaul bersama Ethan?"
Aku menggeleng. "Dia tak lagi terbuka kepadaku semenjak hari itu."
Dahi Dante kembali berkerut. Ia benar-benar ekspresif. "Hari itu?"
"Dia pulang dalam keadaan mabuk," kataku memulai. Tanpa sadar kusipitkan mataku saat mengingat-ingat kembali hari dimana Ethan mulai berubah menjadi sosok suami yang berengsek dan tak tahu diri. Menyiksaku, memperlakukanku seperti peliharaannya yang setia. "Dia mulai memukuliku dan aku tak pernah berbicara dengan baik dengannya."
"Bagaimana dengan sebelum itu?"
Kedua alisku sepertinya ikut berkerut karena berpikir. "Dia punya beberapa teman, kurasa."
"Apa kau tahu dimana aku dapat bertemu dengan mereka?"
Aku menggumam pelan sebelum kemudian melanjutkan. "Sebelumnya dia memiliki sekertaris bernama Amara, seorang wanita keturunan meksiko. Aku cukup baik mengenalnya karena dia sering menghubungiku. Memberi tahu jadwal-jadwal rapat atau semacamnya. Kupikir dia adalah wanita yang baik."
"Lalu, ada yang lain?"
"Ada Michael, supir kantor yang bekerja dengannya. Lalu ada Robin, kurasa dia adalah rekan kerja yang selalu ikut kemanapun Ethan pergi. Kudengar Robin sudah seperti kaki tangannya. Mereka sering melakukan kunjungan kerja bersama. Aku pernah bertemu dengan mereka sekali. Saat itu ada pesta di perusahaan, ketika Ethan diangkat menjadi direktur. Direktur sebelumnya lalu memperkenalkan mereka kepadaku," jelasku panjang lebar.
"Apa kau berhubungan baik dengan direktur sebelumnya?" Dante menaikkan satu alisnya ke atas. "Melihat sikapnya yang sangat ramah, memperkenalkan orang-orang kepercayaan yang bekerja untuk mantan suamimu, dia tampaknya mencoba bersikap profesional sekaligus perhatian. Apa dia selalu seperti itu?"
"Dia adalah Clark Blake." Aku menjelaskan semua yang kutahu kepada detektif di hadapanku ini. Ia tampak sangat teliti dan memerhatikan setiap ucapanku dengan baik. Membuatku merasa sangat dihargai dan cukup memiliki harapan untuk terbebas dari predikat tersangka dalam kasus kematian mantan suamiku yang berengsek itu. "Mr. Blake adalah pria berusia 50 tahunan. Kurasa dia berhenti karena ingin pensiun dalam waktu cepat. Ia memegang kendali perusahaan dengan sangat baik dan kupikir dia memang orang yang cukup ramah kepada semua orang."
"Apa Mr. Blake dan Ethan terlihat sangat dekat untuk saling berbagi rahasia?"
"Berbagi rahasia?"
Dante menganggukkan kepalanya. Ia menunjukkan raut wajah yang sangat yakin dan penuh percaya diri. Membuatku sedikit gugup pada awalnya. Hingga aki tersadar bahwa pria ini bukanlah seorang amatir.
"Aku tidak tahu seberapa dekat hubungan yang mereka miliki."
Setelah melewati jeda yang cukup panjang, Dante lantas tersenyum kecil dan menutup pembicaraan dengan satu kalimat yang membuatku sedikit terkejut. "Sepertinya wawancara kita cukup untuk hari ini. Aku akan kembali menanyakan beberapa hal setelah aku berhasil menemui mereka semua."
"Tapi, ada sesuatu yang perlu kau tahu, Detektif," kataku pelan. Oh sungguh. Aku tak yakin apakah informasi yang akan kuberikan padanya ini akan membantu atau sama sekali tidak. Mengingat bahwa berita ini bukanlah berita yang baik. Entah itu untukku atau untuk detektif yang semangatnya sedang menggebu-gebu seperti Dante. "Kau mungkin akan kecewa setelah mendengarnya."
"Baiklah. Ada apa? Katakan saja semua yang kau tahu."
Aku pun tak langsung menimpali kalimatnya dan memilih untuk diam selama beberapa saat. Meyakinkan diriku untuk memberikan berita buruk memang tidak mudah. Kurasa inilah yang terjadi setiap kali manusia menjadi tahu akan segala hal, termasuk kepada hal-hal yang dapat membuat orang lain sedih atau kecewa sekalipun. Aku menatap kedua mata Dante yang cokelat. Pandangannya tertuju lurus ke arahku. Ia sangat penasaran dan antusias.
"Kudengar mereka semua berhenti bekerja setelah Ethan meninggal."
Seperti dugaanku. Ekspresi di wajag Dante berubah seratus delapan puluh derajat. Ia tak lagi terlihat bersemangat seperti sebelumnya. Kedua sudut bibirnya tampak turun. Dante terlihat sangat kecewa. Namun pada detik selanjutnya, pria itu seperti sedang berusaha menutupi semuanya dariku. Ia menyunggingkan senyumnya dan berkata, "Tidak apa-apa. Aku akan berusaha mencari informasi tentang keberadaan mereka semua. Bukankah dengan berhentinya mereka dari pekerjaan yang sama dengan Ethan, justru membuat kasus ini semakin menarik?"
"Menarik?"
"Kenapa mereka harus bersembunyi jika mereka memang tidak melakukan kesalahan?"
"Tapi--"
"Kemungkinannya hanya ada dua. Mereka terlibat dalam sebuah kesalahan atau...,"
"Atau?"
"Atau mereka menyaksikan sendiri dengan kedua mata mereka kesalahan orang lain. Mereka mungkin tahu sesuatu dan terlalu takut untuk terlibat jauh."